Helena memperhatikan mawar-mawar dikebun bunganya. Hari ini banyak sekali
mawar-mawar dikebunnya yang akan
dipetiknya dan dijajakan dipinggir jalan. Tahun baru sudah hampir tiba. Setiap
akhir tahun dagangan bunganya biasanya sangat laris. Banyak pembeli yang
membeli bunganya untuk dibawa pulang dan dijadikan hiasan dirumah-rumah mereka
untuk menyambut datangnya tahun baru.
Hujan mulai turun gerimis. Helena mengenakan mantel
hujan dan mengambil keranjang bunganya. Dia mulai bekerja memotong
tangkai-tangkai bunga-bunga mawarnya dengan hati-hati. Mawar merah. Mawar
putih. Mawar jingga. Mawar biru. Bila sudah dirangkai dalam jambangan bunga,
mawar-mawar ini akan nampak indah sekali. Helena
dengan tekun bekerja memotong bunga-bunga mawar dikebunnya. Dia tidak
mempedulikan hujan gerimis dan cuaca yang dingin. Dia harus bergegas
menyelesaikan pekerjaannya dan segera pergi kejalanan untuk menjajakan
dagangannya karena mawar-mawarnya tidak bisa disimpan lama-lama karena akan
segera layu.
Setelah mendapatkan dua keranjang
bunga mawar potong, Helena
segera pamit pada ibunya akan pergi kejalan menjajakan dagangannya. Hujan masih
turun gerimis. Udara terasa dingin sekali. Namun Helena tidak peduli. Dia
bergegas pergi kejalanan dimana banyak orang yang lalu lalang.
“Bunganya, bu. Bunganya, pak.” Helena mulai menjajakan
dagangannya, menyapa orang-orang yang lewat lalu lalang didepannya.
Hujan yang turun gerimis membuat
orang-orang berjalan dengan langkah bergegas dan hanya beberapa orang yang sempat
melirik bunga-bunga dalam keranjang yang dijajakan Helena. Namun Helena tidak patah semangat.
Dia selalu merasa yakin menjelang tahun baru, seperti juga menjelang
tahun-tahun baru sebelumnya, dagangannya selalu laris.
“Bunganya, bu. Bunganya, pak.” Kata
Helena menyapa terus orang-orang yang lewat didepannya. Namun tidak ada
seorangpun yang mampir dan membeli bunga-bunganya. Setelah menunggu selama
berjam-jam dan tidak ada yang tertarik untuk membeli bunganya, Helena mulai sedih.
Gerimis semakin deras. Cuaca terasa semakin dingin. Helena mulai menggigil kedinginan. Perutnya
terasa lapar. Namun dia tidak memiliki uang untuk membeli makanan maupun
minuman hangat untuk menghangatkan perutnya.
“Berapa setangkainya?” Sebuah suara
menyapanya dikala Helena
tengah termangu-mangu.
Helena menoleh. Dia melihat seorang wanita
berwajah anggun mendekatinya dan memperhatikan dagangannya.
“Oh murah, nyonya. Setangkainya dua
ribu.” Sahut Helena cepat. Senang sekali akhirnya ada juga orang yang mampir
dan tertarik dengan dagangannya.
“Boleh setangkainya seribu saja?”
tanya wanita itu.
Helena tidak berpikir panjang. Sudah sangat
lama dia menjajakan dagangannya. Malam sudah mulai menjelang. Dia sudah lapar
dan kedinginan. Dia sudah ingin pulang kerumahnya. Dia teringat pada ibunya
yang tengah sakit dan pasti sedang menunggunya pulang membawa makanan.
“Silahkan, nyonya. Berapa tangkai yang
akan nyonya beli?”
Wanita itu menatap Helena. “Bunga-bungamu indah sekali. Bahkan
mawar biru-mawar biru ini luar biasa
indahnya. Kelopaknya nampak berkilauan seperti ada butiran-butiran berlian kecil didalamnya. Kenapa kau jual murah?”
Helena tertegun mendapat pertanyaan itu, lalu
dia tersenyum. “Nyonya, saya sudah berjam-jam lamanya menjajakan dagangan bunga
saya. Namun baru nyonya yang tertarik dan ingin membeli bunga saya. Saya ingin
bunga-bunga saya segera terjual agar saya bisa segera pulang. Ibu saya sedang
sakit. Ibu pasti sudah menunggu saya pulang.”
“Ayahmu kemana?” tanya wanita itu
seakan tertarik dengan cerita Helena.
“Ayah sudah lama meninggal. Saya hanya
tinggal berdua bersama dengan ibu saya. Ibu saya sudah lama sakit-sakitan.
Itulah sebabnya saya berjualan bunga-bunga ini untuk menyambung hidup kami.”
“Siapa namamu?”
“Helena,
nyonya.”
“Kamu anak yang berbakti pada orangtua,
Helena.
Bunga-bunga ini semuanya aku beli.”
Bukan main senangnya perasaan Helena akhirnya semua
dagangan bunganya terjual habis. Setelah mendapatkan uang dari wanita itu,
bergegas dia mengambil keranjang bunganya yang telah kosong dan segera pulang
kerumah. Sebelumnya dia mampir membeli roti untuk ibunya. Ibunya pasti senang
dikirim roti-roti yang masih hangat ini.
Esok harinya Helena kembali menjajakan bunganya ditempat
yang sama. Kali ini hujan turun lebih deras. Cuaca terasa semakin dingin. Besok
adalah malam tahun baru. Seperti kemarin, walaupun Helena sudah berupaya menawarkan
bunga-bunganya pada orang yang tengah lalu lalang, namun tidak ada seorangpun yang
tertarik membeli bunganya. Namun Helena tidak patah semangat. Setiap kali ada
orang yang lewat didepannya, selalu ada ada harapan ada orang yang tertarik
untuk membeli bunganya. Namun ternyata, hingga malam mulai menjelang, tak satu
tangkaipun bunganya yang terjual. Helena
menatap dagangannya dengan perasaan sedih. Hujan masih turun dengan derasnya.
Aku harus segera pulang. Ibu pasti sudah menungguku. Helena membawa kedua keranjang bunganya.
Ketika melewati toko roti, Helena
berhenti sesaat. Dia hanya menatap roti-roti didalam toko itu dengan perasaan
sedih. Dia tidak punya uang sepeserpun untuk membeli roti untuk ibunya.
Akhirnya Helena beranjak pergi. Dia harus segera pulang. Mantel hujannya sudah
tidak mampu lagi menahan tubuhnya dari rasa dingin. Hujan deras semakin
mengguyur dari langit.
“Helena!”
Helena berhenti melangkah ketika mendengar
namanya dipanggil. Dia menoleh. Mendadak dia tertegun. Wanita berwajah anggun
yang kemarin memborong bunganya, baru melangkah keluar dari dalam toko roti
itu. Mungkin wanita itu habis membeli roti. Tangannya membawa kantong berisi
roti.
“Helena!
Kamu mau kemana?” tanya wanita itu mendekati Helena.
“Saya mau pulang, nyonya.”
“Bunga mawarmu belum terjual semuanya,
kenapa cepat-cepat pulang?”
“Nyonya, ibu saya sedang sakit. Saya
khawatir bila meninggalkannya terlalu lama.”
“Helena,
aku akan membeli semua bungamu.”
“Oh, terima kasih, nyonya. Nyonya baik
hati sekali.” Ucap Helena dengan gembira. Akhirnya ada juga yang mau membeli
bunganya. Diterimanya uang pemberian wanita itu sambil mengucapkan terima kasih
berkali-kali.
“Helena,
ambilah roti ini untuk kau bawa pulang. Ibumu pasti senang mendapatkan kiriman
roti ini.” Wanita itu mengangsurkan kantong roti pada Helena. Helena
termangu menatap kantong roti itu. Dia lalu menatap wanita itu. Wanita itu
tersenyum menatap Helena.
Akhirnya Helena menerima pemberian wanita itu.
“Helena,
aku sudah lama memperhatikanmu setiap kali kau sedang menjajakan daganganmu
ditempat yang sama. Kau masih kecil, usiamu paling baru sepuluh tahun, namun
kau sudah harus bekerja. Aku baru tahu dari ceritamu bahwa ibumu sedang sakit. Kau
seorang anak yang berbakti pada orangtuamu.” Kata wanita itu.
Tiba-tiba sebuah kereta yang indah
yang ditarik oleh dua ekor kuda berhenti didekat mereka. Seorang lelaki
mengenakan seragam turun dari atas kereta dan mengangguk dengan hormat pada
wanita itu sambil membukakan pintu kereta.
“Mari silahkan, tuanku.” Ucap lelaki
berseragam itu. Sementara lelaki lain yang memegang tali kuda, tetap duduk
ditempatnya dengan tubuh yang duduk tegap.
“Selamat tinggal, Helena. Bila aku ingin mendapatkan
mawar-mawar yang indah untuk menghiasi istanaku, aku akan menyuruh pengawal
untuk membeli bunga-bunga mawar kepadamu. Aku sangat senang dengan mawar birumu
yang indah ini. Kau pasti telaten dalam memelihara kebun bungamu, Helena.” Ucap wanita itu sambil
masuk kedalam kereta yang sudah menunggunya.
Helena tercekat. Wanita itu pasti ratu
Yuliana. Keanggunan wajah ratu negerinya sudah terkenal kemana-mana walapun Helena belum pernah
melihat wajah ratunya. Tanpa sadar Helena
menjatuhkan lututnya, dan mengangguk dengan hormat.
“Terima kasih, Ratu.” Ucap Helena
dengan suara gemetar.
Kereta itu melaju perlahan. Helena melihat wajah ratu
Yuliana tersenyum dibalik jendela kereta dan melambaikan tangan kepadanya.
Tanpa sadar, Helena
membalas lambaian tangan ratu Yuliana.
Helena bergegas pulang kerumahnya. Tiba
dirumahnya dia membuka kantong roti pemberian ratu Yuliana. Ternyata didalam
kantong itu bukan hanya berisi roti-roti yang beraneka macam rasa dan isinya,
namun juga sekantong uang. Terima kasih, ratuku yang baik hati, ucap Helena dalam hati. Alangkah
senangnya, menjelang malam tahun baru dia bisa bertemu dengan ratunya.
--- 0 ---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar