EVELINA
Siuuuttt!
“Aduh!
Puteri Evelina menjerit. Kakinya tergelincir. Buuukk! Dia terjatuh sambil
terduduk dengan keras. Evelina meringis kesakitan. Dia melihat kebelakangnya. Dia melihat kulit
pisang tergeletak dibelakangnya. Oh, ternyata dia menginjak kulit pisang.
Rupanya petugas kebersihan tidak melihat ada kulit pisang dilantai belakang
istana. Bukan main marahnya Evelina. Dia segera memanggil petugas kebersihan
dan memarahinya. Petugas kebersihan memohon maaf atas kelalaiannya dan segera membersihkan
kulit pohon pisang. Lalu bergegas pergi.
Sementara
itu Evelina segera pergi keruangan kerja perdana menteri. Setelah mengetuk
pintu dia segera masuk. Perdana menteri tengah duduk dibelakang meja kerjanya
sambil menulis. Begitu melihat kedatangan
Evelina, perdana menteri segera bangkit
dari kursinya dan menyambutnya.
“Selamat
siang, tuan puteri. Silahkan duduk.” Sambut perdana menteri.
“Terima
kasih, paman perdana menteri.” Sahut Evelina. Dia lalu duduk dihadapan perdana
menteri. “Paman, tolong segera buatkan
peraturan baru.”
“Peraturan
baru? Peraturan apa?” Tanya perdana mentri.
“Buatlah
peraturan bahwa mulai sekarang penduduk negeri dilarang lagi menanam pohon
pisang.” Ujar Evelina dengan serius.
“Astaga.”
Perdana menteri tertawa mendengar ucapan puteri Evelina. “Kenapa tuan puteri
menghendaki dibuat peraturan seperti itu?’
Sambil
bersungut Evelina menceritakan kejadian
yang baru saja menimpanya. Perdana menteri mengangguk-anggukan kepalanya,
memahami kekesalan puteri Evelina dengan kejadian yang menimpanya.
“Baiklah,
tuan puteri. Paman akan mencoba membuat peraturan itu namun tentunya semua peraturan
yang akan diumumkan pada seluruh rakyat harus atas persetujuan Yang Mulia Paduka Raja,
tuan puteri.” Ucap perdana menteri.
“Oleh karena itu sebaiknya tuan puteri menghadap paduka raja untuk membicarakan
hal ini.”
“Baiklah.”
Sahut Evelina. Maka pergilah Evelina menemui ayahnya diruang kerjanya. Evelina
mengetuk pintu ruang kerja ayahnya. Ketika dia masuk, kelihatan ayahnya tengah duduk menulis dibelakang meja kerjanya. Oh,
ayah dan perdana menteri kelihatannya sama sibuknya, pikir Evelina.
“Ada
apa, Evelina?” Tanya ayahnya ketika melihat puterinya masuk.
“Ayah,
buatlah peraturan baru.” Kata Evelina.
“Peraturan
mengenai apa?” Tanya ayahnya.
“Buatlah
peraturan bahwa penduduk negeri ini dilarang lagi menanam pohon pisang.”
“Astaga,
ada-ada saja kau ini. Ayah sedang sibuk dengan pekerjaan, pergi sana jangan
mengganggu ayah.” Gerutu raja.
“Ayah,
dengarkan dulu. Aku tadi terpeleset gara-gara menginjak kulit pisang. Aku jatuh
terduduk. Pantatku sakit.” Seru Evelina.
Raja
menatap Evelina dengan marah. “Kamu ini cengeng sekali, Evelina. Dan kamu juga
egois. Hanya mementingkan kepentingan dirimu sendiri saja. Hanya karena
kejadian sepele seperti itu engkau memaksa ayah untuk membuat peraturan baru yang jelas akan merugikan dan menyengsarakan rakyat
ayah sendiri yang sebagian besar adalah petani.” Kata raja.
Bukan
main marahnya raja pada Evelina. “Evelina, suatu saat kelak engkau akan menjadi
ratu menggantikan ayah. Kau harus memiliki sikap dan pandangan yang bijak,
Evelina. Jangan mudah terpengaruh oleh hal-hal kecil.”
Raja
lalu menulis sebuah surat dan ditanda-tanganinya. Surat itu lalu diserahkan
kepada Evelina yang menerimanya dengan bingung.
“Baca
surat ini dan jalankan perintah raja.” Kata raja dengan tegas.
Evelina
membaca surat itu. Dia terbelalak kaget.
Surat itu adalah surat perintah atas nama Yang Mulia Paduka Raja agar dia
berkelana selama seminggu dan jangan kembali sebelum hitungan hari tepat satu
minggu.
“Ayah,
apa artinya ini?” teriak Evelina.
“Ayah
menghukum kamu.” Kata ayahnya tegas. “Pergilah. Bawalah bekal secukupnya dan
kembalilah setelah tepat satu minggu.”
Dengan
perasaan sedih terpaksa Evelina berangkat meninggalkan istana sambil membawa bekal secukupnya. Dia
menunggang kuda poni kesayangannya yang merupakan hadiah dari ayahnya. Hatinya
sedih dihukum ayahnya namun apa boleh buat nasi sudah menjadi bubur. Setelah
cukup jauh menempuh perjalanan, akhirnya Evelina berhenti dibawah sebuah pohon
untuk beristirahat. Dia menikmati bekal makanan dan minuman yang dibawanya dari
istana sementara kudanya dilepas agar bisa makan rumput.
Sambil
memakan rotinya Evelina melihat tidak
jauh dari tempatnya ada kebun pisang. Seorang petani dan istrinya tengah sibuk
memetik pisang dan menaruhnya didalam gerobak. Ketika gerobak itu sudah penuh
oleh pisang, lalu petani dan istrinya mendorong gerobak itu menuju pasar. Ketika
Evelina menengok kesebelah lain, beberapa petani lain pun tengah sibuk
dikebunnya memetik pisang. Mereka semuanya tengah tekun bekerja, tidak peduli
dengan sengatan sinar mentari yang saat itu tengah bersinar dengan teriknya.
Evelina
menghela napas dalam. Seandainya ayahnya dan paman perdana menteri mengabulkan
keinginannya untuk membuat undang-undang yang melarang seluruh penduduk
dinegerinya ini menanam pohon pisang, entah bagaimana jadinya kehidupan rakyat
dinegerinya ini.
Ayahnya
benar, sebagian besar rakyat hidup sebagai petani. Mereka bukan hanya menggarap
sawah saja, namun juga mengandalkan hidup dari hasil bertanam seperti menanam
pisang. Hanya gara-gara dia tergelincir oleh sebuah kulit pisang, dia ingin
ayahnya membuat undang-undang yang akan merugikan dan menyengsarakan rakyat banyak.
Evelina merasa malu dengan dirinya sendiri yang egois dan hanya mementingkan
dirinya sendiri.
Esok
harinya Evelina meneruskan perjalanannya. Kembali dia melihat kesibukan lain yang dilakukan rakyat
dinegerinya. Para petani sibuk menanam
padi disawah, tidak peduli dengan sengatan matahari. Para petani itu kelihatan
gembira karena memiliki harapan hasil panen padi mereka akan baik dan melimpah
setelah tahun kemarin mereka merugi karena padi mereka diserbu tikus. Dihari berikutnya Evelina melihat kesibukan para
nelayan sepulang menangkap ikan. Beragam ikan hasil tangkapan dikeluarkan dari
perahu mereka. Semuanya kelihatan bergembira
walaupun hasil tangkapan ikan mereka tidak banyak karena cuaca yang buruk
dilautan. Namun nelayan-nelayan itu tetap menikmati rejeki yang mereka peroleh.
Selama
seminggu berkelana, Evelina banyak menemukan pelajaran berharga untuk bekal
hidupnya. Dia melihat secara langsung kehidupan rakyat ayahnya. Bagaimana
rakyat bekerja keras untuk menghidupi dirinya dan keluarganya. Evelina
berkali-kali meneteskan airmatanya melihat betapa kerasnya perjuangan
rakyatnya. Ya, aku berjanji akan merubah sifatku yang mudah marah oleh hal-hal
sepele, pikir Evelina. Bila kelak aku menggantikan ayahku menjadi seorang ratu,
aku ingin menjadi seorang ratu yang adil dan bijaksana. Juga menjadi seorang
ratu yang dicintai oleh seluruh rakyat. Setelah seminggu melakukan perjalanan,
akhirnya Evelina pulang kembali ke istana. Ayahnya menyambut kedatangannya dan
tersenyum ketika mendengar Evelina menceritakan pengalamannya. Raja yakin
Evelina akan belajar banyak dari pengalaman-pengalamannya.
--- 0 ---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar