Jumat, 10 Mei 2013

SHAMIRA DAN PANGERAN PASHA





Suasana pasar tradisional itu ramai seperti biasa dengan beragam jual beli barang dagangan dan  tawar menawar antara pedagang dan pembeli. Fadel memperhatikan  sebuah kerumunan   ditengah keramaian pasar itu. Seorang pedagang budak belian tengah  menawarkan budak-budaknya. Budak-budak laki-laki dan perempuan. Beberapa orang kaya menawar budak-budak itu. Fadel berjalan mendekati kerumunan itu dan memperhatikan budak-budak yang tengah ditawarkan itu. Seorang gadis dengan wajah yang kelihatan lelah tengah berdiri diantara budak-budak belian lainnya, menarik perhatian Pasha. Pasha menjauh dan memanggil Umar, pelayan yang turut bersamanya.
“Umar, kau tawarlah gadis budak dengan kerudung berwarna ungu itu. Aku tertarik untuk memilikinya. Belilah dia berapapun harga yang ditawarkan pedagang budak itu. Aku menunggumu dirumah makan yang biasa.” Kata Pasha pada Umar.
“Baik, tuan.” Sahut Umar sambil bergegas pergi memasuki kerumunan perdagangan budak itu.
Sementara itu Pasha memasuki sebuah rumah makan  yang letaknya tidak jauh dari pasar itu dan  menunggu Umar disana. Sambil menunggu kedatangan Umar, dia memesan makanan dan minuman.  Tidak lama kemudian Umar  telah kembali menemui tuannya dengan membawa gadis budak dengan kerudung tipis berwarna ungu. Gadis itu mengikuti Umar dengan wajah tertunduk. Pasha  memperhatikan Umar masuk kedalam rumah makan dengan diiringi gadis budak itu.
“Inilah tuanmu sekarang.” Kata Umar kepada gadis itu.
“Siapa namamu?” tanya Pasha.
“Shamira, tuan.” Sahut Shamira dengan suara lirih. Wajahnya nampak lelah sekali. Dia tidak berani membalas tatapan Pasha, hanya menunduk dengan perasaan malu dan takut. Dia memperbaiki letak kerudungnya hingga menutupi rambutnya yang hitam panjang namun kelihatan kotor lengket dengan debu.
“Sekarang kau sudah menjadi milikku. Aku sudah membelimu dari pedagang budak belian itu. Kau ikut aku ke rumahku. Umar akan menyediakan segala kebutuhanmu.” Kata Pasha sambil bangkit dari tempat duduknya.
“Terima kasih, tuan. Terima kasih atas kebaikan hati tuan membeli saya.” Ucap Shamira.
Tiba di istananya, Pasha  menyuruh Umar agar menyediakan segala kebutuhan Shamira dengan sebaik-baiknya. Umar merasakan bahwa perhatian tuannya kepada gadis budak belian yang satu ini kelihatan sangat istimewa. Berbeda dengan pada budak-budak lainnya yang dimiliki tuannya.
“Umar, gadis itu adalah puteri pangeran Ali Fauzan.” Kata Pasha, menjawab keheranan Umar yang seolah bertanya lewat tatapan matanya. “Istana ayahnya telah dirusak musuh dan gadis itu berhasil ditawan musuh dan dijual kenegeri kita. Aku mendapatkan berita ini dari salah seorang kawanku. Itulah sebabnya aku mencari gadis dengan ciri-ciri puteri pangeran Ali Fauzan, berkeliling setiap hari. Beruntung hari ini aku melihat gadis itu. lalu aku menyuruhmu membeli gadis itu walaupun pedagang itu menjual dengan harga tinggi sekali.”
Umar mengangguk. Lalu dia bergegas menjalankan perintah tuannya. Dia menyuruh beberapa orang pelayan untuk menyiapkan sebuah kamar yang pantas untuk ditempati oleh Shamira. Kamar yang layak untuk ditempati oleh puteri seorang pangeran. Sebuah kamar yang luas dan besar dengan perabotannya yang indah. Umar lalu  menyuruh beberapa orang pelayan lain untuk pergi kepasar membeli kain, baju dan beragam kebutuhan wanita lainnya.
Sementara itu Shamira termenung didalam kamarnya. Dia terduduk didekat jendela sambil memandang keluar istana tuannya. Halaman yang luas dan hijau. Begitu sejuk dan asri.  Pemandangan yang dilihatnya diluar mengingatkannya pada istana milik ayahnya yang barangkali sekarang telah hancur oleh serangan pemberontak. Airmatanya menggenang manakala dia terkenang kepada ayah, ibu dan keluarganya yang terbunuh. Hanya dia yang selamat. Namun nasibnya tidak lebih baik. Dia dijadikan budak belian dan diperjual belikan. Alangkah menyakitkan dan menyedihkannya perjalanannya selama ini. Dia yang terlahir dan lama hidup sebagai puteri seorang pangeran yang kaya raya dengan istananya yang megah, harus mengalami nasib menjadi seorang budak belian hingga kemudian pangeran Fadel membelinya dan kini menempatkannya didalam kamar yang indah dan luas ini.
“Bila tuanku ingin mandi, kamar mandinya sudah disiapkan.” Seorang pelayan memasuki kamar Shamira dengan handuk ditangannya.
“Terima kasih.” Ucap Shamira lirih. Dia membuka kamar mandi. Sebuah bak rendah terbuat dari batu pualam berwarna putih gading yang berisi air dengan bunga-bunga mawar membuatnya ingin segera mandi dan menikmati kesegaran air dengan keharuman bunga mawar itu.
Ketika Shamira selesai mandi, diatas tempat tidur sudah tersedia gaun berwarna hijau dengan kerudung berwarna hijau muda. Sebuah kota perhiasan berisi beragam kalung berlian, gelang, beragam cincin dan gelang kaki tergeletak didekat gaunnya. Shamira terkenang ketika dia masih hidup diistana ayahnya. Gaun-gaun indah yang setiap saat dikenakannya seperti yang kini tergeletak diatas tempat tidurnya. Juga perhiasan-perhiasan didalam kotak itu mengingatkannya pada beragam perhiasan yang pernah dimilikinya dulu pemberian dari ibundanya.
Usai mandi dan berdandan, Shamira menemui Pasha  diruang kerjanya. Pasha  mengangkat wajahnya dari kertas yang tengah dibacanya ketika  Shamira masuk keruang kerjanya. Pasha  tertegun melihat kecantikan perempuan yang baru dibelinya. Shamira tidak seperti seorang budak belian. Dia mirip seorang puteri karena memang dia adalah seorang puteri yang terusir dan terbuang dari negerinya sendiri. Shamira mengenakan gaun khas timur tengah berwarna jingga dengan kerudung tipis yang menutupi sebagian rambutnya yang indah panjang terurai dan sedikit bergelombang. Kalung berlian yang menghiasi lehernya menambah pesona perempuan itu. Pasha  menghela napas panjang. Dia sudah merasa jatuh cinta pada puteri yang cantik jelita ini. 
“Selamat sore, tuan.” Ucap Shamira dengan wajah sedikit tertunduk.
“Ada apa, Shamira?”
“Terima kasih atas semua kebaikan dan perhatian yang tuan berikan kepada saya. Namun bukankah saya hanya seorang budak belian semata. Mengapa tuanku memberikan semua ini kepada hamba?” tanya Shamira.
“Shamira, aku sudah membelimu dari pedagang budak itu. Kau sekarang adalah milikku. Tapi bukan sebagai budakku. Hiduplah sebagai mana layaknya seorang puteri. Nikmatilah semua yang kuberikan kepadamu ini di istanaku ini.” Ujar Pasha  sambil tersenyum.
“Hamba rasa tuanku terlalu berlebihan memperlakukan hamba.”
“Tidak, Shamira. Kau berhak mendapatkan itu semua.” Tukas Pasha sungguh-sungguh. “Aku tahu kau adalah puteri pangeran Ali Fauzan, yang terbunuh ketika terjadi pemberontakan dinegerimu. Ketahuilah bahwa ayahmu, pangeran Ali Fauzan adalah sahabat mendiang ayahku. Aku sendiri pernah bertemu dengan ayahmu dua kali. Aku turut berduka dengan apa yang menimpa orangtua dan keluargamu. Aku lega telah berhasil menemukanmu dan sekarang kau sudah bebas, bukan lagi sebagai seorang budak belian. Andaikan ayahku masih ada, mungkin ayahku akan ikut merasa senang karena aku sudah berhasil menyelamatkan puteri salah seorang sahabatnya.”
Airmata Shamira menggenang ketika Pasha  menyebut nama ayahnya. Kesedihan kembali terasa mengoyak perasaannya.
“Shamira, aku tidak ingin melihatmu bersedih.” Ucap Pasha. “Kau sekarang sudah hidup tenang diistanaku. Aku ingin melihatmu bahagia dan hidup layaknya seorang puteri pangeran.”
Shamira mengangkat wajahnya. Dia menatap wajah Pasha  dengan airmata berlinang.
“Tuanku, saya tidak tahu, bagaimana saya harus mengucapkan terima kasih atas semua kebaikan yang telah tuanku berikan kepada hamba.” Ucap Shamira terbata-bata. “Terlalu banyak yang tuan berikan kepada hamba.”
“Tidak. Aku memberikan apa yang layak engkau terima, Shamira. Engkau adalah seorang puteri. Kau berhak hidup layak sebagai seorang puteri di istanaku ini.” Ucap Pasha.  “Besok, aku akan membawamu berjalan-jalan berkeliling disekitar istanaku ini. Aku harap engkau bisa bersenang-senang. Kau nanti akan melihat rusa-rusa yang berkeliaran disekitar taman istana, angsa-angsa didanau, atau bunga-bunga yang tengah indah bermekaran.”
“Tuan sungguh baik sekali.”
“Kau sudah cukup lama menderita, Shamira. Lima tahun lamanya engkau terusir dari negerimu, dari istanamu. Hidupmu pasti menyedihkan sekali selama ini. Sudah sepatutnya sekarang engkau mendapatkan kembali kebahagiaanmu walaupun bukan dinegerimu sendiri. Anggaplah istanaku ini sebagai istanamu juga.” Ucap Pasha.
Sementara itu Sarah, sepupu Pasha  yang telah dijodohkan oleh orangtua mereka sejak lama, memperhatikan Shamira yang baru keluar dari ruangan Pasha  dengan perasaan cemburu. Dari salah seorang pelayannya dia mendapatkan informasi bahwa Pasha  baru saja membeli seorang budak cantik. Sarah bergegas pergi ke istana Pasha. Bukan main cemburunya ketika dia mendengar dari cerita pelayan-pelayan di istana Pasha  bagaimana pangeran Pasha  telah memberikan perlakuan yang istimewa  pada Shamira.
“Apa maksudnya ini?” tanya Sarah pada Pasha. Sarah masuk keruangan Pasha   dengan wajah marah.  “Kenapa kau memperlakukan gadis budak belian itu dengan istimewa? Kenapa dia diberikan kamar sendiri? Kenapa kau menghabiskan uang yang banyak untuk membelikan beragam kebutuhan dirinya? Kenapa kau membelikan begitu banyak gaun indah dan perhiasan-perhiasan emas berlian yang mahal untuknya? Tidakkah tindakanmu ini akan memancing kecemburuan budak-budak belian lain yang kau miliki?”
Sarah marah-marah pada Pasha. Sementara Pasha  yang sudah mengetahui watak Sarah hanya tersenyum sambil menatap  Sarah. Pasha  tidak mencintai Sarah walaupun kedua orangtua mereka sejak lama ingin menjodohkan mereka berdua menjadi suami istri.  
“Budak-budak lain tidak ada yang cemburu dengan apa yang sudah kulakukan dan kuberikan kepada Shamira. Justru engkaulah yang cemburu kepada Shamira.” Ujar Pasha.
“Pasha, kita sudah bertunangan. Kau harusnya memahami perasaanku. Wajar bila aku merasa cemburu ada perempuan lain dirumah calon suamiku.” Kata Sarah dengan emosi yang meletup-letup.  
“Sarah, aku sudah bilang padamu sejak awal bahwa aku tidak ingin terjadi pertunangan diantara kita. Kau sepupuku. Aku sudah lama menganggapmu sebagai adikku. Aku selama ini sayang kepadamu. Namun rasa sayangku kepadamu hanyalah sebatas rasa sayang kepada seorang adik.” Ujar Pasha.
“Tidak. Aku mencintaimu, Pasha. Dan aku ingin kita tetap melangsungkan perkawinan kita.” Kata Sarah. Dia lalu berbalik dan pergi.
Dikamarnya, Sarah termenung. Dia harus menyingkirkan Shamira. Dia tidak ingin kehadiran Shamira diistana Pasha akan mengganggu hubungannya dengan Pasha. Dia harus mencari jalan. Dipanggilnya Ulfa, salah seorang pelayannya.
“Ulfa, Pasha baru saja membeli seorang budak belian perempuan. Nama budak belian itu adalah Shamira. Aku tidak ingin Shamira tinggal lebih lama lagi di istana Pasha  sebelum dia mengganggu dan merusak hubunganku dengan Pasha.”
“Bagaimanakah caranya untuk menyingkirkan Shamira dari istana Pasha?” tanya Ulfa.
Sarah tersenyum tipis. “Aku berencana menculiknya lalu menjualnhya lagi pada pedagang budak belian. Dia harus kembali menjadi budak dan tidak layak tinggal di istana pangeran Pasha  dan hidup seperti seorang puteri.” Ucap Sarah.

--- o ---

Shamira tengah berjalan-jalan sendirian sambil memperhatikan rusa-rusa yang berkeliaran disekitar istana ketika tiba-tiba dia melihat seorang lelaki menarik tangannya dan berusaha menariknya. Shamira menjerit. Dia berusaha melepaskan diri. Namun lelaki itu lebih kuat. Dia berhasil menarik Shamira keluar dari taman istana dan memasukannya kedalam sebuah kereta kuda yang sudah menunggu ditepi jalan. Begitu Shamira berhasil dimasukan kedalam kereta, kereta yang ditarik dengan dua ekor kuda itu  segera melaju dengan cepat. Shamira berusaha melepaskan diri. Dan mendadak dia tertegun. Didalam kereta itu dia melihat Sarah,  yang dia ketahui sebagai saudara sepupu sekaligus tunangan Pasha.
“Kenapa aku diperlakukan begini?” tanya Shamira.
Sarah menatapnya dengan dingin. “Karena engkau sudah mengganggu hubunganku dengan pangeran Pasha. Kau akan aku buang kedalam jurang agar kau tidak bisa kembali lagi ke istana pangeran Pasha.”
Shamira menjadi ketakutan. Dia berusaha melepaskan diri. Dia meronta-ronta. Kedua lelaki itu berusaha mengikat Shamira. Namun Shamira terus memberontak. Pada saat itu dia berhasil melepaskan diri dari cengkraman kedua lelaki itu dan mendobak pintu kereta kuda. Pintu terbuka. Shamira meloncat keluar. Dia terjatuh kejalanan. Sarah berusaha menghentikan kereta, namun ketika kereta akan berhenti, Sarah melihat seorang lelaki menolong Shamira. Sarah tidak ingin perbuatannya diketahui oleh orang lain. Bergegas dia menyuruh kusir memacu kembali kereta pergi cepat-cepat dari tempat itu. Bukan main kesal perasaannya karena dia gagal menculik Shamira.

--- 0 ---

Sementara itu Pasha mendapatkan berita dari salah seorang pelayannya bahwa Shamira telah hilang dari istana. Tak ada seorangpun yang melihat kepergian gadis itu. Hanya seorang pelayan yang mengatakan bahwa sebelum Shamira hilang dia sempat melihat Shamira tengah berjalan-jalan seorang diri ditaman istana sambil memperhatikan rusa-rusa yang berkeliaran disekitar taman istana.
Bukan main sedih dan kecewanya perasaan Pasha  ketika mengetahui Shamira hilang dari istananya. Apakah dia tidak kerasan tinggal diistanaku ini? Pikir Pasha. Aku sudah berusaha membahagiakannya, namun sekarang dia pergi meninggalkan istanaku ini.  Pangeran Pasha merasa sangat sedih dan merasa sangat kehilangan Shamira karena dia sudah jatuh cinta pada Shamira.
Akhirnya Pasha berniat mencari Shamira. Dia ingin menemukan kembali Shamira yang telah membuatnya jatuh cinta. Pasha  menunggang kudanya dan meninggalkan istananya. Dia melarikan kudanya dan  berusaha mencari Shamira. Dia banyak bertanya kepada orang-orang yang dijumpainya barangkali mereka menemuka wanita dengan ciri-ciri seperti Shamira. Namun tidak ada seorangpun yang pernah melihat wanita dengan ciri-ciri seperti yang disebutkan oleh Pasha. Pasha sudah cukup jauh meninggalkan istananya. Dia sudah mulai merasa letih dan lelah. Perutnya pun sudah sangat lapar. Dia ingin beristirahat. Apalagi  hari sudah mulai gelap. Sebentar lagi malam menjelang. Akhirnya  Pasha menghentikan kudanya pada sebuah rumah pinggiran  kota. Dia menambatkan kudanya pada sebatang pohon didepan rumah itu. lalu dia mengetuk pintu rumah itu.  Seorang wanita tua membukakan pintu.  
“Bolehkah aku menumpang menginap semalam dirumahmu ini? Aku sudah cukup jauh melakukan perjalanan. Tubuhku terasa letih dan aku lapar sekali. Aku ingin menumpang beristirahat dirumahmu”  kata  Pasha dengan sopan.
Wanita tua itu meneliti wajah Pasha. Dia merasa iba melihat kelelahan pada wajah Pasha.
“Mari, silahkan masuk.”  Kata wanita  tua itu sambil membukakan pintu lebih lebar dan mempersilahkan Pasha  masuk kedalam rumahnya.
Pasha mandi dan berganti pakaian. Setelah itu dia pergi keruang makan. Pasha duduk menghadapi meja makan  menunggu hidangan makan malam yang rupanya masih disediakan wanita itu. Dia mendengar ada kesibukan  didapur rumah itu. Pada saat itu  seorang perempuan muda keluar dari dapur dengan membawa dua buah piring berisi masakan, akan menyajikan makan malam  untuk tamunya. Pasha tertegun ketika melihat perempuan muda itu. Perempuan itu adalah Shamira.
“Shamira, akhirnya aku berhasil menemukanmu.” Seru Pasha gembira.  
Shamira pun terkejut ketika melihat Pasha. Namun sesaat kemudian Shamira terlihat gembira bertemu kembali dengan tuannya. Shamira memeluk tuannya dengan erat sambil menangis. Pasha memeluk Shamira sambil mengelus rambut gadis itu. Bukan main bahagianya perasaan pangeran Pasha karena dia sudah berhasil menemukan kembali Shamira, puteri pujaan hatinya. 
Shamira lalu  menceritakan pengalamannya diculik Sarah dan pelayan-pelayannya. Ketika dia berhasil  berhasil melarikan diri dan menerjang keluar dari dalam kereta kuda yang menculiknya, dia tersungkur kejalan dan ditolong oleh suami wanita pemilik rumah ini. Dia lalu  dibawa kerumahnya. Istrinya lalu mengajak Shamira agar tinggal bersamannya setelah mengetahui kisah Shamira.  
Bukan main marahnya Pasha  ketika mengetahui rencana jahat Sarah terhadap Shamira. Malam itu  juga Pasha membawa Shamira pulang kembali ke istananya.
“Kau sekarang aman bersamaku, Shamira.” Ucap Pasha. “Tidak akan ada lagi orang lain  yang akan berani mengganggumu. Aku akan menjaga dan melindungimu, Shamira. Aku mencintaimu. Maukah engkau menjadi istriku, Shamira?”
Bukan main bahagianya perasaan Shamira. Sejak mereka bertemu dia sudah jatuh cinta pada pangeran yang baik hati dan tampan ini.  Kini dia memiliki seseorang yang akan selalu menjaga dan melindunginya. Shamira meneteskan airmatanya karena merasa terharu.
Tidak lama kemudian akhirnya Shamira melangsungkan pernikahannya dengan pangeran Pasha. Pesta perkawinan mereka berlangsung dengan sangat meriah selama tujuh hari tujuh malam. Seluruh rakyat diundang untuk ikut merasakan kebahagiaan yang tengah dirasakan oleh pangeran Pasha dan puteri Shamira. Beraneka macam makanan dan minuman yang melimpah disediakan untuk seluruh rakyat yang ikut merasa gembira dengan pernikahan pangeran Pasha dengan puteri Shamira.
Sementara itu Sarah sangat menyesali perbuatannya. Dia merasa malu kepada pangeran Pasha dan puteri Shamira. Sarah  tidak berani muncul di pesta perkawinan pangeran Pasha dengan puteri Shamira. 

--- 0 ---

Tidak ada komentar:

Posting Komentar