Jumat, 10 Mei 2013

Evelina



EVELINA

Siuuuttt!
“Aduh! Puteri Evelina menjerit. Kakinya tergelincir. Buuukk! Dia terjatuh sambil terduduk dengan keras. Evelina meringis kesakitan.  Dia melihat kebelakangnya. Dia melihat kulit pisang tergeletak dibelakangnya. Oh, ternyata dia menginjak kulit pisang. Rupanya petugas kebersihan tidak melihat ada kulit pisang dilantai belakang istana. Bukan main marahnya Evelina. Dia segera memanggil petugas kebersihan dan memarahinya. Petugas kebersihan memohon maaf atas kelalaiannya dan segera membersihkan kulit pohon pisang. Lalu bergegas pergi.
Sementara itu Evelina segera pergi keruangan kerja perdana menteri. Setelah mengetuk pintu dia segera masuk. Perdana menteri tengah duduk dibelakang meja kerjanya sambil menulis. Begitu  melihat kedatangan Evelina, perdana menteri  segera bangkit dari kursinya dan menyambutnya.
“Selamat siang, tuan puteri. Silahkan duduk.” Sambut perdana menteri.
“Terima kasih, paman perdana menteri.” Sahut Evelina. Dia lalu duduk dihadapan perdana menteri. “Paman, tolong  segera buatkan peraturan baru.”
“Peraturan baru? Peraturan apa?” Tanya perdana mentri.
“Buatlah peraturan bahwa mulai sekarang penduduk negeri dilarang lagi menanam pohon pisang.” Ujar  Evelina dengan serius.
“Astaga.” Perdana menteri tertawa mendengar ucapan puteri Evelina. “Kenapa tuan puteri menghendaki dibuat peraturan seperti itu?’
Sambil bersungut Evelina menceritakan  kejadian yang baru saja menimpanya. Perdana menteri mengangguk-anggukan kepalanya, memahami kekesalan puteri Evelina dengan kejadian yang menimpanya.
“Baiklah, tuan puteri. Paman akan mencoba membuat peraturan itu namun tentunya semua peraturan  yang akan diumumkan pada seluruh rakyat  harus atas persetujuan Yang Mulia Paduka Raja, tuan puteri.”  Ucap perdana menteri. “Oleh karena itu sebaiknya tuan puteri menghadap paduka raja untuk membicarakan hal ini.”
“Baiklah.” Sahut Evelina. Maka pergilah Evelina menemui ayahnya diruang kerjanya. Evelina mengetuk pintu ruang kerja ayahnya. Ketika dia masuk, kelihatan  ayahnya tengah  duduk menulis dibelakang meja kerjanya. Oh, ayah dan perdana menteri kelihatannya sama sibuknya, pikir Evelina.
“Ada apa, Evelina?” Tanya ayahnya ketika melihat puterinya masuk.
“Ayah, buatlah peraturan  baru.” Kata Evelina.
“Peraturan  mengenai apa?” Tanya ayahnya.
“Buatlah  peraturan  bahwa  penduduk negeri ini  dilarang lagi menanam pohon pisang.”
“Astaga, ada-ada saja kau ini. Ayah sedang sibuk dengan pekerjaan, pergi sana jangan mengganggu ayah.” Gerutu raja.
“Ayah, dengarkan dulu. Aku tadi terpeleset gara-gara menginjak kulit pisang. Aku jatuh terduduk. Pantatku sakit.” Seru Evelina.
Raja menatap Evelina dengan marah. “Kamu ini cengeng sekali, Evelina. Dan kamu juga egois. Hanya mementingkan kepentingan dirimu sendiri saja. Hanya karena kejadian sepele seperti itu engkau memaksa ayah untuk membuat peraturan baru  yang jelas akan merugikan dan menyengsarakan rakyat ayah sendiri yang sebagian besar adalah petani.” Kata raja.
Bukan main marahnya raja pada Evelina. “Evelina, suatu saat kelak engkau akan menjadi ratu menggantikan ayah. Kau harus memiliki sikap dan pandangan yang bijak, Evelina. Jangan mudah terpengaruh oleh hal-hal kecil.”
Raja lalu menulis sebuah surat dan  ditanda-tanganinya. Surat itu lalu diserahkan kepada Evelina yang menerimanya dengan bingung.
“Baca surat ini dan jalankan perintah raja.” Kata raja dengan tegas.
Evelina membaca  surat itu. Dia terbelalak kaget. Surat itu adalah surat perintah atas nama Yang Mulia Paduka Raja agar dia berkelana selama seminggu dan jangan kembali sebelum hitungan hari tepat satu minggu.
“Ayah, apa artinya ini?” teriak Evelina.
“Ayah menghukum kamu.” Kata ayahnya tegas. “Pergilah. Bawalah bekal secukupnya dan kembalilah setelah tepat satu minggu.”
Dengan perasaan sedih terpaksa Evelina berangkat meninggalkan istana  sambil membawa bekal secukupnya. Dia menunggang kuda poni kesayangannya yang merupakan hadiah dari ayahnya. Hatinya sedih dihukum ayahnya namun apa boleh buat nasi sudah menjadi bubur. Setelah cukup jauh menempuh perjalanan, akhirnya Evelina berhenti dibawah sebuah pohon untuk beristirahat. Dia menikmati bekal makanan dan minuman yang dibawanya dari istana sementara kudanya dilepas agar bisa makan rumput.
Sambil memakan rotinya Evelina  melihat tidak jauh dari tempatnya ada kebun pisang. Seorang petani dan istrinya tengah sibuk memetik pisang dan menaruhnya didalam gerobak. Ketika gerobak itu sudah penuh oleh pisang, lalu petani dan istrinya mendorong gerobak itu menuju pasar. Ketika Evelina menengok kesebelah lain, beberapa petani lain pun tengah sibuk dikebunnya memetik pisang. Mereka semuanya tengah tekun bekerja, tidak peduli dengan sengatan sinar mentari yang saat itu tengah bersinar dengan teriknya.
Evelina menghela napas dalam. Seandainya ayahnya dan paman perdana menteri mengabulkan keinginannya untuk membuat undang-undang yang melarang seluruh penduduk dinegerinya ini menanam pohon pisang, entah bagaimana jadinya kehidupan rakyat dinegerinya ini.
Ayahnya benar, sebagian besar rakyat hidup sebagai petani. Mereka bukan hanya menggarap sawah saja, namun juga mengandalkan hidup dari hasil bertanam seperti menanam pisang. Hanya gara-gara dia tergelincir oleh sebuah kulit pisang, dia ingin ayahnya membuat undang-undang yang akan merugikan dan menyengsarakan rakyat banyak. Evelina merasa malu dengan dirinya sendiri yang egois dan hanya mementingkan dirinya sendiri.
Esok harinya Evelina meneruskan perjalanannya. Kembali dia  melihat kesibukan lain yang dilakukan rakyat dinegerinya. Para  petani sibuk menanam padi disawah, tidak peduli dengan sengatan matahari. Para petani itu kelihatan gembira karena memiliki harapan hasil panen padi mereka akan baik dan melimpah setelah tahun kemarin mereka merugi karena padi mereka diserbu tikus.  Dihari berikutnya Evelina melihat kesibukan para nelayan sepulang menangkap ikan. Beragam ikan hasil tangkapan dikeluarkan dari perahu mereka.  Semuanya kelihatan bergembira walaupun hasil tangkapan ikan mereka tidak banyak karena cuaca yang buruk dilautan. Namun nelayan-nelayan itu tetap menikmati rejeki yang mereka peroleh.   
Selama seminggu berkelana, Evelina banyak menemukan pelajaran berharga untuk bekal hidupnya. Dia melihat secara langsung kehidupan rakyat ayahnya. Bagaimana rakyat bekerja keras untuk menghidupi dirinya dan keluarganya. Evelina berkali-kali meneteskan airmatanya melihat betapa kerasnya perjuangan rakyatnya. Ya, aku berjanji akan merubah sifatku yang mudah marah oleh hal-hal sepele, pikir Evelina. Bila kelak aku menggantikan ayahku menjadi seorang ratu, aku ingin menjadi seorang ratu yang adil dan bijaksana. Juga menjadi seorang ratu yang dicintai oleh seluruh rakyat. Setelah seminggu melakukan perjalanan, akhirnya Evelina pulang kembali ke istana. Ayahnya menyambut kedatangannya dan tersenyum ketika mendengar Evelina menceritakan pengalamannya. Raja yakin Evelina akan belajar banyak dari pengalaman-pengalamannya.   
--- 0 ---

Tidak ada komentar:

Posting Komentar