Pada jaman dahulu kala,
pada sebuah kerajaan hiduplah seorang puteri yang bernama Puteri Eliza. Puteri
Eliza seorang puteri yang periang dan baik hati namun dia pemalas dan terlalu
gemar makan makanan yang enak-enak dan lezat-lezat sehingga makin lama tubuhnya
makin gemuk. Puteri Eliza bersahabat akrab dengan bibi Muna, kepala tukang
masak istana yang dengan baik hati selalu membuatkan makanan yang enak-enak dan
lezat untuk puteri Eliza, puteri kesayangannya itu. Kue tart yang lezat, ayang
goreng bungkus tepung, donat ditaburi keju dan coklat, black forest dan ice
cream hanyalah sebagian kecil makanan kesukaan puteri Eliza yang suka dibuatkan
oleh bibi Muna.
Raja dan ratu merasa sedih
melihat kebiasaan puteri Eliza yang
terlalau gemar makan. Mereka sedih melihat tubuh puteri Eliza yang semakian
hari semakin gendut. Wajahnya yang cantik seakan tersembunyi dibalik pipinya
yang semakin lama semakin bulat.
“Anakku, coba di rem
sedikit kebiasaanmu makan terlalu banyak itu.” Tegur Ratu suatu hari. “Bunda
kasihan melihatmu. Tubuhmu makin lama makin gemuk saja. Bunda khawatir,
jangan-jangan nanti tidak ada seorangpun pangeran yang mau mempersuntingmu.”
“Aku tidak bisa, Bunda.”
Sahut Puteri Eliza sambil menjilat ice creamnya dengan nikmat. “Setiap saat
perutku selalu terasa lapar. Kalau aku tidak makan, nanti aku malah akan
sakit.”
“Kalau kamu tidak bisa
menghentikan kebiasaanmu makan banyak, berolahragalah yang teratur setiap hari untuk menjaga berat
badanmu agar tetap seimbang.” Kata Ratu lagi. “Biasakanlah bangun pagi dan
berlari-larilah mengelilingi halaman istana kita yang luas ini. Dengan lari
pagi akan membuatmu sehat dan langsing.”
“Aku malas bangun pagi,
Bunda.” Sahut Puteri Eliza lagi. Tak bosan-bosannya membantah apapun yang
diucapkan ibunya. “Udara pagi yang dingin membuatku menggigil kedinginan.
Bisa-bisa nanti aku jatuh sakit.”
“Kamu selalu saja
membantah Eliza! Apa yang ibu sarankan sebenarnya untuk kebaikanmu juga.” Ratu
menatap anaknya dengan perasaan kesal lalu pergi meninggalkan puteri Eliza.
Ketika ibunya telah pergi,
bergegas puteri Eliza pergi ke dapur istana menemui Bibi Muna. Dia melangkah
dengan langkah yang berat. Sialan, pikirnya. Makin lama aku makin susah
berjalan cepat. Padahal dulu aku selalu jadi juara lari kalau ada perlombaan
lari di istana. Di dapur dia melihat Bibi Muna sedang sibuk memasak seperti
biasanya.
“Halo bibi Muna, memasak
apa hari ini untukku?” sapa puteri Elizsa sambil mengambil kue kering kenari
yang baru dibuat oleh bibi Muna. Kue itu masih terasa hangat karena baru keluar
dari open.
“Oh tuan Puteri, hari ini
Bibi Muna membuatkan aneka macam makanan kesukaan tuanku. Bermainlah dulu di
taman, nanti bibi akan mengantarkan semua makanan kesukaanmu ke taman.”
“Terima kasih, Bibi Muna.”
Ucap puteri Eliza gembira.
Siang itu Puteri Eliza duduk ditaman bunga sambil
bermain-main dengan si Pungki, anak macan, binatang peliharaannya ketika bibi
Muna datang menghampirinya dengan membawa sekeranjang penuh makanan.
“Puteri, bibi membawakan
banyak makanan untukmu.” Kata bibi Muna sambil menaruh keranjang makanan diatas
rumput yang telah dialasi sehelai kain. Lalu bibi Muna mengeluarkan aneka macam
makanan, cake, buah-buahan dan minuman kesukaan puteri Eliza.
Puteri Eliza berhenti
bermain. Sesaat kemudian dia sudah asyik melahap daging kalkun bumbu pedas, lalu
tangannya mengambil biskuit kentang, cake coklat tabur kacang, anggur, apel,
puding dan lalu mengambil semangkuk besar ice cream. Hemm, lezat!
“Bibi Muna benar-benar
pintar memasak dan membuat kue. Semua makanan ini enak dan lezat. Oh, sampai
kenyan perutku.” Kata puteri Eliza agak terengah-engah kekenyangan.
Bibi Muna tersenyum
menatap Puteri Eliza. “Tuan puteri, semakin hari puteri kelihatan semakin gemuk
saja. Apa tuanku tidak merasa khawatir diri tuanku tidak menarik lagi bila
terlalu gemuk?”
Puteri Eliza tertawa.
“Kenapa aku harus merasa khawatir, Bibi? Aku bisa makan enak setiap hari sudah
menyenangkan hatiku. Apalagi yang perlu aku khawatirkan?”
“Tapi tuanku, bukankah
hidup tidak hanya untuk makan?” ucap Bibi Muna dengan sabar. “Suatu saat puteri
harus menikah. Bibi merasa khawatir, bila tubuh tuan puteri terlalu gemuk,
jangan-jangan nanti tidak akan ada lagi pangeran dari kerajaan lain yang mau
mempersuntingmu karena puteri terlalu gemuk dan tidak menarik lagi.”
Puteri Eliza tidak
memperdulikan ucapan bibi Muna. Dia malah mengambil beberapa potong biskuit
keju dan memakannya dengan nikmat.
“Tuanku, bibi mengatakan
hal itu karena kemarin bibi mendengar pangeran dari negara tetangga akan
mengundang seluruh puteri-puteri dari kerajaan tetangga untuk menghadiri
perayaan ulang tahunnya. Pada acara itu, pangeran sekaligus akan mencari
seorang puteri yang akan dipersuntingnya menjadi seorang istri.”
“Banyakkah puteri-puteri
dari kerajaan lain yang diundang, bibi?” tanya Puteri Eliza sambil mengambil
kembali semangkuk ice cream.
“Menurut berita, hampir
seluruh puteri dari kerajaan – kerajaan tetangga akan diundang termasuk
tentunya tuanku sendiri.”
Ketika puteri Eliza kembali keistana, dia disambut oleh ibunya
yang sedang duduk berdampingan dengan ayahnya. Ibunya memegang sehelai kartu undangan.
“Eliza, Pangeran Ronald
mengundangmu menghadiri perayaan hari ulang tahunnya.: kata raja dengan suara
gembir begitu melihat kedatangan puterinya. “Datanglah menghadiri perayaan ulang
tahunnya itu karena pangeran Ronald akan sekalian mencari seorang puteri untuk dipersuntingnya.”
“Bunda sudah menyiapkan
sebuah gaun pesta yang indah dikamarmu untuk kau kenakan dipesta nanti.” Kata
Ratu sambil tersenyum menatap anaknya. “Lengkap dengan perhiasan emas berlian
dan sepatu bertahtakan mutiara. Lusa berdandanlah yang cantik dan pakailah gaun
yang indah itu agar pangeran Ronald tertarik kepadamu.”
“Terima kasih ayah,
bunda.” Kata puteri Eliza sambil berlari kekamarnya. Ketika masuk kekamarnya,
dia terpekik riang. Dia melihat sehelai gaun pesta yang sangat indah tergeletak
diatas tempat tidurnya. Lengkap dengan
sepatu bertahtakan mutiara dan sekotak perhiasan emas berlian yang indah
berkilauan. Dia mencoba gaun itu dan
berputar-putar sambil bercermin. Dia yakin, Pangeran Ronald akan tertarik
kepadanya dan mempersuntingnya.
Pada hari yang telah
ditentukan, berangkatlah Puteri Eliza ke istana kerajaan Pangeran Ronald dengan
kereta kencana. Ketika tiba di istabam dia melihat sudah banyak puteri-puteri
dari kerajaan lain yang telah datang. Gaun-gaun
yang mereka kenakan semuanya begitu indah. Juga sepatu dan perhiasan
yang melekat ditubuh mereka. Sama indahnya dengan yang dikenakannya sendiri. Tapi
tak ada seorangpun dari mereka yang bertubuh gemuk. Puteri Eliza berdiri
kebingungan. Dia merasa minder. Dia sudah merasa kalah sebelum bertanding.
Malam itu merupakan malam
yang menyakitka bagi Puetri Eliza. Pangeran Ronald sama sekali tidak tertarik
kepadanya. Bahkan tidak melirik
sedikitpun kepadanya. Pangeran Ronald sibuk mengajak berdansa pada
puteri-puteri lain yang hadir secara berganti-ganti. Setiap kali Pangeran
Ronald mendekat kearahnya, puteri Eliza menatap dengan penuh harap akan diajak
berdansa oleh sang pangeran, namun kemudian dia berubah menjadi kecewa ketika
yang diajak berdansa oleh pangeran Ronald adalah puteri lain yang berdiri
didekatnya.
Setelah pesta usai, dia
pulang dengan perasaan kecewa. Tapi tak diceritakannya
kejadian pahit di istana itu kepada orang tuanya. Dia hanya memendam
kesedihannya didalam hati. Meskipun
begitu, dia merasa ayah dan ibunya dapat merasakan kekecewaannya.
Setelah itu Puteri Eliza
menjadi berubah. Aku ingin tubuhku menjadi langsing. Puteri Eliza bertekad
dalam hati. Aku ingin menjadi seorang puteri yang cantik dan menarik.
Suda berminggu-minggu
lamanya Ratu dan Bibi Muna menyimpan perasaan heran dengan perubahan yang
terjadi pada Puteri Eliza. Puteri Eliza jadi tidak mau lagi makan
banyak-banyak. Dia hanya makan secukupnya saja dan lebih sering hanya makan
buah-buahan saja. Makanan-makanan lezaat kesukaannya hampir tak pernah
disentuhnya lagi. Padahal hampir setiap hari Bibi Muna masih setia membuatkan
makanan-makanan lezat itu untuk puteri Eliza seperti biasanya.
Disamping itu hampir
setiap hari Puteri Eliza bangun pagi dan berlari-lari mengelilingi istana.
Sering ratu memperhatikan kelakuan puterinya dari balik jendela istana dengan
perasaan heran, sepagi itu puteri Eliza sudah bangun dan berlari-lari dengan
bersemangat. Tapi ratu tidak banyak
bertanya. Dia malah merasa senang puteri Eliza tidak pemalas lagi dan mau
bangun pagi. Yang lebih mengherankan,
bahkan puteri Eliza selalu membereskan sendiri kamar tidurnya setiap hari dan tidak menyuruh
pelayan istana seperti biasanya. Puteri Eliza sudah bukan lagi seorang puteri
yang pemalas.
Makin lama tubuh puteri
Eliza makin langsing berisi. Yang lebih menakjubkan, wajahnya semakin cantik
berseri-seri. Kulitnya putih bersih dan kecantikannya seperti sekuntum mawar
yangtenag merekah disinari mentari pagi.
“Makin lama dia makin
mirip seorang puteri raja.” Komentar ayahnya ketika sedang bersantap dengan
ratu ditaman. Puteri Elizaa sedang duduk merangkai bunga kedalam jambangan
didekat orang tuanya. Jambangan bunga
itu akan diletakannya dikamar tidurnya. “Waktu tubuhnya masih gemuk, aku sering merasa khawatir,
jangan-jangan orang-orang dari kerajaan tetangga mengira dia anak bibi Muna.
Habis tubuh mereka sama gemuknya, sih.”
“Saya juga merasa senang,
kanda.” Sahut ratu. “Eliza sudah berubah. Sekarang dia tidak pemalas lagi. Dia
jadi rajin membantu bekerja dan tidak hanya memikirkan makanan dan bermain-main
saja seperti dulu.”
“Mudah-mudahan dia segera
bertemu dengan jodohnya.” Kata raja lagi.
“Ya, mudah-mudahan saja.”
Sahut ratu. “Oh ya memang kebetulan, tadi pagi datang undangan dari Raja Charles. Dia akan mencari seroang puteri
untuk putera mahkota, pangeran Willy.”
“Sebuah kabar yang baik,
dinda.” Ujar raja gembira. “Aku kenal baik dengan Raja Charles. Dan aku pun
sudah mengenal pangeran Willy. Dia seorang pangeran yang baik budi dan pintar.”
“Mudah-mudahan pangeran
Willy menyenangi puteri kita, kanda. Dengan begitu kekecewaanku pada pangeran
Ronald yang tidak memandang sebelah mata pada anak kita akan terobati.”
“Tentu saja. Lagi pula
dibandingkan dengan Pangeran Ronald, jelas lebih baik pangeran Willy dari hal
apapun. Aku sangat bangga bila punya menanti seperti pangeran Willy.”
“Kita berdoa saja, semoga
mereka berjodoh.”
Ketika Puteri Eliza datang
ke pesta pangeran Willy, sudah banyak puteri-puteri dari kerajaan lain yang
telah datang. Dia agak kecewa. Ah, seandainya dia tidak terlalu lama berdandan,
barangkali dia tidak akan datang
terlambat/ Sekali lagi dia melihat pantulan
diorinya pada kaca kereta kencana. Dia seakan bukan sedang melihat
bayangan dirinya. Pada pantulan kaca itu,dia melihat seorang puteri cantik
dengan tubuh langsing yang mengenakan gaun pesta warna ungu yang indah yang
menyentuh lantai serta perhiasan yang berkilauan melekat dilehernya. Begitu
anggun dan menawan. Sebelum berangkat tadi, ayah dan ibunya pun sampai
terkesima menatapnya. Tak mengira bila yang akan pergi ke pesta itu adalah
puteri mereka sendiri. Rupanya ayah dan ibunya punpangling melihatnya.
Perlahan-lahan Puteri
Eliza menaiki tangga istana. Bunyi musik yang meriah terdengar sampai keluar.
Puteri Eliza terus melangkah. Ketika dia masuk kedalam istana dimana pesta tengahd diselenggarakan, dia melihat
seorang pangeran tampan sedang berdiri sendirian ditengah ruangan seperti
tengah kebingungan. Matanya memperhatikan setiap puteri yang hadir diruangan
itu dengan cermat dan teliti. Mendadak mata pangeran itu berhenti diambang
pintu dan menatap puteri Eliza. Mereka bertemu pandang. Wajah pangeran itu
menjadi cerah seketika. Dengan gerakan tangannya dia mengisyaratkan musik dihentikan.
Musik berhenti seketika. Lalu pangeran itu mendekati puteri Eliza.
“Senang sekali perasaan
hamba melihat kedatangan anda, puteri.” Kata pangeran dengan ramah dan sopan.
“Bolehkan hamba mengetahui nama anda, puteri?”
“Namaku Eliza.” Shaut
puteri Eliza penuh rasa percaya diri. Dia merasa senang pangeran itu
mendekatinya dan semua mata yang ada diruangan pesta itu memandang kearah
mereka. “Dan bolehkah pula saya mengetahui nama anda, pangeran?” tanya puteri
Eliza pura-pura. Padahal dalam hati dia
sudah merasa kalau pangeran yang sedang menghampirinya itu adalah pangeran
Willy.
“Nama saya Willy.” Sahut
pangeran itu dengan santun.
“Oh, pangeran Willy. Maaf,
kita memang tidak pernah berjumpa sebelumnya.”
Puteri Eliza tersenyum manis menatap pangeran Willy.
“Maukah puteri berdansa
denganku?” tanya pangeran Willy lagi.
“Oh, tentu saja, Pangeran.
Dengan senang hati.” Sahut puteri Eliza gembira.
Pangeran Willy memberi
isyarat lagi dengan tangannya agar musik dimainkan lagi. Musik berbunyi lagi.
Sesaat kemudian pangeran Willy dan puteri Eliza sudah asyik berdansa bersua
ditenga-tengah ruangan pesta yang luas dan megah. Malam itu puteri Eliza merasa
bahagia sekali.
Kebahagiaanputeri Eliza
semakin lengkap ketika beberapa waktu kemudian setelah pertemuan mereka di pesta
itu, pangeran Willy mempersuntingnya. Mereka hidup bahagia dan tentram sampai
tua.
--- 0 ---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar