Dina sebenarnya adalah seorang peri kecil yang manis dan lucu. Namun sayang, selama ini dia sering sekali membolos ke sekolah sehingga akhirnya jadi banyak pelajaran disekolahnya yang ketinggalan.
Ratu Peri sudah sering menegurnya namun Dina tidak pernah menggubris peringatan Ratu Peri. Dina lebih senang bermain-main di hutan bersama burung dan kupu-kupu. Dina adalah satu-satunya peri yang paling pemalas pergi ke sekolah sehingga akhirnya teman-temannya tidak pernah mengajaknya lagi pergi ke sekolah dan membiarkan Dina bermain-main di hutan.
Pada suatu hari Dina pergi kerumah Mila, sahabatnya. Sayang Mila sedang tidak ada dirumahnya ketika Dina masuk ke rumah Mila yang bersih dan rapi. Ya, Mila memang seorang peri yang rajin. Dia bukan hanya rajin belajar, namun juga rajin membersihkan rumahnya sehingga rumahnya selalu kelihatan bersih dan terawat dengan baik.
Dina melihat tongkat wasiat milik Mila tergeletak diatas meja. Ya, karena Mila rajin pergi ke sekolah dan belajar dengan tekun dan rajin, Ratu Peri telah menghadiahkan sebuah tongkat wasiat kepada Mila. Biasanya Ratu Peri hanya menghadiahkan tongkat wasiat pada peri-peri dewasa yang telah lama belajar ilmu sihir. Namun karena Mila rajin belajar, Ratu Peri merasa terkesan dengan kerajinan dan ketekunannya sehingga menghadiahkan tongkat wasiat itu kepadanya.
Didekat tongkat wasiat itu, terbuka sebuah buku mantera. Rupanya sebelum pergi, Mila sedang belajar. Dina membuka-buka buku mantera itu. Ketika melihat sebuah gambar kue yang kelihatan enak pada buku mantera itu, mendadak Dina merasa tergiur. Dia membayangkan kelezatan kue itu, kue yang pernah dicicipinya dulu ketika Ratu Peri merayakan ulang tahunnya. Saat itu begitu banyak kue-kue dan makanan lezat lainnya yang dihidangkan diistana Ratu Peri untuk merayakan ulang tahunnya.
“Nah, aku akan membuat kue seperti dalam buku mantera ini.” Kata Dina girang.
Dina segera mengambil tongkat wasiat milik Mila dan mengayun-ayunkannya seperti yang dilihatnya bila peri-peri lain menggunakan tongkat wasiatnya. “Sim salabim! Jadilah sebuah kue yang enak sekali!”
Namun yang terjadi kemudian
tidak seperti yang diharapkannya. Bukan kue yang enak seperti yang diharapkan
Dina, namun yang ada dihadapannya hanyalah sebuah kue yang terbuat dari kertas. Kue yang sama persis dengan
gambar dalam buku mantera itu. Oh, Dina
merasa kecewa sekali. Ternyata menyihir itu tidak mudah.
Dina lalu pergi ke ruang
makan. Dia melihat ada sepotong kue tart diatas meja. Mungkin kue tart sisa
Mila yang tidak dihabiskannya. Segera saja pikiran itu muncul di benak Dina.
Dia ingin menyihir kue tart itu menjadi utuh kembali agar dia bisa menikmati
sebuah kue tart yang besar.
“Sim salabim!” teriak
Dina. “Jadilah sebuah kue tart yang buesaaaar sekali!”
Namun oh, apa yang
terjadi? Kue tart itu memang besar namun
terus saja membesar tak berhenti. Makin
lama kue itu makin memenuhi meja makan dan akhirnya memenuhi ruangan dapur.
“Oh, sudah! Sudah!
Berhentilah! Jangan membesar terus!” teriak Dina ketakutan.
Namun kue Tart itu ters
saja membesar. Dina menjerit ketakutan. Dia berteriak-teriak meminta tolong.
Pada saat itulah Mila muncul.
“Oh, kau nakal sekali,
Dina!” tegur Mila marah.
“Aku tahu, kau telah
menggunakan tongkat wasiatku untuk menyulap kue tart itu.” Kata Mila lagi.
Bergegas dia merebut tongkat wasiatnya dari tangan Dina. Dan
mengayun-ayunkannya. “Sim salabim!”
Kue tart yang besar itu
hilang lenyap seketika. Yang tertinggal
adalah kue tart sisa yang dimakan
Milly tadi yang ada diatas meja makan.
“Makanya kau harus rajin
ke sekolah, Dina.” Kata Mila. “Kau pikir menyihir itu gampang. Kalau tidak
dipelajari dengan tekun dan sungguh-sungguh, sampai kapanpun kau tidak akan
bisa menyihir.”
Dina mengangguk dengan
perasaan malu. “Ya, mulai besok aku akan rajin pergi ke sekolah.” Katanya.
“Nah, sekarang aku akan
menyulap sebuah kue tart untukmu.” Kata Mila lembut. Dia merasa iba melihat raut wajah Dina yang
kelihatan malu dan menyesal. “Tapi kau harus merubah kelakuanmu, Dina. Rajinlah
pergi ke sekolah dan belajarlah yang tekun agar Ratu Peri kelak menghadiahimu
tongkat wasiat.”
Dina mengangguk. Ya, dia
menyesal selama ini dia selalu malas pergi ke sekolah, padahal banyak sekali
yang harus dipelajarinya yang akan berguna baginya nanti.
Mila lalu mengangkat tongkat wasiatnya dan
mengayun-ayunkannya sambil mengucapkan mantera. Seketika sebuah kue tart yang
lezat sudah tersedia diatas meja. Oh, alangkah senangnya perasaan Dina. Dia
memuji kepintaran Mila.
Sambil menikmati kue tart
itu, Dina berjanji akan merubah kelakuannya. Dia akan rajin pergi ke sekolah
dan belajar dengan tekun agar nanti dia pun pintar menyihir seperti Mila.
--- 0 ---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar