Jaka tinggal bersama
kakeknya. Kedua orangtuanya sudah lama meninggal dunia. Gubuk kakeknya terletak
ditepi hutan didekat sebuah telaga yang
jernih. Saking jernihnya air telaga itu sehingga telaga itu berwarna
biru. Bila siang dan sore hari, air telaga itu berkilau-kilauan dengan indahnya
karena sinar matahari yang menyinari telaga itu. Keadaan disana sehari-harinya
selalu sunyi sepi dan tenang. Mereka tidak memiliki tetangga seorangpun namun
mereka berdua hidup bahagia dan tentram.
Suatu hari kakeknya
meninggal dunia. Bukan main sedihnya perasaan Jaka. Dia kini tidak memiliki
siapa-siapa lagi. Kakeknya tidak mewariskan apapun untuk Jaka kecuali gubuk tua
yang sudah hampir rubuh.
Suatu hari Jaka pergi
kebelakang gubuknya. Disana ada mengalir sungai kecil yang jernih. Jaka duduk disana sekian
lamanya sambil termenung memikirkan nasibnya. Tiba-tiba dia melihat ada empat ekor ikan kecil yang berenang-renang disungai itu. Keempat ikan itu berwarna
hitam. Jaka segera menangkap keempat
ekor ikan itu. Ternyata keempat ikan itu jinak sekali. Jaka mengambil periuk
yang diisi air, lalu keempat ikan itu dimasukan kedalam periuk. Jaka lalu segera pergi ke pasar. Dia akan menjual keempat ekor ikan itu dan membeli
beras. Perjalanan ke pasar cukup jauh. Namun Jaka terus melangkahkan kakinya
menuju pasar. Akhirnya tibalah dia dipasar. Keadaan disana tengah ramai. Jaka
berkeliling menawarkan keempat ikannya namun tidak ada seorangpun yang mau
membeli ikannya.
“Ikan-ikanmu kecil-kecil.
Tanggung membeli ikan-ikanmu itu.” Kata salah seorang dipasar yang ditawari
ikan itu.
Jaka terus mencoba menawarkan
ikan-ikannya. Namun hingga sore
menjelang dan pasar sudah mulai sepi tidak ada seorangpun yang mau membeli ikannya.
Akhirnya dia pulang kembali kerumahnya. Perutnya terasa lapar. Namun dia
mencoba menahan laparnya. Dia melangkahkan kakinya menuju rumahnya yang cukup
jauh dari pasar.
Ditengah jalan yang sunyi
tiba-tiba Jaka mendengar suara auman
yang keras. Hari sudah menjelang malam. Jaka tengah berada dihutan yang sepi.
Gubuknya sudah tidak jauh lagi. Jaka terperanjat ketika melihat sepasang sinar
yang berkilau dalam kegelapan malam. Dia tahu sinar itu adalah sepasang mata
harimau. Jaka berusaha berlari, namun harimau itu mengejarnya. Dalam kegelapan
malam Jaka berusaha menyelamatkan dirinya. Namun harimau itu terus mengejarnya.
Ketika harimau itu hampir menerkamnya, Jaka segera melemparkan seekor ikannya
kearah mulut harimau. Ikan itu berhasil masuk kedalam mulut harimau. Harimau
itu berhenti mengejar Jaka dan segera berbalik pergi. Jaka menghela napas lega.
Jaka meneruskan kembali perjalanannya pulang. Gubuknya sudah semakin dekat. Namun kembali dia dikejutkan dengan suara
aneh. Dia melihat beberapa ekor kelelawar
melayang diatas kepalanya. Cepat-cepat dia melemparkan seekor ikannya lagi kearah
kelelawar itu. Salah seekor kelelawar itu menangkap ikan yang dilemparkan Jaka
dan segera pergi diikuti teman-temannya. Kembali Jaka menghela napas lega.
Akhirnya Jaka tiba juga dirumahnya.
Dia melihat pada dua ekor ikan yang tersisa didalam periuk. Perutnya terasa
lapar sekali. Dia akhirnya memutuskan akan membakar ikan itu untuk makannya.
Namun ketika dia akan mengambil kedua ikan itu, tiba-tiba salah seekor ikan itu
berbicara.
“Jaka yang baik, tolong jangan
bunuh kami.” Kata salah satu ikan itu.
Jaka terkejut mendengar ikan
itu bicara. Dia memperhatikan kedua ikan itu dengan terbelalak.
“Jaka, kami adalah sepasang
suami istri. Tolong lemparkanlah kami kedalam telaga itu. Telaga itu kelak akan
penuh dengan ikan,. Ikan-ikan itu adalah anak cucu kami. Bila engkau menjaga
kami dan telaga itu dengan sebaik-baiknya, engkau dan anak cucumu akan hidup sejahtera.” Kata ikan itu.
Jaka percaya pada ucapan
ikan itu.
“Baiklah.” Kata Jaka. “Besok
aku akan melemparkan kalian berdua kedalam telaga itu walaupun perutku saat ini
terasa lapar sekali.”
“Kau tidak usah khawatir.
Makanan yang enak dan lezat sudah terhidang.” Kata ikan itu.
Tiba-tiba Jaka melihat
beraneka ragam makanan sudah terhidang didekatnya. Bukan main gembiranya
perasaan Jaka melihat aneka macam makanan yang enak dan lezat. Perutnya sudah
sangat lapar sekali. Dia segera menyantap hidangan itu dan lalu tertidur dengan
pulasnya.
Esok paginya begitu bangun Jaka segera mengambil
periuk berisi dua ekor ikan itu. Dia segera pergi ke telaga biru itu. Lalu dilemparkannya
kedua ekor ikan itu kedalam telaga biru itu. Kedua ikan itu berenang-renang
dengan gembira.
“Terima kasih, Jaka. Engkau
telah mengembalikan kami ketempat kami semula. Untuk kebaikanmu ini, kelak
engkau akan memetik hasilnya. Engkau akan hidup tentram dan bahagia. Engkau dan
anak cucumu akan hidup sejahtera. Namun
syaratnya engkau dan anak cucumu harus menjaga telaga ini dengan
sebaik-baiknya dan menjaga kami dan anak cucu kami.”
Tahun berganti tahun telaga
itu masih tetap biru dan jernih. Airnya berkilau-kilauan bila tertimpa sinar
matahari. Sementara itu sepasang ikan itu telah berkembang biak. Telaga itu
sudah penuh dengan ikan. Jaka sendiri lalu
menikah dengan gadis dari desa tetangganya dan memiliki tiga orang anak
laki-laki. Hidup Jaka dan anak istrnya tidak pernah kekurangan. Bersama
keluarganya dia hidup dengan sejahtera. Jaka
dan anak istrinya tidak pernah berani
menangkap seekorpun ikan dari telaga itu Jaka menjaga amanat ikan itu. Dia dan anak istrinya
senantiasa menjaga telaga itu dengan sebaik-baiknya.
--- 0 ---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar