Raja Martanegara dengan Raja Mandura
bersahabat baik karena kerajaan mereka bertetangga. Demikian pula dengan putera
puteri mereka. Pangeran Pranata, putera Raja Martanegara dan puteri Sukawati sejak kecil mereka sudah berteman baik. Pertemanan yang berlangsung sejak kecil itu
ternyata telah menumbuhkan bibit-bibit cinta dihati sang puteri dan sang
pangeran setelah mereka sama-sama dewasa. Sehingga keduanya berjanji untuk
saling setia dan saling mencintai sepanjang hidup mereka.
“Berjanjilah, kau tak akan menerima
laki-laki lain sebagi suamimu.” Kata
pangeran Pranata pada suatu saat.
“Ya, aku berjanji.” Sahut puteri Sukawati
sambil tersenyum. “Aku hanya akan
menikah denganmu saja. Tapi kau pun harus berjanji tak akan menikah dengan puteri lain selain
aku.”
“Ya, aku berjanji.” Sahut pangeran Pranata dengan penuh keyakinan.
Waktu terus berjalan hingga pada suatu
saat kerajaan ayahanda pangeran Pranata diserang musuh. Kerajaan ayahanda pangeran Pranata
dikalahkan. Kedua orang tua pangeran Pranata tewas ditangan musuh sementara pangeran Pranata ditawan oleh musuh dan dibawa ke kerajaan
Wanakerta. Meskipun sang pangeran sudah berusaha untuk melarikan diri namun
penjagaan yang ketat dari musuh membuat sang pangeran tak bisa melarikan diri.
Suatu hari sang Pangeran Pranata dipindahkan dari penjaranya ke sebuah bangunan
kecil dilingkungan istana kerajaan.
Pangeran Pranata tidak mengerti
mengapa dia dipindahkan. Ditempat yang indah itu Pangeran Pranata diberi pakaian yang bagus-bagus dan makanan
yang enak. Pangeran Pranata juga dilayani dengan sebaik-baiknya oleh
pelayan istana seperti halnya yang diterimanya dulu diistananya. Perlakuan para
pelayan dan pengawal kerajaan sungguh jauh berbeda dengan yang diterimanya
ketika dia dipenjara sebagai tawanan.
Pagi itu Pangeran Pranata sedang
duduk sendirian ditaman istana ketika
tiba-tiba datanglah seorang puteri yang
cantik sekali dengan sikapnya yang anggun. Pangeran Pranata tidak mengenal puteri yang cantik itu namun
dia mengira bahwa puteri itu pasti memiliki hubungan yang erat dengan penguasa
kerajaan. Ternyata tebakannya tepat. Puteri itu adalah puteri raja yang
menawannya. Ketika melihat sang pangeran, sang puteri langsung jatuh cinta.
Puteri itu bernama Puteri Sekar Delima.
Hampir setiap hari Puteri Sekar Delima
menjenguk Pangeran Pranata
bersama dayang-dayangnya. Bahkan
akhirnya Puteri Sekar Delima suka mengajak Pangeran Pranata
berburu dihutan. Namun meskipun
Puteri Sekar Delima sudah berusaha untuk menyenangkan perasaan
Pangeran Pranata, namun Pangeran Pranata
belum pernah menunjukan wajah
yang gembira.
“Kenapa kau selalu murung?” tegur Puteri Sekar Delima suatu
saat.
“Kenapa kau tanyakan hal itu?” Pangeran Pranata balik
bertanya. “Kerajaanku hancur, orangtuaku tewas
sementara aku sendiri ditawan
musuh. Apa lagi yang bisa membuat aku gembiran?”
“Nasib yang telah menentukan bahwa
ayahku bermusuhan dengan ayahmu.” Kata Puteri Sekar Delima dengan lemah lembut. “Buyutmu dahulu pernah
menghancurkan kerajaan buyutku hingga selama berpuluh-puluh tahun kehidupan
dikerajaan kami penuh dengan penderitaan hingga akhirnya setelah sekian lama
kerajaan kami bisa pulih kembali. Jangan salahkan ayahku bila sekarang ayahku
membalas menyerang kerajaan ayahmu. Ayahku sudah terlanjur berjanji kepada
kakeknya kalau dia akan membalas sakit hati buyutnya dan akan menghancurkan
kerajaan yang dahulu pernah menghancurkan kerajaan buyut kami.”
Pangeran Pranata tidak memberi komentar. Apalagi ketika dia
melihat airmata dimata puteri Sekar
Delima.
“Aku sendiri sangat menyesali dengan
keadaan ini. Aku sungguh tak ingin terjadi permusuhan diantara kita.” Kata
Puteri Sekar Delima dengan nada sedih.
Lama kelamaan Pangeran Pranata akhirnya bisa menilai bahwa puteri musuhnya
ini adalah seorang puteri yang baik hati dan sesungguhnya mencintai
perdamaian. Namun rasa sakit hati yang
telah ditimbulkan oleh orangtua sang puteri tak mungkin terhapus begitu saja.
Namun meskipun begitu, melihat kebaikan Puteri Sekar Delima kepadanya, akhirnya hati Pangeran Pranata luluh juga. Pangeran Pranata mulai mau menemani Puteri Sekar Delima dengan
senang hati. Mereka berdua banyak melewatkan waktu bersama-sama. Bahkan
akhirnya Pangeran Pranata seakan telah
menemukan kegembiraannya kembali. Puteri Sekar Delima merasa bahagia melihat Pangeran Pranata telah pulih kembali kegembiraannya. Lama kelamaan akhirnya sang pangeran jatuh
cinta juga kepada sang puteri karena selain cantik dan baik hati, sang puteri
itupun kelihatan sungguh-sungguh mencintai dan menyayanginya.
Akhirnya Pangeran Pranata menikah dengan Puteri Sekar Delima. Meskipun pangeran Pranata merasa berdosa karena telah
mengkhianati orangtuanya, namun disisi lain dia ingin menebus dosa dengan apa
yang telah dilakukan buyutnya dulu kepada buyut
puteri Sekar Delima. Pangeran Pranata
mencoba bersikap bijaksana, tidak mau memperpanjang dendam diantara
mereka. Apalagi tak lama kemudian Puteri Sekar Delima melahirkan seorang bayi laki-laki yang sehat
dan lucu. Bukan main bahagianya hati
pangeran Pranata. Dia merasa
bahagia sekali memiliki seorang istri yang baik dan setia dan begitu tulus
mencintainya sepenuh hati serta memiliki seorang anak laki-laki yang akan
menjadi penerusnya kelak.
Pada suatu hari Pangeran Pranata sedang bermain-main dengan anaknya di taman
istana ketika tiba-tiba seekor merpati hinggap dirumput taman itu. Pada kaki
merpati itu Pangeran Pranata melihat
sepucuk surat terbuat
dari kulit binatang yang diikatkan pada
kaki merpati itu. Pangeran Pranata menangkap merpati itu. Dia membentangkan kulit
yang berisi tulisan itu. Matanya terbelalak. Sepucuk surat yang ditujukan kepadanya. Ditulis
dengan darah. Mendadak dia termenung. Surat
itu ditulis oleh Puteri Sukawati, kekasihnya yang sungguh merasa kehilangan dirinya
dan telah berusaha mencarinya kemana-mana.
Sekian
lamanya aku setia kepadamu, Pangeran Pranata, namun ternyata hanya
pengkhianatan sebagai imbalan dari kesetiaanku selama ini.
Hanya
kalimat itu yang tertulis dalam selembar kulit itu. Namun hati pangeran Pranata mendadak terasa pedih. Dia teringat dengan
kesetiaan kekasihnya. Pangeran Pranata kembali
ke istana. Diam-diam dia mengganti pakaiannya dengan pakaian biasa dan meminta
salah seorang pengawalnya untuk menyiapkan kudanya yang terbaik dan bekal
secukupnya. Dia nekad akan menemui Puteri Sukawati diistananya.
Selama beberapa hari Pangeran Pranata menempuh perjalanan tanpa berhenti. Akhirnya
tibalah Pangeran Pranata dikerajaan
Puteri Sukawati. Seorang pengawal
menyampaikan kedatangan Pangeran Pranata
kepada Puteri Sukawati. Tak lama
kemudian Puteri Sukawati datang menemui Pangeran Pranata. Wajah sang
puteri kelihatan murung dan sedih.
“Maafkanlah aku.” Kata Pangeran Pranata.
“Keadaan yang membuatku tak bisa lari dari kenyataan ini. Aku ditawan musuh……”
“Bercinta dengan musuhmu sendiri dan
menikah dengan dia!” potong Puteri Sukawati dengan nada ketus. “Sungguh memalukan dan tak
punya harga diri sama sekali!”
“Maafkanlah aku.” Kata Pangeran Pranata.
“Bukan aku lupa dengan janji setia kita dulu, namun aku tak bisa menghindar
dari kenyataan ini.”
Tiba-tiba saja kemarahan Puteri Sukawati
meledak tak terbendung lagi. Puteri Sukawati
tetap tidak mau menerima kenyataan bahwa kekasihnya menikah
dengan puteri lain. Puteri Sukawati yang selama ini dikenal oleh Pangeran Pranata sebagai seorang puteri yang lemah lembut,
kini telah berubah menjadi begitu
emosional dan pemarah. Suaranya keras dan meledak-ledak. Setiap kata bagaikan
pukulan cambuk yang menyakiti perasaan Pangeran Pranata. Pangeran Pranata dimarahi
habis-habisan. Namun Pangeran Pranata hanya diam saja dicaci maki seperti itu oleh
Puteri Sukawati. Ribuan kata-kata yang menusuk dan melukai hati sang pangeran
diterimanya dengan perasaan sabar. Pangeran Pranata tidak membantah atau menyela satu katapun. Dia
membiarkan saja Puteri Sukawati menumpahkan seluruh kemarahannya. Melihat sang puteri semakin marah dan mencaci
makinya, dalam hati Pangeran Pranata semakin
bersyukur bahwa dia tidak menikah
dengan Puteri Sukawati.
Memang benar, kesetiaan Puteri Sukawati
tak diragukan lagi. Dia benar-benar
seorang puteri yang setia. Namun
ternyata tak cukup hanya kesetiaan yang membuat seoang laki-laki akan bertahan
mencintainya. Pangeran Pranata berpikir,
seandainya saja dirinya menikah dengan
Puteri Sukawati, dia yakin tidak
akan sanggup menghadapi sifat Puteri Sukawati
yang ternyata bisa berubah menjadi kasar
seperti seekor macan betina dalam sekejap.
Puteri Sukawati masih terus marah-marah dan mencaci maki ketika
Pangeran Pranata pamitan. Pangeran Pranata
kembali lagi kekerajaan Wanakerta
menemui Puteri Sekar Delima. Meskipun menurut sejarah istrinya itu adalah musuh
bebuyutannya, namun sekarang dia adalah istri yang sungguh sangat menyayangi,
mencintai dan menghormatinya. Dan juga telah memberinya keturunan. Dia tak mau
peduli lagi dengan sejarah bebuyutan mereka. Yang diharapkannya adalah
membentuk keluarga yang bahagia bersama istrinya yang dicintainya.
--- o ---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar