Jumat, 10 Mei 2013

Buah Pisang Emas



Anjar tinggal berdua dengan ibunya yang sudah tua dan  sakit-sakitan. Semakin hari keadaan ibunya semakin parah. Anjar merasa  bingung melihat keadaan ibunya. Dia sudah berusaha mencari obat kesana kemari untuk mengobati ibunya namun ibunya tidak juga kunjung sembuh. Suatu malam Anjar bermimpi melihat sebatang pohong pisang. Buah pisang itu warnanya kuning berkilauan seperti emas. Dalam mimpinya, Anjar memetik pisang emas itu dan memberikannya kepada ibunya. Ibunya memakannya dan ternyata ibunya kemudian sembuh. Tubuhnya  segar bugar kembali seperti sediakala.
Ketika terbangun, Anjar memikirkan mimpinya itu. Aku harus mencari buah pisang emas itu, pikir Anjar. Anjar lalu menceritakan mimpinya itu kepada ibunya.
“Oh, itu hanyalah mimpi, anakku. Jangan dipikirkan.” Kata ibunya dengan suara lemah.
“Tapi saya yakin mimpi itu sebuah pertanda baik untuk kesembuhan ibu.” Kata Anjar. “Saya akan mencari buah pisang emas itu sampai ketemu agar ibu segera sembuh.”
“Kemana kau akan mencarinya, nak?”
“Kemana saja dimana pohon pisang emas itu tumbuh dan berada.”
“Oh, kau tega meninggalkan ibu seorang diri dirumah, nak?”
“Saya pergi karena ingin mencari obat untuk kesembuhan ibu.” Ucap Anjar.
“Lalu dengan siapa ibu harus tinggal bila engkau pergi?”
“Ibu, saya akan menitipkan ibu pada Salikha. Dia pasti akan menjaga ibu selama saya pergi.”
Salikha adalah gadis tetangga. Dia hidup seorang diri digubuknya. Kedua orangtuanya sudah lama meninggal dunia. Salikha dan Anjar sering bekerja bersama-sama  menggarap sepetak  ladang peninggalan ayah Anjar. Sebagai upahnya Anjar memberi sebagian hasil ladang kepada Salikha.
Hari itu setelah menitipkan ibunya kepada  Salikha, Anjar segera pergi akan mencari buah pisang emas  seperti yang ada dalam mimpinya. Namun sepanjang jalan tidak ada seorangpun yang mengetahui dimana pohon pisang emas itu tumbuh. Hingga akhirnya setelah tiga hari lamanya menempuh perjalanan, Anjar bertemu dengan seorang wanita pengemis tua yang sedang sakit parah. Pengemis itu duduk sambil bersandar pada sebatang pohon yang rindang ditepi jalan. Nafasnya kelihatan tersengal-sengal. Melihat keadaan pengemis  itu yang nampak kepayahan, Anjar teringat kepada ibunya yang sedang sakit. Dia mendekati pengemis itu dan memberikan  bekal makanan dan minumannya kepadanya.
“Terima kasih, nak. Kau baik sekali.” Kata pengemis itu.  “Hendak pergi kemanakah  engkau ini?”
Anjar menceritakan mimpinya. “Saya hendak mencari pohon pisang emas itu karena saya yakin pisang emas itu akan bisa menyembuhkan ibu saya.” Kata Anjar usai menceritakan mimpinya.
“Oh, engkau seorang anak yang sangat berbakti, nak.” Ucap pengemis itu. “Kebetulan   nenek pernah  mendengar tentang sebatang pohon pisang emas itu. Lekaknya di bukit Padinding. Berjalanlah terus ke selatan. Bukit kedua yang kau temui itulah  bukit Padinding. Di bukit itulah tumbuhnya pohon pisang emas itu.”
“Oh, terima kasih banyak, nek.” Ujar Anjar gembira karena sekarang dia sudah mendapat tahu dimana keberadaan pohon pisang emas itu. Dia lalu meneruskan kembali perjalanannya.
Sesuai dengan petunjuk  pengemis itu, Anjar berjalan kearah selatan. Dia memperhatikan bukit pertama yang ditemuinya. Sebuah bukit yang gersang. Tidak ada sebatang pepohonan pun yang tumbuh disana. Hanya sebuah bukit kapur. Ketika melihat bukit kedua, perasaan Anjar terasa lega. Bukit itu kelihatan hijau.
“Oh, disanalah pohon pisang emas itu tumbuh.” Pikir Anjar dengan perasaan gembira.
Dia segera menaiki bukit itu. Hatinya makin gembira  melihat diatas bukit itu banyak tumbuh pohon pisang. Namun mendadak Anjar merasa ngeri. Diatas bukit itu berkeliaran banyak sekali kera. Kera kera itu berloncatan dari satu pohon ke pohon yang lain. Mereka memakan pisang-pisang yang tumbuh pada setiap batang pohon pisang. Ketika melihat kedatangan Anjar, kera-kera itu mengeluarkan suara yang ribut. Anjar berusaha bersikap tenang meskipun dia merasa ngeri melihat  kera-kera yang begitu banyak jumlahnya.
Tiba-tiba Anjar melihat seekor kera tua tergolek didekat sebatang pohon pisang. Kakinya bengkak dan kelihatan terluka. Kelihatannya lukanya sudah lama karena mengeluarkan bau busuk. Anjar merasa iba melihat keadaan kera tua itu yang nampak lemah tak berdaya dengan luka yang telah membusuk dikakinya.
“Oh, kakimu terluka.” Ucap Anjar.
Dia berjongkok disamping kera tua itu dan memeriksa kakinya. Lalu Anjar mencari daun-daunan disekitarnya untuk mengobati luka dikaki kera tua itu. Anjar berhasil  menemukan beberapa  macam daun-daunan yang bisa dipakai untuk mengobati luka.  Dia mengunyah daun-daunan itu, setelah lembut daun-daunan itu ditempelkan pada kaki kera yang terluka itu. Kera itu menyeringai kesakitan ketika daun-daunan itu ditempel pada luka dikakinya, namun tidak  lama kemudian kera itu kelihatan tenang dan menatap Anjar dengan tatapan penuh ucapan terima kasih.
“Lukamu pasti akan segera sembuh.” Kata Anjar pada kera tua itu.
Seekor kera yang lebih muda mendekati mereka. Kedua kera itu bercakap-cakap dalam bahasa mereka. Sementara Anjar memperhatikan keadaan disekelilingnya. Dia berusaha mencari pohon pisang emas itu. Dia yakin pohon pisang emas itu akan berhasil ditemukannya. Tiba-tiba kera muda itu pergi namun tak lama kemudian dia kembali lagi dengan dua sisir pisang dan menyerahkannya kepada Anjar. Anjar memperhatikan kedua sisir pisang itu. Hanya pisang biasa.
“Terima kasih kera, namun aku sedang mencari pisang emas.” Kata Anjar pada kera itu.
Kera itu bicara lagi pada kera tua yang masih tergolek. Tiba-tiba  kera muda itu menarik tangan Anjar dan menuntunnya pergi. Meskipin belum mengerti  maksud kera itu namun Anjar mengikutinya. Tangannya dipegang erat kera itu. Setelah berjalan cukup jauh, Anjar mendadak memekik girang. Dia melihat pohon pisang emas. Dari kejauhan warna kuning buah pisang emas itu berkilauan tertimpa sinar matahari.
“Oh, buah pisang emas!” seru Anjar gembira.
Kera itu memanjat pohon pisang emas itu. Lalu memetik tiga sisir pisang emas  dan memberikannya kepada Anjar. Dengan gembira Anjar menerima ketiga sisir pisang emas itu.
“Oh, terima kasih, kera yang baik.” Ucap Anjar gembira.
Bergegas Anjar  pulang. Dia ingin segera memberikan pisang emas itu kepada ibunya. Perjalanan pulang terasa lebih cepat karena Anjar berjalan seakan tanpa berhenti, tanpa beristirahat. Tiba dirumahnya, Anjar memberikan satu sisir   pisang emas itu kepada ibunya. Dengan lahap ibunya memakan pisang emas itu satu persatu. Anjar menyimpan sesisir pisang emas lainnya dikamarnya. Lalu sesisir  pisang emas lagi diberikan kepada Salikha yang sudah berbaik hati merawat dan menjaga ibunya selama dia pergi.
Esok paginya Anjar melihat ibunya sedang menanak nasi. Oh, rupanya ibunya telah sembuh dari sakitnya. Bukan main senangnya perasaan Anjar.
“Oh, ibu telah sembut.” Kata Anjar gembira.
Ibunya tersenyum. “Ya, ibu telah sembuh, nak.”
Anjar teringat pada sesisir pisang yang disimpannya dikamarnya. Dia mencari pisang  itu. Mendadak Anjar tertegun. Sesisir pisang emas itu telah berubah menjadi emas murni berbentuk pisang. Pada saat itu Salikha masuk kegubuknya  dan menemui Anjar  dengan nafas terengah-engah.
“Anjar! Anjar! Buah pisang  yang kau berikan kepadaku kemarin telah berubah  menjadi emas betulan.” Kata Salikha sambil memperlihatkan  sesisir pisang pemberian Anjar kemarin  yang sekarang telah berubah menjadi emas.
Anjar tersenyum. “Emas ini akan membuat hidup kita berkecukupan. Jual sebagian emas  itu dan uangnya kita belikan pada tanah. Aku sudah punya rencana. Aku akan menjadi petani pisang.” Kata Anjar.
“Aku juga.” Ujar Salikha gembira.
Malam harinya Anjar bermimpi didatangi nenek pengemis yang pernah ditolongnya dalam perjalanan mencari pisang emas itu.
“Anjar, kau seorang gadis yang baik hati.” Kata nenek pengemis itu. “Kau pun sungguh berbakti kepada  orangtuamu. Kau berhak mendapatkan kebahagiaan. Kebaikan yang kau tanam pantas berbuah emas.”
Sejak saat itu Anjar dan Salikha menjadi petani pisang. Mereka bekerja dengan giat dan sungguh-sungguh. Pisang-pisang mereka laku dipasaran sehingga Anjar dan Salikha kemudian menjadi petani pisang yang kaya di desa mereka. Keduanya tetap bersahabat. Dan keduanya dikenal sangat dermawan di desa mereka, terutama menyantuni  fakir miskin dan anak-anak yatim.

--- 0 --

Tidak ada komentar:

Posting Komentar