Jumat, 10 Mei 2013

PUTRI ELIZA






Pada jaman dahulu kala, pada sebuah kerajaan hiduplah seorang puteri yang bernama Puteri Eliza. Puteri Eliza seorang puteri yang periang dan baik hati namun dia pemalas dan terlalu gemar makan makanan yang enak-enak dan lezat-lezat sehingga makin lama tubuhnya makin gemuk. Puteri Eliza bersahabat akrab dengan bibi Muna, kepala tukang masak istana yang dengan baik hati selalu membuatkan makanan yang enak-enak dan lezat untuk puteri Eliza, puteri kesayangannya itu. Kue tart yang lezat, ayang goreng bungkus tepung, donat ditaburi keju dan coklat, black forest dan ice cream hanyalah sebagian kecil makanan kesukaan puteri Eliza yang suka dibuatkan oleh bibi Muna.
Raja dan ratu merasa sedih melihat kebiasaan puteri  Eliza yang terlalau gemar makan. Mereka sedih melihat tubuh puteri Eliza yang semakian hari semakin gendut. Wajahnya yang cantik seakan tersembunyi dibalik pipinya yang semakin lama semakin bulat.
“Anakku, coba di rem sedikit kebiasaanmu makan terlalu banyak itu.” Tegur Ratu suatu hari. “Bunda kasihan melihatmu. Tubuhmu makin lama makin gemuk saja. Bunda khawatir, jangan-jangan nanti tidak ada seorangpun pangeran yang mau mempersuntingmu.”
“Aku tidak bisa, Bunda.” Sahut Puteri Eliza sambil menjilat ice creamnya dengan nikmat. “Setiap saat perutku selalu terasa lapar. Kalau aku tidak makan, nanti aku malah akan sakit.”
“Kalau kamu tidak bisa menghentikan kebiasaanmu makan banyak, berolahragalah yang  teratur setiap hari untuk menjaga berat badanmu agar tetap seimbang.” Kata Ratu lagi. “Biasakanlah bangun pagi dan berlari-larilah mengelilingi halaman istana kita yang luas ini. Dengan lari pagi akan membuatmu sehat dan langsing.”
“Aku malas bangun pagi, Bunda.” Sahut Puteri Eliza lagi. Tak bosan-bosannya membantah apapun yang diucapkan ibunya. “Udara pagi yang dingin membuatku menggigil kedinginan. Bisa-bisa nanti aku jatuh sakit.”
“Kamu selalu saja membantah Eliza! Apa yang ibu sarankan sebenarnya untuk kebaikanmu juga.” Ratu menatap anaknya dengan perasaan kesal lalu pergi meninggalkan puteri Eliza.
Ketika ibunya telah pergi, bergegas puteri Eliza pergi ke dapur istana menemui Bibi Muna. Dia melangkah dengan langkah yang berat. Sialan, pikirnya. Makin lama aku makin susah berjalan cepat. Padahal dulu aku selalu jadi juara lari kalau ada perlombaan lari di istana. Di dapur dia melihat Bibi Muna sedang sibuk memasak seperti biasanya.
“Halo bibi Muna, memasak apa hari ini untukku?” sapa puteri Elizsa sambil mengambil kue kering kenari yang baru dibuat oleh bibi Muna. Kue itu masih terasa hangat karena baru keluar dari open.
“Oh tuan Puteri, hari ini Bibi Muna membuatkan aneka macam makanan kesukaan tuanku. Bermainlah dulu di taman, nanti bibi akan mengantarkan semua makanan kesukaanmu ke taman.”
“Terima kasih, Bibi Muna.” Ucap puteri Eliza gembira.
Siang  itu Puteri Eliza duduk ditaman bunga sambil bermain-main dengan si Pungki, anak macan, binatang peliharaannya ketika bibi Muna datang menghampirinya dengan membawa sekeranjang penuh makanan.
“Puteri, bibi membawakan banyak makanan untukmu.” Kata bibi Muna sambil menaruh keranjang makanan diatas rumput yang telah dialasi sehelai kain. Lalu bibi Muna mengeluarkan aneka macam makanan, cake, buah-buahan dan minuman kesukaan puteri Eliza.
Puteri Eliza berhenti bermain. Sesaat kemudian dia sudah asyik melahap daging kalkun bumbu pedas, lalu tangannya mengambil biskuit kentang, cake coklat tabur kacang, anggur, apel, puding dan lalu mengambil semangkuk besar ice cream. Hemm, lezat!
“Bibi Muna benar-benar pintar memasak dan membuat kue. Semua makanan ini enak dan lezat. Oh, sampai kenyan perutku.” Kata puteri Eliza agak terengah-engah kekenyangan.
Bibi Muna tersenyum menatap Puteri Eliza. “Tuan puteri, semakin hari puteri kelihatan semakin gemuk saja. Apa tuanku tidak merasa khawatir diri tuanku tidak menarik lagi bila terlalu gemuk?”
Puteri Eliza tertawa. “Kenapa aku harus merasa khawatir, Bibi? Aku bisa makan enak setiap hari sudah menyenangkan hatiku. Apalagi yang perlu aku khawatirkan?”
“Tapi tuanku, bukankah hidup tidak hanya untuk makan?” ucap Bibi Muna dengan sabar. “Suatu saat puteri harus menikah. Bibi merasa khawatir, bila tubuh tuan puteri terlalu gemuk, jangan-jangan nanti tidak akan ada lagi pangeran dari kerajaan lain yang mau mempersuntingmu karena puteri terlalu gemuk dan tidak menarik lagi.”
Puteri Eliza tidak memperdulikan ucapan bibi Muna. Dia malah mengambil beberapa potong biskuit keju dan memakannya dengan nikmat.
“Tuanku, bibi mengatakan hal itu karena kemarin bibi mendengar pangeran dari negara tetangga akan mengundang seluruh puteri-puteri dari kerajaan tetangga untuk menghadiri perayaan ulang tahunnya. Pada acara itu, pangeran sekaligus akan mencari seorang puteri yang akan dipersuntingnya menjadi seorang istri.”
“Banyakkah puteri-puteri dari kerajaan lain yang diundang, bibi?” tanya Puteri Eliza sambil mengambil kembali semangkuk ice cream.
“Menurut berita, hampir seluruh puteri dari kerajaan – kerajaan tetangga akan diundang termasuk tentunya tuanku sendiri.”
Ketika puteri Eliza  kembali keistana, dia disambut oleh ibunya yang sedang duduk berdampingan dengan ayahnya. Ibunya memegang sehelai  kartu undangan.
“Eliza, Pangeran Ronald mengundangmu menghadiri perayaan hari ulang tahunnya.: kata raja dengan suara gembir begitu melihat kedatangan puterinya. “Datanglah menghadiri perayaan ulang tahunnya itu karena pangeran Ronald akan sekalian mencari seorang  puteri untuk dipersuntingnya.”
“Bunda sudah menyiapkan sebuah gaun pesta yang indah dikamarmu untuk kau kenakan dipesta nanti.” Kata Ratu sambil tersenyum menatap anaknya. “Lengkap dengan perhiasan emas berlian dan sepatu bertahtakan mutiara. Lusa berdandanlah yang cantik dan pakailah gaun yang indah itu agar pangeran Ronald tertarik kepadamu.”
“Terima kasih ayah, bunda.” Kata puteri Eliza sambil berlari kekamarnya. Ketika masuk kekamarnya, dia terpekik riang. Dia melihat sehelai gaun pesta yang sangat indah tergeletak diatas tempat tidurnya.  Lengkap dengan sepatu bertahtakan mutiara dan sekotak perhiasan emas berlian yang indah berkilauan. Dia mencoba  gaun itu dan berputar-putar sambil bercermin. Dia yakin, Pangeran Ronald akan tertarik kepadanya dan mempersuntingnya.
Pada hari yang telah ditentukan, berangkatlah Puteri Eliza ke istana kerajaan Pangeran Ronald dengan kereta kencana. Ketika tiba di istabam dia melihat sudah banyak puteri-puteri dari kerajaan lain yang telah datang. Gaun-gaun  yang mereka kenakan semuanya begitu indah. Juga sepatu dan perhiasan yang melekat ditubuh mereka. Sama indahnya dengan yang dikenakannya sendiri. Tapi tak ada seorangpun dari mereka yang bertubuh gemuk. Puteri Eliza berdiri kebingungan. Dia merasa minder. Dia sudah merasa kalah sebelum bertanding.
Malam itu merupakan malam yang menyakitka bagi Puetri Eliza. Pangeran Ronald sama sekali tidak tertarik kepadanya. Bahkan  tidak melirik sedikitpun kepadanya. Pangeran Ronald sibuk mengajak berdansa pada puteri-puteri lain yang hadir secara berganti-ganti. Setiap kali Pangeran Ronald mendekat kearahnya, puteri Eliza menatap dengan penuh harap akan diajak berdansa oleh sang pangeran, namun kemudian dia berubah menjadi kecewa ketika yang diajak berdansa oleh pangeran Ronald adalah puteri lain yang berdiri didekatnya.
Setelah pesta usai, dia pulang dengan perasaan kecewa. Tapi tak  diceritakannya  kejadian pahit di istana itu kepada orang tuanya. Dia hanya memendam kesedihannya didalam hati.  Meskipun begitu, dia merasa ayah dan ibunya dapat merasakan kekecewaannya.
Setelah itu Puteri Eliza menjadi berubah. Aku ingin tubuhku menjadi langsing. Puteri Eliza bertekad dalam hati. Aku ingin menjadi seorang puteri yang cantik dan menarik.
Suda berminggu-minggu lamanya Ratu dan Bibi Muna menyimpan perasaan heran dengan perubahan yang terjadi pada Puteri Eliza. Puteri Eliza jadi tidak mau lagi makan banyak-banyak. Dia hanya makan secukupnya saja dan lebih sering hanya makan buah-buahan saja. Makanan-makanan lezaat kesukaannya hampir tak pernah disentuhnya lagi. Padahal hampir setiap hari Bibi Muna masih setia membuatkan makanan-makanan lezat itu untuk puteri Eliza seperti biasanya.
Disamping itu hampir setiap hari Puteri Eliza bangun pagi dan berlari-lari mengelilingi istana. Sering ratu memperhatikan kelakuan puterinya dari balik jendela istana dengan perasaan heran, sepagi itu puteri Eliza sudah bangun dan berlari-lari dengan bersemangat. Tapi ratu  tidak banyak bertanya. Dia malah merasa senang puteri Eliza tidak pemalas lagi dan mau bangun pagi.  Yang lebih mengherankan, bahkan puteri Eliza selalu membereskan sendiri kamar  tidurnya setiap hari dan tidak menyuruh pelayan istana seperti biasanya. Puteri Eliza sudah bukan lagi seorang puteri yang pemalas.
Makin lama tubuh puteri Eliza makin langsing berisi. Yang lebih menakjubkan, wajahnya semakin cantik berseri-seri. Kulitnya putih bersih dan kecantikannya seperti sekuntum mawar yangtenag merekah disinari mentari pagi.
“Makin lama dia makin mirip seorang puteri raja.” Komentar ayahnya ketika sedang bersantap dengan ratu ditaman. Puteri Elizaa sedang duduk merangkai bunga kedalam jambangan didekat orang tuanya.  Jambangan bunga itu akan diletakannya dikamar tidurnya. “Waktu tubuhnya  masih gemuk, aku sering merasa khawatir, jangan-jangan orang-orang dari kerajaan tetangga mengira dia anak bibi Muna. Habis tubuh mereka sama gemuknya, sih.”
“Saya juga merasa senang, kanda.” Sahut ratu. “Eliza sudah berubah. Sekarang dia tidak pemalas lagi. Dia jadi rajin membantu bekerja dan tidak hanya memikirkan makanan dan bermain-main saja seperti dulu.”
“Mudah-mudahan dia segera bertemu dengan jodohnya.” Kata raja lagi.
“Ya, mudah-mudahan saja.” Sahut ratu. “Oh ya memang kebetulan, tadi pagi datang undangan dari Raja  Charles. Dia akan mencari seroang puteri untuk putera mahkota, pangeran Willy.”
“Sebuah kabar yang baik, dinda.” Ujar raja gembira. “Aku kenal baik dengan Raja Charles. Dan aku pun sudah mengenal pangeran Willy. Dia seorang pangeran yang baik budi dan pintar.”
“Mudah-mudahan pangeran Willy menyenangi puteri kita, kanda. Dengan begitu kekecewaanku pada pangeran Ronald yang tidak memandang sebelah mata pada anak kita akan terobati.”
“Tentu saja. Lagi pula dibandingkan dengan Pangeran Ronald, jelas lebih baik pangeran Willy dari hal apapun. Aku sangat bangga bila punya menanti seperti pangeran Willy.”
“Kita berdoa saja, semoga mereka berjodoh.”
Ketika Puteri Eliza datang ke pesta pangeran Willy, sudah banyak puteri-puteri dari kerajaan lain yang telah datang. Dia agak kecewa. Ah, seandainya dia tidak terlalu lama berdandan, barangkali dia tidak  akan datang terlambat/ Sekali lagi dia melihat pantulan  diorinya pada kaca kereta kencana. Dia seakan bukan sedang melihat bayangan dirinya. Pada pantulan kaca itu,dia melihat seorang puteri cantik dengan tubuh langsing yang mengenakan gaun pesta warna ungu yang indah yang menyentuh lantai serta perhiasan yang berkilauan melekat dilehernya. Begitu anggun dan menawan. Sebelum berangkat tadi, ayah dan ibunya pun sampai terkesima menatapnya. Tak mengira bila yang akan pergi ke pesta itu adalah puteri mereka sendiri. Rupanya ayah dan ibunya punpangling melihatnya.
Perlahan-lahan Puteri Eliza menaiki tangga istana. Bunyi musik yang meriah terdengar sampai keluar. Puteri Eliza terus melangkah. Ketika dia masuk kedalam istana dimana  pesta tengahd diselenggarakan, dia melihat seorang pangeran tampan sedang berdiri sendirian ditengah ruangan seperti tengah kebingungan. Matanya memperhatikan setiap puteri yang hadir diruangan itu dengan cermat dan teliti. Mendadak mata pangeran itu berhenti diambang pintu dan menatap puteri Eliza. Mereka bertemu pandang. Wajah pangeran itu menjadi cerah seketika. Dengan gerakan tangannya dia mengisyaratkan musik dihentikan. Musik berhenti seketika. Lalu pangeran itu mendekati puteri Eliza.
“Senang sekali perasaan hamba melihat kedatangan anda, puteri.” Kata pangeran dengan ramah dan sopan. “Bolehkan hamba mengetahui nama anda, puteri?”
“Namaku Eliza.” Shaut puteri Eliza penuh rasa percaya diri. Dia merasa senang pangeran itu mendekatinya dan semua mata yang ada diruangan pesta itu memandang kearah mereka. “Dan bolehkah pula saya mengetahui nama anda, pangeran?” tanya puteri Eliza pura-pura. Padahal dalam hati  dia sudah merasa kalau pangeran yang sedang menghampirinya itu adalah pangeran Willy.
“Nama saya Willy.” Sahut pangeran itu dengan santun.
“Oh, pangeran Willy. Maaf, kita memang  tidak pernah berjumpa sebelumnya.” Puteri Eliza tersenyum manis menatap pangeran Willy.
“Maukah puteri berdansa denganku?” tanya pangeran Willy lagi.
“Oh, tentu saja, Pangeran. Dengan senang hati.” Sahut puteri Eliza gembira.
Pangeran Willy memberi isyarat lagi dengan tangannya agar musik dimainkan lagi. Musik berbunyi lagi. Sesaat kemudian pangeran Willy dan puteri Eliza sudah asyik berdansa bersua ditenga-tengah ruangan pesta yang luas dan megah. Malam itu puteri Eliza merasa bahagia sekali.
Kebahagiaanputeri Eliza semakin lengkap ketika beberapa waktu kemudian setelah pertemuan mereka di pesta itu, pangeran Willy mempersuntingnya. Mereka hidup bahagia dan tentram sampai tua.

--- 0 ---

Tidak ada komentar:

Posting Komentar