Hujan turun semakin deras. Emma
membuka jendela pondoknya. Angin berhembus keras masuk kedalam pondok. Udara
dimusim hujan sangat dingin sekali.
“Emma, tutup jendelanya! Angin masuk
kemari!” seru ibunya yang tengah sibuk didapur membuat kue.
Bergegas Emma menutup jendela kembali.
Ayah belum pulang juga dari berburu. Ayah sudah berjanji akan menangkap rusa
dan kulitnya akan dibuatkan sepatu untuknya. Sudah lama Emma menginginkan
sepatu dari kulit rusa. Sepatu itu akan dipakainya menemani ayah jika sedang
berburu. Ayah tidak punya anak laki-laki sehingga selalu pergi berburu
sendirian. Dan Emma ingin menemani ayahnya berburu dan membawa pulang rusa muda
yang akan dipanggang dagingnya. Daging rusa enak dan harum. Dan biasanya,
menjelang malam tahun baru, ayah selalu berusaha mendapatkan rusa muda untuk
dipanggang dimalam tahun baru.
Bruggg!! Emma mendengar suara
berdentum keras dibelakang pondoknya. Pasti ayah sudah pulang. Bergegas Emma
pergi kebelakang. Begitu dia membuka pintu dapur, angin keras kembali masuk
menerpa tubuhnya. Benar, ayah sudah pulang. Seekor rusa muda tergeletak didekat
kaki ayahnya. Bergegas Emma menutup pintu dapur dan memburu ayahnya.
“Ayah, sudah dapat rusanya?” teriak
Emma gembira.
Ayahnya tersenyum melihat Emma.
“Ya.” Sahut ayah. “Ini rusa
satu-satunya yang ayah temukan dan bisa
ayah bawa pulang.”
“Ayah hebat!” seru Emma. Bukan main
gembira perasaannya. Akhirnya dia akan memiliki sepatu kulit rusa seperti yang
dijanjikan ayahnya.
Sehari itu Emma ikut sibuk membantu
ibunya menyiapkan makanan menjelang tahun baru sementara ayah sibuk menguliti
rusa. Daging rusa itu akan dipanggang. Biasanya beberapa orang tetangga mereka
akan datang dan ikut menikmati daging rusa panggang itu.
Tok! Tok! Tok! Terdengar suara pintu depan
diketuk dengan keras. Bergegas Emma membuka pintu. Dia tertegun. Didepannya
berdiri seorang pemuda dengan wajah kedinginan. Dia meringis seakan menahan
sakit sambil memegang sebelah kakinya. Emma melihat celana pemuda itu robek
pada bagian pahanya. Ada
bercak-bercak darah pada celananya. Rupanya kaki pemuda itu terluka.
“Bolehkah saya ikut menumpang didalam?
Diluar udaranya dingin sekali.”
“Oh, mari. Silahkan.” Sahut Emma
sambil membukakan pintu lebih lebar lagi.
Pemuda itu masuk. Dia langsung terduduk
pada kursi kayu yang ada diruangan itu sambil meringis menahan sakit.
“Mungkin pemburu yang tersesat.” Ucap
ibunya ketika melihat pemuda itu. “Emma, kamu buatkan kopi panas dan hidangkan padanya. Dia pasti kedinginan
sekali.”
“Ya, bu.” Sahut Emma sambil bergegas
membuatkan secangkir kopi panas dan dihidangkannya pada pemuda itu.
“Terima kasih.” Ucap pemuda itu sambil
menerima pemberian Emma dengan wajah gembira.
“Kenapa kakimu?” tanya ibu ketika
melihat luka pada paha pemuda itu.
“Kuda saya terperosok. Saya terjatuh
kedalam jurang.”
“Kamu sendirian saja?”
“Saya bersama dengan kedua teman saya.
Namun saya tertinggal jauh oleh mereka. Saya terpisah hingga kemudian saya
mendapatkan kecelakaan ini.”
Ibu tahu apa yang harus dilakukannya.
Ibu membantu pemuda itu mengobati
luka-lukanya. Pemuda itu kelihatan tenang ketika luka-lukanya sudah diobati. Ketika
pemuda itu sudah menghabiskan kopinya, dia melihat ayah Emma sedang sibuk
bekerja menguliti rusa. Tanpa diminta pemuda itu membantu ayah Emma walaupun
ayah Emma sudah berusaha mencegahnya. Namun pemuda itu nampak senang membantu
ayah Emma menyelesaikan pekerjaannya walaupun kakinya kelihatannya masih terasa
sakit.
“Nah, Emma, kulit rusanya sudah
terpisah dari dagingnya. Namun kau harus bersabar sebelum engkau bisa
mengenakan sepatu kulit rusa yang kau inginkan karena kulit rusa ini harus
dijemur dulu sampai kering sementara musim hujan masih lama berakhir sebelum
datangnya musim kemarau.” Kata ayah.
Emma hanya mengangguk. Ya, dia harus
bersabar. Kulit rusa itu tidak mungkin langsung dibuat sepatu. Semoga musim
hujan segera berakhir dan musim kemarau segera tiba.
“Kamu ingin sepatu kulit rusa, Emma?”
tanya pemuda itu.
“Ya.” Emma mengangguk.
Malam tahun baru terasa menyenangkan.
Beberapa tetangganya berdatangan. Dan mereka semua menikmati daging rusa
panggang yang harum dengan bumbu rempah-rempah yang membalut seluruh daging
rusa panggang itu. Pemuda itu ikut
berbaur dengan keluarga Emma dan
tetangga-tetangganya, merayakan malam tahun baru sambil menikmati daging rusa
panggang.
Ditengah-tengah suasana itu mendadak
datang dua orang lelaki berkuda menghampiri pondok Emma. Keduanya mengenakan
pakaian pemburu. Mereka mengetuk pintu pondok. Ayah yang membukakan pintu.
“Maaf, tuan. Apakah tuan melihat
seorang pemuda lewat kemari?” tanya salah seorang dari mereka dengan wajah
cemas.
“Pemuda?” tanya ayah. Lalu dia
teringat pada tamunya. “Apakah dia yang
tuan maksud?” Ayah menunjuk pemuda itu
yang tengah duduk berselonjor kaki sambil menikmati daging rusa
panggang.
“Ya, benar.” Sahut lelaki itu sambil
bergegas masuk menemui pemuda itu. “Tuanku sudah membuat kami cemas. Kami sudah
mencari tuanku kesana kemari. Ternyata tuanku ada disini.”
“Ya, kudaku tertinggal jauh oleh
kalian. Sial, kudaku terperosok sehingga aku tergelincir masuk kedalam jurang.
Aku berjuang naik keatas dan berusaha mencari rumah terdekat. Untunglah aku melihat rumah ini dan
bisa beristirahat sambil mengobati luka dikakiku.” Sahut pemuda itu sambil
tersenyum.
“Kami tidak berani pulang ke istana
tanpa tuanku. Bagaimana murkanya
ayahanda raja bila mengetahui kami sudah lalai menjaga tuanku.” Kata lelaki
yang satu lagi.
Pemuda itu tertawa. “Tidak usah cemas.
Kalian sudah menjaga aku dengan sebaik-baiknya, hanya aku sendiri yang ceroboh
sehingga kudaku tertinggal jauh dari kalian dan akhirnya aku mendapatkan
kecelakaan. Tapi sekarang lukaku sudah diobati oleh ibu pemilik pondok ini.”
Ayah mengajak kedua tamunya yang baru
datang menikmati daging rusa panggang. Esok harinya pagi-pagi ketiga tamunya pamit
pergi sambil mengucapkan banyak terima kasih pada orangtua Emma yang sudah baik
hati menyediakan tempat menginap dan menyuguhi mereka dengan makanan dan
minuman. Tiga hari kemudian datang utusan sang pangeran. Dia membawa sepasang
sepatu kulit rusa. Oh, bukan main senangnya perasaan Emma. Akhirnya dia bisa
memiliki sepasang sepatu kulit rusa yang diinginkannya selama ini. Sepatu kulit
rusa pemberian sang pangeran itu sangat indah sekali. Dengan tak sabar dia
mencoba memakai sepatu kulit rusa itu. ternyata sangat pas dikakinya.
“Ayah, kalau ayah akan berburu lagi ke
hutan, aku ikut, ya.”
“Tentu, anakku.” Sahut ayah sambil
tertawa.
--- o ---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar