Jumat, 10 Mei 2013

TELAGA BIRU





Jaka tinggal bersama kakeknya. Kedua orangtuanya sudah lama meninggal dunia. Gubuk kakeknya terletak ditepi hutan didekat sebuah telaga yang  jernih. Saking jernihnya air telaga itu sehingga telaga itu berwarna biru. Bila siang dan sore hari, air telaga itu berkilau-kilauan dengan indahnya karena sinar matahari yang menyinari telaga itu. Keadaan disana sehari-harinya selalu sunyi sepi dan tenang. Mereka tidak memiliki tetangga seorangpun namun mereka berdua hidup bahagia dan tentram.  
Suatu hari kakeknya meninggal dunia. Bukan main sedihnya perasaan Jaka. Dia kini tidak memiliki siapa-siapa lagi. Kakeknya tidak mewariskan apapun untuk Jaka kecuali gubuk tua yang sudah hampir rubuh.
Suatu hari Jaka pergi kebelakang gubuknya. Disana ada mengalir  sungai kecil yang jernih. Jaka duduk disana sekian lamanya sambil termenung memikirkan nasibnya. Tiba-tiba dia melihat ada  empat ekor ikan kecil yang berenang-renang  disungai itu. Keempat ikan itu berwarna hitam.  Jaka segera menangkap keempat ekor ikan itu. Ternyata keempat ikan itu jinak sekali. Jaka mengambil periuk yang diisi air, lalu keempat ikan itu dimasukan kedalam periuk. Jaka lalu  segera pergi ke pasar. Dia  akan menjual keempat ekor ikan itu dan membeli beras. Perjalanan ke pasar cukup jauh. Namun Jaka terus melangkahkan kakinya menuju pasar. Akhirnya tibalah dia dipasar. Keadaan disana tengah ramai. Jaka berkeliling menawarkan keempat ikannya namun tidak ada seorangpun yang mau membeli ikannya.
“Ikan-ikanmu kecil-kecil. Tanggung membeli ikan-ikanmu itu.” Kata salah seorang dipasar yang ditawari ikan itu.
Jaka terus mencoba menawarkan   ikan-ikannya. Namun hingga sore menjelang dan pasar sudah mulai sepi  tidak ada seorangpun yang mau membeli ikannya. Akhirnya dia pulang kembali kerumahnya. Perutnya terasa lapar. Namun dia mencoba menahan laparnya. Dia melangkahkan kakinya menuju rumahnya yang cukup jauh dari pasar.
Ditengah jalan yang sunyi tiba-tiba Jaka  mendengar suara auman yang keras. Hari sudah menjelang malam. Jaka tengah berada dihutan yang sepi. Gubuknya sudah tidak jauh lagi. Jaka terperanjat ketika melihat sepasang sinar yang berkilau dalam kegelapan malam. Dia tahu sinar itu adalah sepasang mata harimau. Jaka berusaha berlari, namun harimau itu mengejarnya. Dalam kegelapan malam Jaka berusaha menyelamatkan dirinya. Namun harimau itu terus mengejarnya. Ketika harimau itu hampir menerkamnya, Jaka segera melemparkan seekor ikannya kearah mulut harimau. Ikan itu berhasil masuk kedalam mulut harimau. Harimau itu berhenti mengejar Jaka dan segera berbalik pergi. Jaka menghela napas lega.
Jaka  meneruskan  kembali  perjalanannya pulang. Gubuknya  sudah semakin dekat.  Namun kembali dia dikejutkan dengan suara aneh. Dia melihat  beberapa ekor kelelawar melayang diatas  kepalanya. Cepat-cepat  dia melemparkan seekor ikannya lagi kearah kelelawar itu. Salah seekor kelelawar itu menangkap ikan yang dilemparkan Jaka dan segera pergi diikuti teman-temannya. Kembali Jaka menghela napas lega.
Akhirnya Jaka tiba juga dirumahnya. Dia melihat pada dua ekor ikan yang tersisa didalam periuk. Perutnya terasa lapar sekali. Dia akhirnya memutuskan akan membakar ikan itu untuk makannya. Namun ketika dia akan mengambil kedua ikan itu, tiba-tiba salah seekor ikan itu berbicara.
“Jaka yang baik, tolong jangan bunuh kami.” Kata salah satu ikan itu.
Jaka terkejut mendengar ikan itu bicara. Dia memperhatikan kedua ikan itu dengan terbelalak.
“Jaka, kami adalah sepasang suami istri. Tolong lemparkanlah kami kedalam telaga itu. Telaga itu kelak akan penuh dengan ikan,. Ikan-ikan itu adalah anak cucu kami. Bila engkau menjaga kami dan telaga itu dengan sebaik-baiknya, engkau dan anak cucumu  akan hidup sejahtera.” Kata ikan itu.
Jaka percaya pada ucapan ikan itu.
“Baiklah.” Kata Jaka. “Besok aku akan melemparkan kalian berdua kedalam telaga itu walaupun perutku saat ini terasa lapar sekali.”
“Kau tidak usah khawatir. Makanan yang enak dan lezat sudah terhidang.” Kata ikan itu.
Tiba-tiba Jaka melihat beraneka ragam makanan sudah terhidang didekatnya. Bukan main gembiranya perasaan Jaka melihat aneka macam makanan yang enak dan lezat. Perutnya sudah sangat lapar sekali. Dia segera menyantap hidangan itu dan lalu tertidur dengan pulasnya.
 Esok paginya begitu bangun Jaka segera mengambil periuk berisi dua ekor ikan itu. Dia segera pergi ke telaga biru itu. Lalu dilemparkannya kedua ekor ikan itu kedalam telaga biru itu. Kedua ikan itu berenang-renang dengan gembira.
“Terima kasih, Jaka. Engkau telah mengembalikan kami ketempat kami semula. Untuk kebaikanmu ini, kelak engkau akan memetik hasilnya. Engkau akan hidup tentram dan bahagia. Engkau dan anak cucumu akan hidup sejahtera. Namun  syaratnya engkau dan anak cucumu harus menjaga telaga ini dengan sebaik-baiknya dan menjaga kami dan anak cucu kami.”
Tahun berganti tahun telaga itu masih tetap biru dan jernih. Airnya berkilau-kilauan bila tertimpa sinar matahari. Sementara itu sepasang ikan itu telah berkembang biak. Telaga itu sudah penuh dengan ikan.  Jaka sendiri lalu menikah dengan gadis dari desa tetangganya dan memiliki tiga orang anak laki-laki. Hidup Jaka dan anak istrnya tidak pernah kekurangan. Bersama keluarganya dia  hidup dengan sejahtera. Jaka dan anak istrinya  tidak pernah berani menangkap seekorpun ikan dari telaga itu Jaka  menjaga amanat ikan itu. Dia dan anak istrinya senantiasa menjaga telaga itu dengan sebaik-baiknya.
--- 0 ---

Tidak ada komentar:

Posting Komentar