Bibi Helen sudah lama
hidup menjanda. Suaminya sudah lama meninggal dan mereka tidak memiliki anak. Namun
bibi Helen merasa hidupnya bahagia tidak pernah kesepian walaupun dia hanya
tinggal berdua bersama dua orang pelayannya yang setia, Marni dan Tutik. Setiap
hari bibi Helen sibuk dengan toko kue dan rotinya. Rumah peninggalan suaminya
yang berbentuk kuno, bagian depannya dirubah menjadi toko kue dan roti sehingga
bibi Helen setiap hari memiliki kesibukan membuat kue dan melayani pembeli. Kue
dan roti buatan bibi Helen sangat enak. Setiap hari tokonya dipenuhi dengan
pembeli. Menjelang petang semua roti dan kue di toko bibi Helen selalu habis
terjual.
Suatu hari ketika sedang
melayani pembeli, bibi Helen melihat seorang anak perempuan
berusia sekitar sebelas tahun berdiri didepan tokonya. Anak perempuan
itu hanya berdiri sambil memandang kedalam tokonya. Karena sibuk melayani
pembeli, bibi Helen tidak sempat lama-lama memperhatikan anak perempuan yang berpakaian lusuh itu. Namun keesokan harinya,
kembali bibi Helen melihat anak perempuan
sudah berdiri ditempat yang sama diluar tokonya sambil memandang kedalam
tokonya. Selama tiga hari berturut-turut bibi Helen selalu melihat anak
perempuan itu. Pada hari keempat, ketika pembeli sudah
tidak ada lagi, barulah bibi Helen keluar dari tokonya dan menemui anak
perempuan itu. Ketika melihat bibi Helen
keluar dari tokonya, anak perempuan itu
seperti ketakutan.
“Kamu mau membeli roti
atau kue, nak?” tanya bibi Helen ramah. Perasaannya terharu melihat anak
perempuan itu pakaiannya kotor dan lusuh.
Anak perempuan itu hanya menatap Bibi Helen tanpa berkata
sepatah katapun sehingga bibi Helen mengulangi kembali pertanyaannya.
“Ya, saya ingin membeli
roti dan kue untuk adik-adik saya namun saya tidak memiliki uang sepeserpun.”
Sahut anak perempuan itu akhirnya.
“Oh, begitu.” Bibi Helen
tersenyum. “Mari masuk, nak. Kau tak perlu membayar kalau tidak memiliki uang.
Aku masih memiliki roti dan kue untuk adik-adikmu. Siapa namamu?”
“Muzna.”
Bibi Helen mengajak Muzna
masuk kedalam tokonya. Dia membungkus
beberapa buah roti dan kue dan memasukannya kedalam kantong kertas lalu
diberikan kepada Muzna. Dengan wajah gembira Muzna mengucapkan terima kasih dan
menerima kantong itu lalu bergegas pergi.
Hampir setiap hari bibi
Helen menunggu Muzna dan setiap kali melihat Muzna berdiri mematung didepan
tokonya bergegas bibi Helen memanggilnya dan membungkuskan roti dan kue untuk
Muzna. Hampir sebulan lamanya bibi Helen memberi Muzna roti dan kue hingga
akhirnya dia merasa penasaran ingin mengetahui siapakah anak perempuan itu
sebenarnya.
Sore itu setelah
memberikan roti dan kue pada Muzna, bibi Helen bergegas menutup tokonya dan
mengikuti Muzna. Anak perempuan itu berjalan cepat sambil memeluk kantong
berisi roti dan kue. Cukup jauh bibi Helen mengikuti Muzna hingga akhirnya dia
melihat Muzna masuk kedalam sebuah gang kecil dan masuk kedalam sebuah gubuk tua.
Bibi Helen mendengar
suara-suara anak kecil didalam gubuk tua
itu. Bergegas bibi Helen mengintip dari sela-sela bilik. Dia melihat didalam
gubuk itu ada tiga anak kecil yang berebut meminta roti dan kue kepada Muzna.
Dengan sabar Muzna membagi-bagikan roti dan kue itu kepada ketiga adiknya. Bibi
Helen tidak melihat ada siapapun lagi didalam gubuk itu kecuali Muzna dan
ketiga adiknya yang masih kecil. Bibi Muzna mengetuk pintu. Muzna membukakan
pintu dan tertegun ketika melihat bibi Helen berdiri didepan gubuknya.
“Siapakah ketiga anak
kecil itu?” tanya bibi Helen.
“Adik-adik saya.” Sahut
Muzna pelan.
“Kemanakah kedua
orangtuamu?” tanya bibi Helen.
“Mereka sudah lama
meninggal dunia. Saya adalah anak tertua, jadi saya yang harus bertanggungjawab
untuk mengurus ketiga adik saya yang masih kecil ini.” Ujar Muzna.
Esok harinya bibi Helen tidak pernah melihat Muzna
lagi berdiri didepan tokonya. Bibi Helen menunggu dan menunggu namun sampai
sebulan lamanya dia tidak pernah melihat anak perempuan itu lagi. Namun suatu
hari mendadak Muzna masuk kedalam
tokonya ketika bibi Helen sedang bersiap-siap akan menutup tokonya.
“Oh Muzna, lama sekali kau
tak pernah datang lagi kemari.” Sambut bibi Helen gembira melihat kedatangan
Muzna.
Muzna tersenyum. Dia
mengeluarkan sebuah kantong kecil dan memberikannya kepada bibi Helen. “Ini
untuk bibi Helen.” Kata Muzna.
“Apa ini?” tanya bibi
Helen sambil membuka kantong kecil itu. Mendadak matanya terbelalak ketika
melihat isi kantong kecil itu berisi
batu-batuan perhiasan berwarna warni yang sangat indah dan mahal harganya. Bibi
Helen menumpahkan seluruh isi kantong itu diatas meja. Batu-batuan perhiasan
berserakan diatas meja.
“Darimana kau memperoleh
perhiasan yang indah dan mahal harganya ini?” tanya bibi Helen sambil menatap Muzna dengan
curiga. Dia mengira anak itu sudah mencuri
perhiasan berharga ini.
“Aku mendapatkannya dari
seorang anak yatim piatu yang hidup didalam laut.” Sahut Muzna.
Muzna lalu bercerita,
sebelum kenal dengan bibi Helen, dia
selalu pergi ketepi laut untuk mencari ikan. Banyak nelayan yang pulang melaut
memberi beberapa potong ikan hasil tangkapan mereka dilaut kepada Muzna karena
Muzna mau membantu-bantu pekerjaan mereka. Suatu hari Muzna bertemu dengan seorang anak perempuan yang kakinya
terluka menginjak potongan kaca sehingga berdarah. Muzna menolong dan
mengobatinya. Anak perempuan itu mengucapkan terima kasih atas pertolongan
Muzna. Ternyata anak perempuan itu hidup
didalam laut. Namun sesekali dia suka bermain didaratan. Shakila, nama anak
perempuan itu, hidup sendirian karena kedua orangtuanya sudah lama meninggal
dunia. Dia mengajak Muzna kerumahnya
didasar lautan. Namun Muzna tidak mau karena dia tidak akan bisa bernafas
didalam air. Akhirnya Shakila masuk sendirian kedalam lautan dan tak lama
kembali lagi membawa beberapa buah batu
perhiasan dan diberikannya kepada Muzna sebagai hadiah atas pertolongannya. Karena
tidak tahu bahwa bebatuan itu berharga dan mahal harganya,
Muzna menjual murah bebatuan itu dan uangnya dipakai untuk membeli kebutuhan
dirinya dan adik-adiknya.
Namun ketika uangnya telah
habis, Muzna tidak tahu darimana lagi dia akan mendapatkan uang untuk membeli
makanan untuk adik-adiknya. Hingga
akhirnya dia bertemu dengan bibi Helen dan selama sebulan mendapatkan kue dan
roti dari bibi Helen. Ketika bibi
Helen selalu memberinya roti dan kue,
Muzna tidak melupakan Shakila. Dia selalu menyisihkan beberapa potong kue
dan roti untuk Shakila. Muzna pergi ketepi laut dan memanggil nama Shakila.
Tak lama kemudian Shakila muncul dari dalam lautan. Shakila sangat senang
mendapatkan kue dan roti karena selama ini dia belum pernah memakan makanan
yang seperti itu.
Ketika sudah sebulan
lamanya menerima kue dan roti, Shakila mengajak Muzna kerumahnya. Kali ini Muzna tidak menolak.
Aneh, ternyata dia bisa bernafas didalam air. Muzna dan Shakila berpegangan
tangan selama keduanya menyelam kedalam lautan. Alangkah senangnya bermain-main
didalam lautan. Banyak pemandangan indah yang dilihat Muzna didalam lautan. Oh,
rumah Shakila sangat indah sekali. Dihiasai
dengan bebatuan yang berwarna-warni. Pulangnya Shakila memberi dua buah kantung
kecil yang berisi batu-batuan perhiasan kepada Muzna.
“Yang satu untukmu dan
yang satu lagi untuk bibi Helen.” Kata Shakila.
Ketika kembali lagi kedaratan,
Muzna kerumah bibi Helen untuk menyerahkan kantung berisi batu-batuan itu
pemberian Shakila.
“Benarkah ceritamu ini,
Muzna?” tanya bibi Helen setelah Muzna selesai bercerita.
“Ya, benar. Aku bercerita
yang sebenarnya.” Sahut Muzna sungguh-sungguh.
“Aku ingin bertemu dengan
Shakila.” Kata bibi Helen.
“Dengan senang hati, aku
akan mengatar bibi Helen kesana.”
Bibi helen dan Muzna pergi
ketepi laut. Muzna memanggil Shakila. Tak lama kemudian Shakila muncul dari dalam laut. Shakila tersenyum ketika bibi Helen mengucapkan terima kasih
atas pemberian bebatuan berharga itu.
“Yang kuberikan tidak seberapa
dibandingkan dengan keikhlasan dan
ketulusan hati bibi Helen dalam memberikan rejeki kepada anak-anak yatim piatu
seperti kami.” Ujar Shakila.
Tidak lama kemudian bibi Helen mengajar Muzna bagaimana caranya membuat roti
dan kue. Dengan uang hasil penjualan baru-batu perhiasan pemberian Shakila, Muzna
membeli
tanah ditepi jalan dan membangun sebuah toko. Toko itu adalah sebuah toko kue dan roti seperti yang dimiliki bibi
Helen. Tahun demi tahun toko roti dan
kuenya semakin berkembang, apalagi ketiga adiknya sudah semakin besar dan bisa
membantu Muzna dalam mengelola
toko kue dan rotinya. Sementara itu bibi Helen menutup toko roti dan kuenya dan
menikmati masa tuanya dengan tenang dan bahagia.
--- 0 ---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar