Jumat, 10 Mei 2013

Bibi Helen





Bibi Helen sudah lama hidup menjanda. Suaminya sudah lama meninggal dan mereka tidak memiliki anak. Namun bibi Helen merasa hidupnya bahagia tidak pernah kesepian walaupun dia hanya tinggal berdua bersama dua orang pelayannya yang setia, Marni dan Tutik. Setiap hari bibi Helen sibuk dengan toko kue dan rotinya. Rumah peninggalan suaminya yang berbentuk kuno, bagian depannya dirubah menjadi toko kue dan roti sehingga bibi Helen setiap hari memiliki kesibukan membuat kue dan melayani pembeli. Kue dan roti buatan bibi Helen sangat enak. Setiap hari tokonya dipenuhi dengan pembeli. Menjelang petang semua roti dan kue di toko bibi Helen selalu habis terjual.
Suatu hari ketika sedang melayani pembeli, bibi Helen melihat seorang  anak perempuan  berusia sekitar sebelas tahun berdiri didepan tokonya. Anak perempuan itu hanya berdiri sambil memandang kedalam tokonya. Karena sibuk melayani pembeli, bibi Helen tidak sempat lama-lama memperhatikan anak perempuan  yang berpakaian lusuh itu. Namun keesokan harinya, kembali bibi Helen melihat anak perempuan  sudah berdiri ditempat yang sama diluar tokonya sambil memandang kedalam tokonya. Selama tiga hari berturut-turut bibi Helen selalu melihat anak perempuan   itu. Pada hari keempat, ketika pembeli sudah tidak ada lagi, barulah bibi Helen keluar dari tokonya dan menemui anak perempuan itu.  Ketika melihat bibi Helen keluar dari tokonya, anak perempuan  itu seperti ketakutan.
“Kamu mau membeli roti atau kue, nak?” tanya bibi Helen ramah. Perasaannya terharu melihat anak perempuan  itu pakaiannya  kotor dan lusuh.
Anak perempuan  itu hanya menatap Bibi Helen tanpa berkata sepatah katapun sehingga bibi Helen mengulangi kembali pertanyaannya.
“Ya, saya ingin membeli roti dan kue untuk adik-adik saya namun saya tidak memiliki uang sepeserpun.” Sahut anak perempuan itu akhirnya.
“Oh, begitu.” Bibi Helen tersenyum. “Mari masuk, nak. Kau tak perlu membayar kalau tidak memiliki uang. Aku masih memiliki roti dan kue untuk adik-adikmu. Siapa namamu?”
“Muzna.”
Bibi Helen mengajak Muzna masuk kedalam  tokonya. Dia membungkus beberapa buah roti dan kue dan memasukannya kedalam kantong kertas lalu diberikan kepada Muzna. Dengan wajah gembira Muzna mengucapkan terima kasih dan menerima kantong itu lalu bergegas pergi.
Hampir setiap hari bibi Helen menunggu Muzna dan setiap kali melihat Muzna berdiri mematung didepan tokonya bergegas bibi Helen memanggilnya dan membungkuskan roti dan kue untuk Muzna. Hampir sebulan lamanya bibi Helen memberi Muzna roti dan kue hingga akhirnya dia merasa penasaran ingin mengetahui siapakah anak perempuan itu sebenarnya.
Sore itu setelah memberikan roti dan kue pada Muzna, bibi Helen bergegas menutup tokonya dan mengikuti Muzna. Anak perempuan itu berjalan cepat sambil memeluk kantong berisi roti dan kue. Cukup jauh bibi Helen mengikuti Muzna hingga akhirnya dia melihat Muzna masuk kedalam sebuah gang kecil dan  masuk kedalam sebuah gubuk tua.
Bibi Helen mendengar suara-suara  anak kecil didalam gubuk tua itu. Bergegas bibi Helen mengintip dari sela-sela bilik. Dia melihat didalam gubuk itu ada tiga anak kecil yang berebut meminta roti dan kue kepada Muzna. Dengan sabar Muzna membagi-bagikan roti dan kue itu kepada ketiga adiknya. Bibi Helen tidak melihat ada siapapun lagi didalam gubuk itu kecuali Muzna dan ketiga adiknya yang masih kecil. Bibi Muzna mengetuk pintu. Muzna membukakan pintu dan tertegun ketika melihat bibi Helen berdiri didepan gubuknya.
“Siapakah ketiga anak kecil itu?” tanya bibi Helen.
“Adik-adik saya.” Sahut Muzna pelan.
“Kemanakah kedua orangtuamu?” tanya bibi Helen.
“Mereka sudah lama meninggal dunia. Saya adalah anak tertua, jadi saya yang harus bertanggungjawab untuk mengurus ketiga adik saya yang masih kecil ini.”  Ujar Muzna.
Esok  harinya bibi Helen tidak pernah melihat Muzna lagi berdiri didepan tokonya. Bibi Helen menunggu dan menunggu namun sampai sebulan lamanya dia tidak pernah melihat anak perempuan itu lagi. Namun suatu hari mendadak Muzna masuk kedalam  tokonya ketika bibi Helen sedang bersiap-siap akan menutup tokonya.
“Oh Muzna, lama sekali kau tak pernah datang lagi kemari.” Sambut bibi Helen gembira melihat kedatangan Muzna.
Muzna tersenyum. Dia mengeluarkan sebuah kantong kecil dan memberikannya kepada bibi Helen. “Ini untuk bibi Helen.” Kata Muzna.
“Apa ini?” tanya bibi Helen sambil membuka kantong kecil itu. Mendadak matanya terbelalak ketika melihat isi  kantong kecil itu berisi batu-batuan perhiasan berwarna warni yang sangat indah dan mahal harganya. Bibi Helen menumpahkan seluruh isi kantong itu diatas meja. Batu-batuan perhiasan berserakan diatas meja.
“Darimana kau memperoleh perhiasan yang indah dan mahal harganya ini?”  tanya bibi Helen sambil menatap Muzna dengan curiga. Dia mengira anak itu sudah mencuri  perhiasan berharga ini.
“Aku mendapatkannya dari seorang anak yatim piatu yang hidup didalam laut.” Sahut Muzna.
Muzna lalu bercerita, sebelum  kenal dengan bibi Helen, dia selalu pergi ketepi laut untuk mencari ikan. Banyak nelayan yang pulang melaut memberi beberapa potong ikan hasil tangkapan mereka dilaut kepada Muzna karena Muzna mau membantu-bantu pekerjaan mereka. Suatu hari  Muzna  bertemu  dengan seorang anak perempuan yang kakinya terluka menginjak potongan kaca sehingga berdarah. Muzna menolong dan mengobatinya. Anak perempuan itu mengucapkan terima kasih atas pertolongan Muzna. Ternyata anak perempuan  itu hidup didalam laut. Namun sesekali dia suka bermain didaratan. Shakila, nama anak perempuan itu, hidup sendirian karena kedua orangtuanya sudah lama meninggal dunia. Dia  mengajak Muzna kerumahnya didasar lautan. Namun Muzna tidak mau karena dia tidak akan bisa bernafas didalam air. Akhirnya Shakila masuk sendirian kedalam lautan dan tak lama kembali lagi  membawa beberapa buah batu perhiasan dan diberikannya kepada Muzna sebagai hadiah atas pertolongannya. Karena tidak tahu  bahwa  bebatuan itu berharga dan mahal harganya, Muzna menjual murah bebatuan itu dan uangnya dipakai untuk membeli kebutuhan dirinya dan adik-adiknya.   
Namun ketika uangnya telah habis, Muzna tidak tahu darimana lagi dia akan mendapatkan uang untuk membeli makanan untuk  adik-adiknya. Hingga akhirnya dia bertemu dengan bibi Helen dan selama sebulan mendapatkan kue dan roti dari bibi Helen.  Ketika bibi Helen  selalu memberinya roti dan kue, Muzna tidak melupakan Shakila. Dia selalu menyisihkan beberapa potong kue dan  roti untuk Shakila. Muzna  pergi ketepi laut dan memanggil nama Shakila. Tak lama kemudian Shakila muncul dari dalam lautan. Shakila sangat senang mendapatkan kue dan roti karena selama ini dia belum pernah memakan makanan yang seperti itu.
Ketika sudah sebulan lamanya menerima kue dan roti, Shakila mengajak Muzna  kerumahnya. Kali ini Muzna tidak menolak. Aneh, ternyata dia bisa bernafas didalam air. Muzna dan Shakila berpegangan tangan selama keduanya menyelam kedalam lautan. Alangkah senangnya bermain-main didalam lautan. Banyak pemandangan indah yang dilihat Muzna didalam lautan. Oh, rumah Shakila sangat indah sekali.  Dihiasai dengan bebatuan yang berwarna-warni. Pulangnya Shakila memberi dua buah kantung kecil yang berisi batu-batuan perhiasan kepada Muzna.
“Yang satu untukmu dan yang satu lagi untuk bibi Helen.” Kata Shakila.
Ketika kembali lagi kedaratan, Muzna kerumah bibi Helen untuk menyerahkan kantung berisi batu-batuan itu pemberian Shakila.
“Benarkah ceritamu ini, Muzna?” tanya bibi Helen setelah Muzna selesai bercerita.
“Ya, benar. Aku bercerita yang sebenarnya.” Sahut Muzna sungguh-sungguh.
“Aku ingin bertemu dengan Shakila.” Kata  bibi Helen.
“Dengan senang hati, aku akan  mengatar bibi Helen kesana.”
Bibi helen dan Muzna pergi ketepi laut. Muzna memanggil Shakila. Tak  lama kemudian Shakila  muncul dari dalam laut. Shakila tersenyum  ketika bibi Helen mengucapkan terima kasih atas pemberian bebatuan berharga itu.
“Yang kuberikan tidak seberapa dibandingkan dengan keikhlasan  dan ketulusan hati bibi Helen dalam memberikan rejeki kepada anak-anak yatim piatu seperti kami.” Ujar Shakila.
Tidak lama kemudian  bibi Helen  mengajar Muzna bagaimana caranya membuat roti dan kue. Dengan uang hasil penjualan baru-batu perhiasan pemberian Shakila, Muzna  membeli  tanah ditepi jalan dan membangun sebuah toko. Toko itu adalah sebuah  toko kue dan roti seperti yang dimiliki bibi Helen. Tahun demi  tahun toko roti dan kuenya semakin berkembang, apalagi ketiga adiknya  sudah semakin  besar dan bisa  membantu Muzna  dalam mengelola toko kue dan rotinya. Sementara itu bibi Helen menutup toko roti dan kuenya dan menikmati masa tuanya dengan tenang dan bahagia.

--- 0 ---

Tidak ada komentar:

Posting Komentar