Marina tinggal bersama
ibunya di tepi hutan. Setiap hari dia pergi kehutan mencari kayu bakar untuk
dijualnya. Dengan uang hasil penjualan kayu bakar itu dia memenuhi kebutuhan
hidup sehari-hari. Marina dan ibunya hidup
sangat sederhana sekali, namun meskipun begitu Marina selalu merasa bahagia.
Dia tidak pernah mengeluh dengan keadaan mereka yang prihatin. Dia tetap rajin
bekerja setiap hari mencari kayu di hutan.
Setiap sore, ketika akan
pulang kerumahnya, Marina selalu bermain-main dulu ditepi danau yang ada
dihutan tempat dia mencari kayu bakar. Danau itu sangat indah sekali. Banyak
angsa-angsa hutan yang berenang disana. Marina senang memperhatikan angsa-angsa
itu, melihat mereka berenang kesana kemari atau mengepak-ngepakan sayapnya yang
basah. Pemandangan itu selalu menimbulkan kebahagiaan tersendiri bagi Marina.
Angsa-angsa hutan itu pun sangat senang kepada Marina. Bila Marina datang,
mereka selalu menyambut kedatangan Marina sambil mengepak-ngepakan sayapnya.
Pada suatu hari Marina
mendengar kabar bahwa sang pangeran akan mengadakan pesta. Pangeran mengundang
seluruh gadis yang ada dinegerinya untuk datang ke istana. Oh, rupanya sang
pangeran akan mencari seorang istri.
Marina ingin sekali pergi
ke pesta itu. Namun dia terpaksan harus mengurungkan niatnya. Dia tidak
memiliki sehelai pun gaun pesta. Pakaian sehari-harinya yang biasa dikenakannya
ke hutan mencari kayu bakar hanyalah pakaian sederhana yang sudah rusak karena
sering terkoyak oleh duri tanaman dihutan. Satu-satunya pakaian yang
dimilikinya hanyalah sehelai gaun sederhana berwarna putih. Hanya gaun itu yang
dimilikinya.
Sore itu sepulang mencari
kayu bakar, seperti biasanya Marina pergi ke danau dan menemui angsa-angsa
sahabat-sahabatnya yang baik. Namun kedatangan Marina kali ini berbeda dari
biasanya. Wajahnya murung tidak seperti biasanya.
“Kenapa, Marina?” tanya
salah seekor angsa.
Marina menceritakan kabar
yang diterimanya. “Aku ingin sekali pergi ke pesta itu, tapi aku tidak memiliki
gaun yang indah. Yang kupunya hanyalah sehelai gaun yang sangat sederhana
sekali. Namun gaun itu pun tidak pantas kukenakan untuk datang menghadiri pesta
undangan sang pangeran.” Kata Marina.
Angsa-angsa yang
mendengarkan cerita Marina mengepak-ngepakan sayapnya sehingga bulu-bulu mereka
yang putih beterbangan ke udara. Mereka merasa sedih mendengar cerita Marina.
Mereka ingin Marina bisa datang menghadiri pesta itu namun mereka tidak bisa
membantu Marina menyediakan sehelai gaun pesta yang pantas.
“Jangan bersedih, Marina.”
Kata salah seekor angsa. “Aku punya akal. Katamu kau punya sehelai gaun yang
sederhana. Ah, mengapa engkau tidak menghiasnya dengan bulu-bulu kami?”
Marina menatap angsa itu. Mendadak wajahnya berubah menjadi
cerah. “Ya, gaun itu pasti akan sangat indah sekali bila dihias dengan
bulu-bulu angsa. Tapi pasti untuk menghiasi sebuah gaun, diperlukan banyak
sekali bulu angsa.” Kata Marina.
“Kau tak perlu khawatir.
Bulu-bulu angsa dari kami semua pasti akan cukup untuk menghias sepuluh gaun
sekalipun.” Kata angsa lain membesarkan hati.
Kemudian angsa-angsa itu
mulai mengepak-ngepakan sayap mereka. Dalam sekejap bulu-bulu angsa beterbangan. Marina memunguti
bulu-bulu angsa itu dan membawanya pulang kerumahnya. Malam harinya dia mulai
menempelkan bulu-bulu angsa itu dengan hati-hati pada daunnya. Marina menjahit
helai-helai bulu angsa itu dengan rapih dan teliti. Dia benar-benar sangat
tekun melakukan pekerjaannya.
Esok harinya, sepulang
mencari kayu bakar, Marina kembali kedanau menemui angsa-angsa sahabatnya. Seperti
kemarin, angsa-angsa itu mengepak-ngepakan sayapnya dan Marina memunguti
kembali bulu-bulu angsa itu lalu bergegas pulang kerumahnya.
Tak terasa beberapa hari
kemudian gaun yang dihiasi bulu angsa itu sudah selesai. Marina melihat hasil
pekerjaannya. Oh, dia merasa bahagia sekali. Gaunnya telah berubah menjadi gaun
yang indah sekali. Sehelai gaun yang dihiasi dengan bulu-bulu angsa yang putih
berkilauan.
Hari itu Marina mandi
dengan perasaan gembira. Dia juga mencuci rambutnya yang panjang sehingga kelihatan
indah berkilauan. Marina bergegas mengenakan gaunnya dan akan ikut pergi ke
istana bersama dengan teman-teman gadisnya yang lain. Dia menghiasi rambutnya
yang panjang dengan bunga-bunga melati yang putih dan harum. Namun alangkah
kecewanya perasaan Marina. Mereka semuanya telah berangkat ke istana. Mereka
tidak tahu kalau Marina akan ikut pergi ke pesta istana.
Marina merasa kecewa
sekali. Harapannya untuk bisa ikut pesta di istana kandas sudah. Dia tidak
mungkin menyusul teman-temannya ke istana karena jaraknya sangat jauh dari desa
tempat tinggalnya. Dia pergi ke danau di tepi hutan dan menangis dengan sedih
disana.
“Ada apa, Marina? Bukankah
kau sudah memiliki sehelai gaun yang indah?” sapa salah seorang angsa.
“Aku tidak bisa pergi ke
istana. Semua teman-temanku sudah berangkat. Aku tidak mungkin menyusul karena
istana letaknya jauh sekali dari sini.”
Oh, angsa-angsa itu
memperhatikan Marina dengan bingung dan sedih. Mereka semua dapat merasakan
kekecewaan yang dirasakan Marina.
“Jangan bersedih, Marina.
Aku bisa membantumu pergi kesana.” Kata salah seekor burung besar yang biasa
bertengger diatas dahan pohon ditepi danau. Burung itu suka memperhatikan
Marina dan melihat persahabatan Marina dengan angsa-angsa penghuni danau.
“Naiklah kepunggungku. Aku akan membawamu terbang ke istana.”
“Oh, benarkah engkau mau
menolongku, burung yang baik?” Marina menghentikan tangisannya dan menatap
burung itu dengan penuh harapan.
Burung itu mengangguk.
“Cepatlah naik kepunggungku. Kita berangkat sekarang.”
Bergegas Marina naik
keatas punggung burung itu. Siiuutt! Mendadak Marina merasakan tubuhnya
terangkat. Sekejap saja dia sudah berada diudara. Marina memandang kebawahnya.
Oh, pemandangan dibawah sana indah sekali. Marina sampai terpekik kegirangan
melihat keindahan pemandangan yang dilihatnya.
Burung itu terbang dengan
kecepatan yang sangat tinggi. Marina memeluk leher burung itu erat-erat.
Sekejap saja menara istana sudah kelihatan. Burung itu langsung menukik dan
masuk kedalam istana. Pesta yang tengah berlangsung dengan meriah mendadak
berhenti ketika tiba-tiba seekor burung masuk keruangan. Semua mata menatap
pada Marina yang masih duduk diatas punggung burung itu.
Olala, bukan main malunya
perasaan Marina ketika semua mata memandangnya. Mendadak Marina sadar, burung
itu berhenti didekat seorang pangeran yang tengah menatap Marina.
“Maafkan, saya.” Kata
Marina dengan gugup.
“Kau dan burungmu datang
dengan tidak sopan. Tapi aku memaklumi karena burung tidak punya rem untuk
menghentikan kecepatan terbangnya yang tinggi.” Kata pangeran itu. Lalu dia
tersenyum menatap gaun yang dikenakan Marina. “Gaunmu indah sekali. Bulu apa
yang menempel digaunmu itu? Indah sekali, putih berkilauan.”
Marina tersenyum malu.
“Bulu yang menempel digaun hamba ini adalah bulu-bulu angsa, tuanku.”
“Kau cantik sekali
mengenakan gaun dengan bulu angsa itu. Siapa namamu?” ujar sang pangeran lagi.
“Marina, tuanku.”
“Marina, maukah kau
berdansa denganku?’
“Oh, tentu saja, tuanku.
Dengan senang hati.” Sahut Marina gembira.
Musik segera mengalun
merdu. Marina dan pangeran berdansa dengan indah. Semua yang hadir melihat gaun
Marina kelihatan menawan sekali, berbeda dengan gaun-gaun yang dikenakan
gadis-gadis lain.
Pesta itu benar-benar
merupakan pesta yang istimewa bagi Marina.
Tidak lama setelah pertemuan mereka di pesta itu, sang pangeran datang
menjemput Marina
dan ibunya. Sang pangeran rupanya telah jatuh cinta pada Marina dan ingin mempersuntingnya. Tidak lama
kemudian pesta perkawinan Marina
dan sang pangeran diselenggarakan dengan meriah. Marina tidak melupakan
sahabat-sahabatnya, angsa-angsa di hutan dan burung yang telah membawanya ke
istana. Marina selalu mengundang mereka datang ke istana dan bergembira ria
bersamanya di taman istana yang indah dan luas.
--- 0 ---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar