Jumat, 10 Mei 2013

SEPATU KULIT RUSA





Hujan turun semakin deras. Emma membuka jendela pondoknya. Angin berhembus keras masuk kedalam pondok. Udara dimusim hujan sangat dingin sekali.
“Emma, tutup jendelanya! Angin masuk kemari!” seru ibunya yang tengah sibuk didapur membuat kue.
Bergegas Emma menutup jendela kembali. Ayah belum pulang juga dari berburu. Ayah sudah berjanji akan menangkap rusa dan kulitnya akan dibuatkan sepatu untuknya. Sudah lama Emma menginginkan sepatu dari kulit rusa. Sepatu itu akan dipakainya menemani ayah jika sedang berburu. Ayah tidak punya anak laki-laki sehingga selalu pergi berburu sendirian. Dan Emma ingin menemani ayahnya berburu dan membawa pulang rusa muda yang akan dipanggang dagingnya. Daging rusa enak dan harum. Dan biasanya, menjelang malam tahun baru, ayah selalu berusaha mendapatkan rusa muda untuk dipanggang dimalam tahun baru.
Bruggg!! Emma mendengar suara berdentum keras dibelakang pondoknya. Pasti ayah sudah pulang. Bergegas Emma pergi kebelakang. Begitu dia membuka pintu dapur, angin keras kembali masuk menerpa tubuhnya. Benar, ayah sudah pulang. Seekor rusa muda tergeletak didekat kaki ayahnya. Bergegas Emma menutup pintu dapur dan memburu ayahnya.
“Ayah, sudah dapat rusanya?” teriak Emma gembira.
Ayahnya tersenyum melihat Emma.
“Ya.” Sahut ayah. “Ini rusa satu-satunya yang ayah  temukan dan bisa ayah  bawa pulang.”
“Ayah hebat!” seru Emma. Bukan main gembira perasaannya. Akhirnya dia akan memiliki sepatu kulit rusa seperti yang dijanjikan ayahnya.
Sehari itu Emma ikut sibuk membantu ibunya menyiapkan makanan menjelang tahun baru sementara ayah sibuk menguliti rusa. Daging rusa itu akan dipanggang. Biasanya beberapa orang tetangga mereka akan datang dan ikut menikmati daging rusa panggang itu.
Tok! Tok! Tok! Terdengar suara pintu depan diketuk dengan keras. Bergegas Emma membuka pintu. Dia tertegun. Didepannya berdiri seorang pemuda dengan wajah kedinginan. Dia meringis seakan menahan sakit sambil memegang sebelah kakinya. Emma melihat celana pemuda itu robek pada bagian pahanya. Ada bercak-bercak darah pada celananya. Rupanya kaki pemuda itu terluka.
“Bolehkah saya ikut menumpang didalam? Diluar udaranya dingin sekali.”
“Oh, mari. Silahkan.” Sahut Emma sambil membukakan pintu lebih lebar lagi.
Pemuda itu masuk. Dia langsung terduduk pada kursi kayu yang ada diruangan itu sambil meringis menahan sakit.
“Mungkin pemburu yang tersesat.” Ucap ibunya ketika melihat pemuda itu. “Emma, kamu buatkan kopi panas  dan hidangkan padanya. Dia pasti kedinginan sekali.”
“Ya, bu.” Sahut Emma sambil bergegas membuatkan secangkir kopi panas dan dihidangkannya pada pemuda itu.
“Terima kasih.” Ucap pemuda itu sambil menerima pemberian Emma dengan wajah gembira.
“Kenapa kakimu?” tanya ibu ketika melihat luka pada paha pemuda itu.
“Kuda saya terperosok. Saya terjatuh kedalam jurang.”
“Kamu sendirian saja?”
“Saya bersama dengan kedua teman saya. Namun saya tertinggal jauh oleh mereka. Saya terpisah hingga kemudian saya mendapatkan kecelakaan ini.”
Ibu tahu apa yang harus dilakukannya. Ibu membantu pemuda  itu mengobati luka-lukanya. Pemuda itu kelihatan tenang ketika luka-lukanya sudah diobati. Ketika pemuda itu sudah menghabiskan kopinya, dia melihat ayah Emma sedang sibuk bekerja menguliti rusa. Tanpa diminta pemuda itu membantu ayah Emma walaupun ayah Emma sudah berusaha mencegahnya. Namun pemuda itu nampak senang membantu ayah Emma menyelesaikan pekerjaannya walaupun kakinya kelihatannya masih terasa sakit.
“Nah, Emma, kulit rusanya sudah terpisah dari dagingnya. Namun kau harus bersabar sebelum engkau bisa mengenakan sepatu kulit rusa yang kau inginkan karena kulit rusa ini harus dijemur dulu sampai kering sementara musim hujan masih lama berakhir sebelum datangnya musim kemarau.” Kata ayah.
Emma hanya mengangguk. Ya, dia harus bersabar. Kulit rusa itu tidak mungkin langsung dibuat sepatu. Semoga musim hujan segera berakhir dan musim kemarau segera tiba.
“Kamu ingin sepatu kulit rusa, Emma?” tanya pemuda itu.
“Ya.” Emma mengangguk.
Malam tahun baru terasa menyenangkan. Beberapa tetangganya berdatangan. Dan mereka semua menikmati daging rusa panggang yang harum dengan bumbu rempah-rempah yang membalut seluruh daging rusa panggang itu. Pemuda itu ikut  berbaur  dengan keluarga Emma dan tetangga-tetangganya, merayakan malam tahun baru sambil menikmati daging rusa panggang.
Ditengah-tengah suasana itu mendadak datang dua orang lelaki berkuda menghampiri pondok Emma. Keduanya mengenakan pakaian pemburu. Mereka mengetuk pintu pondok. Ayah yang membukakan pintu.
“Maaf, tuan. Apakah tuan melihat seorang pemuda lewat kemari?” tanya salah seorang dari mereka dengan wajah cemas.
“Pemuda?” tanya ayah. Lalu dia teringat pada tamunya.  “Apakah dia yang tuan maksud?” Ayah menunjuk pemuda itu  yang tengah duduk berselonjor kaki sambil menikmati daging rusa panggang.
“Ya, benar.” Sahut lelaki itu sambil bergegas masuk menemui pemuda itu. “Tuanku sudah membuat kami cemas. Kami sudah mencari tuanku kesana kemari. Ternyata tuanku ada disini.”
“Ya, kudaku tertinggal jauh oleh kalian. Sial, kudaku terperosok sehingga aku tergelincir masuk kedalam jurang. Aku berjuang naik keatas dan berusaha mencari rumah  terdekat. Untunglah aku melihat rumah ini dan bisa beristirahat sambil mengobati luka dikakiku.” Sahut pemuda itu sambil tersenyum.
“Kami tidak berani pulang ke istana tanpa tuanku.  Bagaimana murkanya ayahanda raja bila mengetahui kami sudah lalai menjaga tuanku.” Kata lelaki yang satu lagi.
Pemuda itu tertawa. “Tidak usah cemas. Kalian sudah menjaga aku dengan sebaik-baiknya, hanya aku sendiri yang ceroboh sehingga kudaku tertinggal jauh dari kalian dan akhirnya aku mendapatkan kecelakaan. Tapi sekarang lukaku sudah diobati oleh ibu pemilik pondok ini.”
Ayah mengajak kedua tamunya yang baru datang menikmati daging rusa panggang. Esok harinya pagi-pagi ketiga tamunya pamit pergi sambil mengucapkan banyak terima kasih pada orangtua Emma yang sudah baik hati menyediakan tempat menginap dan menyuguhi mereka dengan makanan dan minuman. Tiga hari kemudian datang utusan sang pangeran. Dia membawa sepasang sepatu kulit rusa. Oh, bukan main senangnya perasaan Emma. Akhirnya dia bisa memiliki sepasang sepatu kulit rusa yang diinginkannya selama ini. Sepatu kulit rusa pemberian sang pangeran itu sangat indah sekali. Dengan tak sabar dia mencoba memakai sepatu kulit rusa itu. ternyata sangat pas dikakinya.
“Ayah, kalau ayah akan berburu lagi ke hutan, aku ikut, ya.”
“Tentu, anakku.” Sahut ayah sambil tertawa.

--- o ---

Tidak ada komentar:

Posting Komentar