Jumat, 10 Mei 2013

Dina, Peri Kecil Yang Nakal



Dina sebenarnya adalah seorang peri kecil yang manis dan lucu. Namun sayang, selama ini dia sering sekali membolos ke sekolah sehingga akhirnya jadi banyak pelajaran disekolahnya yang ketinggalan.


Ratu Peri sudah sering menegurnya namun Dina tidak pernah menggubris peringatan Ratu Peri. Dina lebih senang bermain-main di hutan bersama burung dan kupu-kupu. Dina adalah satu-satunya peri yang paling pemalas pergi ke sekolah sehingga akhirnya teman-temannya tidak pernah mengajaknya lagi pergi ke sekolah dan membiarkan Dina bermain-main di hutan.


Pada suatu  hari Dina pergi kerumah Mila, sahabatnya. Sayang  Mila sedang tidak ada dirumahnya ketika Dina masuk ke rumah Mila yang bersih dan rapi. Ya, Mila memang seorang peri yang rajin. Dia bukan hanya rajin belajar, namun juga rajin membersihkan rumahnya sehingga rumahnya selalu kelihatan bersih dan terawat dengan baik.


Dina melihat  tongkat wasiat milik Mila tergeletak diatas meja. Ya, karena Mila rajin pergi ke sekolah dan belajar dengan tekun dan rajin, Ratu Peri telah menghadiahkan sebuah tongkat wasiat kepada Mila. Biasanya Ratu Peri hanya menghadiahkan tongkat wasiat pada peri-peri dewasa yang telah lama belajar ilmu sihir. Namun karena Mila rajin belajar, Ratu Peri merasa terkesan dengan kerajinan dan ketekunannya sehingga menghadiahkan tongkat wasiat itu kepadanya.


Didekat tongkat wasiat itu, terbuka sebuah buku mantera. Rupanya sebelum pergi, Mila sedang belajar. Dina membuka-buka buku mantera itu. Ketika melihat sebuah gambar kue yang kelihatan enak pada buku mantera itu, mendadak Dina merasa tergiur.  Dia membayangkan kelezatan kue itu, kue yang pernah dicicipinya dulu ketika Ratu Peri merayakan ulang tahunnya. Saat itu begitu banyak kue-kue dan makanan lezat lainnya yang dihidangkan diistana  Ratu Peri  untuk merayakan ulang tahunnya.


“Nah, aku akan membuat kue seperti dalam buku mantera ini.” Kata Dina girang.


Dina segera mengambil tongkat wasiat milik Mila dan mengayun-ayunkannya seperti yang dilihatnya bila peri-peri lain menggunakan tongkat wasiatnya. “Sim salabim! Jadilah sebuah kue yang enak sekali!”


Namun yang terjadi kemudian tidak seperti yang diharapkannya. Bukan kue yang enak seperti yang diharapkan Dina, namun yang ada dihadapannya hanyalah sebuah kue yang terbuat  dari kertas. Kue yang sama persis dengan gambar dalam buku mantera itu.  Oh, Dina merasa kecewa sekali. Ternyata menyihir itu tidak mudah.

Dina lalu pergi ke ruang makan. Dia melihat ada sepotong kue tart diatas meja. Mungkin kue tart sisa Mila yang tidak dihabiskannya. Segera saja pikiran itu muncul di benak Dina. Dia ingin menyihir kue tart itu menjadi utuh kembali agar dia bisa menikmati sebuah kue tart yang besar.

“Sim salabim!” teriak Dina. “Jadilah sebuah kue tart yang buesaaaar sekali!”

Namun oh, apa yang terjadi? Kue tart itu memang besar  namun terus saja membesar tak berhenti.  Makin lama kue itu makin memenuhi meja makan dan akhirnya memenuhi ruangan dapur.

“Oh, sudah! Sudah! Berhentilah! Jangan membesar terus!” teriak Dina ketakutan.

Namun kue Tart itu ters saja membesar. Dina menjerit ketakutan. Dia berteriak-teriak meminta tolong. Pada saat itulah Mila muncul.

“Oh, kau nakal sekali, Dina!” tegur Mila marah.

“Aku tahu, kau telah menggunakan tongkat wasiatku untuk menyulap kue tart itu.” Kata Mila lagi. Bergegas dia merebut tongkat wasiatnya dari tangan Dina. Dan mengayun-ayunkannya. “Sim salabim!”

Kue tart yang besar itu hilang lenyap seketika. Yang tertinggal  adalah kue  tart sisa yang dimakan Milly tadi yang ada diatas meja makan.

“Makanya kau harus rajin ke sekolah, Dina.” Kata Mila. “Kau pikir menyihir itu gampang. Kalau tidak dipelajari dengan tekun dan sungguh-sungguh, sampai kapanpun kau tidak akan bisa menyihir.”

Dina mengangguk dengan perasaan malu. “Ya, mulai besok aku akan rajin pergi ke sekolah.” Katanya.

“Nah, sekarang aku akan menyulap sebuah kue tart untukmu.” Kata Mila lembut.  Dia merasa iba melihat raut wajah Dina yang kelihatan malu dan menyesal. “Tapi kau harus merubah kelakuanmu, Dina. Rajinlah pergi ke sekolah dan belajarlah yang tekun agar Ratu Peri kelak menghadiahimu tongkat wasiat.”

Dina mengangguk. Ya, dia menyesal selama ini dia selalu malas pergi ke sekolah, padahal banyak sekali yang harus dipelajarinya yang akan berguna baginya nanti.

Mila  lalu mengangkat tongkat wasiatnya dan mengayun-ayunkannya sambil mengucapkan mantera. Seketika sebuah kue tart yang lezat sudah tersedia diatas meja. Oh, alangkah senangnya perasaan Dina. Dia memuji kepintaran Mila.

Sambil menikmati kue tart itu, Dina berjanji akan merubah kelakuannya. Dia akan rajin pergi ke sekolah dan belajar dengan tekun agar nanti dia pun pintar menyihir seperti Mila.



--- 0 ---

Tidak ada komentar:

Posting Komentar