Jumat, 10 Mei 2013

TEROMPET MALAM TAHUN BARU





Dua hari lagi tahun baru tiba. Puteri Shalina melihat kesibukan di istana. Para pegawai istana sibuk menghias istana, merangkai bunga, menyiapkan makanan dan  minuman untuk menyambut perayaan tahun baru. Beberapa pegawai istana lainnya sibuk membuat terompet dan menghiasnya dengan kertas yang berwarna-warni. Setiap tahun di istana selalu menyelenggarakan pesta untuk menyambut datangnya tahun baru. Raja, permaisuri, puteri-puteri raja serta seluruh penghuni istana bergembira ria menyambut malam tahun baru dan meniup terompet bersama-sama sambil menikmati makan dan minuman istimewa.
Namun Puteri Shalina merasa sedih. Sepanjang tahun ini beberapa wilayah dikerajaan tertimpa bencana. Banjir, longsor, gempa bumi, silih berganti menimpa beberapa wilayah  kerajaan. Namun bagi penghuni istana beragam bencana yang menimpa penduduk itu tidak begitu berpengaruh bagi mereka karena bencana itu terjadi di wilayah yang cukup jauh dari istana.
Puteri Shalina memiliki seorang pelayan yang selalu setia menemaninya kemanapun dia pergi. Namanya Popino. Pagi itu Shalina memanggil Popino.
“Popino, hari ini antar aku jalan-jalan ke perkampungan, ya.” Kata Puteri Shalina.
“Baik, Tuan Puteri.”
“Popino, bawalah uang secukupnya juga  makanan minuman yang agak banyak untuk bekal kita berjalan-jalan sepanjang hari ini.” Kata Puteri Shalina mengingatkan Popino.
“Baik, Tuan Puteri.” Sahut Popino.
Popino  segera menyiapkan beragam bekal makanan dan minuman yang cukup banyak seperti yang diperintahkan puteri Shalina kepadanya. Karena bekal itu cukup banyak, Popino menaruhnya pada kuda yang berbeda dengan yang ditunggangi dirinya dan ditunggangi oleh puteri Shalina. Setelah menyiapkan bekal, Puteri Shalina menunggangi kuda poni kesayangannya. Demikian juga dengan Popino. Diapun menunggangi seekor kuda poni. Dibelakang mereka diikuti  seekor kuda poni lain yang membawa bekal makanan dan minuman diatas punggungnya. Popino memegang tali kuda itu.
Setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh, tibalah mereka pada sebuah perkampungan. Shalina melihat penduduk sedang sibuk bekerja bergotong royong memperbaiki gubuk-gubuk mereka yang rusak porak poranda akibat gempa. Ada yang memperbaiki atap. Ada yang membuat dinding dari bilik. Ada yang menggergaji kayu. Dan beragam pekerjaan lainnya yang dikerjakan secara bergotong royong. Demikian pula dengan anak-anak kecil. Mereka ikut sibuk bekerja membantu pekerjaan orangtua mereka.
Puteri Shalina mendekati salah seorang gadis kecil berpakaian lusuh yang sedang  mengumpulkan kayu-kayu yang sudah tidak terpakai.
“Untuk apa kayu-kayu itu?”  tanya  Shalina.
“Untuk kayu bakar, tuan puteri.” Sahut anak itu.
“Dua hari lagi tahun baru tiba. Apakah engkau akan merayakan malam pergantian tahun baru bersama keluarga dan teman-temanmu?” tanya Puteri Shalina.
“Merayakan tahun baru?” tanya anak itu, seakan aneh mendapat pertanyaan itu. “Bagaimana mungkin kami disini dapat merayakan tahun baru sementara keadaan kampung kami porak poranda dilanda gempa. Diperkampungan sebelah keadaannya tidak jauh berbeda dengan perkampungan kami. Sepanjang tahun ini perkampungan sebelah sudah dua kali dilanda gempa yang menghancurkan hampir semua rumah diperkampungan itu.”
“Oh, maafkanlah pertanyaaanku tadi, kawanku.” Kata Shalina.
Shalina bersama Popino melanjutkan kembali perjalanan. Akhirnya mereka tiba diperkampungan yang tidak jauh dari perkampungan yang pertama mereka singgahi. Kembali Shalina melihat keadaan yang tidak jauh berbeda dengan keadaan yang dilihatnya di perkampungan tadi. Dia melihat seorang gadis kecil sedang menggendong adiknya yang nampak baru berusia beberapa bulan. Adiknya sedang menagis keras. Shalina mendekati gadis kecil itu.
“Kenapa adikmu menangis?” tanya Shalina.
“Adikku merasa lapar. Dia ingin makan.” Sahut gadis kecil itu.
“Kemanakah ayah dan ibumu?” tanya Shalina lagi.
Gadis kecil itu mendadak berlinang air mata. “Ayahku meninggal ketika terjadi gempa dikampung kami beberapa waktu lalu. Ayah tertimpa atap rumah kami yang roboh. Rumah kami hancur. Kini kami hidup berempat. Aku, ibuku dan kedua adikku.” Ujar gadis itu.
“Sekarang kemana ibumu dan dadikmu yang seorang lagi?” tanya Shalina.
“Ibuku dan adikku sedang mencari makanan. Setiap hari ibu dan adikku yang satu itu mencari makanan yang bisa kami makan sementara aku diberi tugas menjaga adikku yang masih kecil ini.”
Air mata Shalina hampir jatuh. Gadis kecil ini dengan keluarganya hanyalah sebagian kecil korban bencana alam. Seandainya dia terus melangkah, pastinya masih banyak gadis kecil lainnya yang nasibnya tidak jauh berbeda dengan gadis kecil yang ditemuinya ini.
“Ambilah ini sedikit makanan dan minuman.” Kata Shalina. “Dan berikan uang ini pada ibumu untuk membeli makanan.”
“Oh, terima kasih, tuan puteri.” Ujar gadis kecil itu dengan penuh suka cita. Bergegas diberikannya makan dan minuman kepada adiknya yang masih menangis. Anak kecil itu mendadak berhenti menangis dan memakan makanan  pemberian puteri Shalina dengan lahap.
Hari sudah sore ketika Shalina dan Popino tiba kembali di istana. Kuda yang membawa bekal makanan nampak riang gembira karena diatas punggungnya sudah tidak ada lagi beban makanan dan minuman. Semua bekal makanan dan minuman sudah habis dibagi-bagikan Shalina kepada penduduk yang tertimpa bencana alam.
Ketika masuk ke istana, Shalina melihat beberapa pegawai istana sedang membuat terompet.  Shalina menemui ayahnya. Dia menceritakan perjalanannya siang tadi dan menceritakan apa yang dilihatnya diperkampungan-perkampungan yang tertimpa bencana.
“Ayah, disaat nanti kita semua di istana merayakan  malam pergantian tahun baru bersama-sama, dibeberapa perkampungan hampir semua penduduk sedang sibuk bekerja memperbaiki rumah mreka yang porak poranda. Bukan hanya rumah-rumah mereka yang rusak, mereka pun sudah tidak punya harta benda  lagi. Bahkan untuk makanan pun mereka memerlukan datangnya bantuan.”
Raja tersenyum menatap puterinya. “Shalina, sepanjang tahun  ini bencana alam, gempa bumi, banjir, seakan tidak berhenti terjadi dibeberapa perkampungan diwilayah kerajaan kita. Namun  bencana semacam itu sudah biasa terjadi. Pihak kerajaan sudah  menyumbang banyak bantuan untuk meringankan penderitaan mereka. Apa yang kau lihat tadi jangan terlalu kau risaikan. Dua hari lagi kita akan merayakan malam pergantian tahun baru. Bergembiralah bersama-saudara-saudaramu dan seluruh penghuni istana.”
“Oh ayah. Aku tidak mengerti. Sebagai raja seharusnya ayah ikut merasakan penderitaan rakyatmu.” Airmata Shalina berlinang.
“Di istana ayah hidup senang sementara rakyat ayahanda sedang ditimpa musibah dan penderitaan.”
“Lalu, apa maumu,Shalina? Sudah semestinya seorang raja seperti ayahmu ini hidup senang, bukan? Bukankah  ayah adalah seorang raja.” Ujar raja dengan gusar.
“Ayah maafkanlah kelancanganku ini.” kata Shalina. “Dengan kewenangan ayah sebagai seorang raja, ayah bisa merubah acara yang akan berlangsung di istana untuk menyambut perayaan malam tahun baru. Tidak ada pesta meriah dan poya-poya di istana. Makanan minuman yang  sudah dipersiapkan untuk menyambut perayaan tahun baru, bisa  kita kirimkan keperkampungan-perkampungan dimana sebagian besar rakyat ayahanda tengah dilanda kelaparan. Cobalah ayah pergi ke salah satu perkampungan yang sedang dilanda bencana itu,  dengarkanlah oleh ayah tangisan anak-anak kecil yang kelaparan, anak-anak yang kehilangan orangtuanya,  ataupun  penderitaan-penderitaan lain yang sedang mereka rasakan saat ini akibat bencana yang menimpa mereka perkampungan mereka.”
Raja tertegun mendengar ucapan Shalina, mendadak mata raja berlinang. Diusapnya kepala Shalina.
“Shalina, betapa mulia hatimu.” Ujar raja penuh haru. “Aku punya  enam orang anak. Perempuan semua. Engkau anakku nomor lima. Namun diantara keeanam anakku, hanya engkaulah yang memiliki kepekaan terhadap lingkungan sekitarmu dan rakyat kerajaan ini. Engkaulah yang paling penuh perhatian terhadap keadaan rakyat dikerajaan ini. Baiklah, ayah berjanji akan membatalkan pesta di malam tahun baru. Masih ada waktu untuk membatalkan rencana itu. Makanan yang sudah terlanjur  dibuat akan kita kirimkan keperkampungan-perkampungan yang sedang dilanda bencana. Juga kita membawa bantuan-bantuan lain seperti pakaian, selimut, dan barang-barang lain yang pasti sangat mereka butuhkan saat ini. Engkau benar, Shalina,. Dibandingkan penghuni istana, rakyat di perkampungan yang sedang tertimpa bencana lebih membutuhan makanan-makanan itu.”
“Oh terima kasih, ayah.” Ujar Shalina  gembira.
Siang hari menjelang malam pergantian tahun baru, pegawai istana sibuk mengirimkan berpeti-peti makanan dan minuman ke beberapa  perkampungan yang sedang dilanda bencana. Salah seorang pegawai yang mendapat tugas membuat ratusan terompet menemui Shaliha, dan bertanya, “Tuan puteri, lalu bagaimana dengan ratusan terompet yang telah terlanjur dibuat ini, kalau diistana tidak ada pesta malam tahun baru?”
“Sisihkan beberapa buah terompet itu untuk orang-orang istana termasuk aku.” Kata Shalina. “Sisanya kau kirimkan  ke perkampungan yang sedang dilanda bencana. Berikan terompet-terompet itu pada anak-anak kecil. Biarlah dimalam pergantian tahun baru nanti anak-anak itu mendapatkan kegembiraan bisa meniup terompet bersama-sama dengan teman-temannya dan  sejenak mereka melupakan kesedihan mereka akibat bencana yang menimpa perkampungan mereka.”
Dimalam tahun baru Shalina sudah berada ditengah-tengah penduduk perkampungan yang terkena bencana. Perkampungan nampak terang benderang oleh cahaya api obor yang menyala pada tiang-tiang. Shalina bergembira meniup terompet bersama-sama anak-anak dikampung itu. Bahkan raja, permaisuri, puteri-puteri raja lainnya  serta pergawia istana, ikut  serta menyambut tahun baru diperkampungan.  Shalina merasa gembira melihat anak-anak itu dengan wajah gembira mereka meniup terompet  bersahut-sahutan. Setidaknya untuk malam itu mereka bisa meplupakan musibah dan penderitaan mereka akibat bencana. Kegembiraan itu akan memberi  semangat dan harapan untuk menyambut hari esok yang lebih baik,  buat  mereka, juga buat orang tua mereka serta seluruh penduduk lainnya.
--- 0 ---

Tidak ada komentar:

Posting Komentar