Suasana pasar tradisional itu ramai
seperti biasa dengan beragam jual beli barang dagangan dan tawar menawar antara pedagang dan pembeli. Fadel
memperhatikan sebuah kerumunan ditengah keramaian pasar itu. Seorang pedagang
budak belian tengah menawarkan
budak-budaknya. Budak-budak laki-laki dan perempuan. Beberapa orang kaya
menawar budak-budak itu. Fadel berjalan mendekati kerumunan itu dan
memperhatikan budak-budak yang tengah ditawarkan itu. Seorang gadis dengan wajah
yang kelihatan lelah tengah berdiri diantara budak-budak belian lainnya, menarik
perhatian Pasha. Pasha menjauh dan memanggil Umar, pelayan yang turut
bersamanya.
“Umar, kau tawarlah gadis budak dengan
kerudung berwarna ungu itu. Aku tertarik untuk memilikinya. Belilah dia
berapapun harga yang ditawarkan pedagang budak itu. Aku menunggumu dirumah
makan yang biasa.” Kata Pasha pada Umar.
“Baik, tuan.” Sahut Umar sambil
bergegas pergi memasuki kerumunan perdagangan budak itu.
Sementara itu Pasha memasuki sebuah
rumah makan yang letaknya tidak jauh
dari pasar itu dan menunggu Umar disana.
Sambil menunggu kedatangan Umar, dia memesan makanan dan minuman. Tidak lama kemudian Umar telah kembali menemui tuannya dengan membawa
gadis budak dengan kerudung tipis berwarna ungu. Gadis itu mengikuti Umar
dengan wajah tertunduk. Pasha memperhatikan Umar masuk kedalam rumah makan
dengan diiringi gadis budak itu.
“Inilah tuanmu sekarang.” Kata Umar
kepada gadis itu.
“Siapa namamu?” tanya Pasha.
“Shamira, tuan.” Sahut Shamira dengan
suara lirih. Wajahnya nampak lelah sekali. Dia tidak berani membalas tatapan Pasha,
hanya menunduk dengan perasaan malu dan takut. Dia memperbaiki letak
kerudungnya hingga menutupi rambutnya yang hitam panjang namun kelihatan kotor
lengket dengan debu.
“Sekarang kau sudah menjadi milikku.
Aku sudah membelimu dari pedagang budak belian itu. Kau ikut aku ke rumahku.
Umar akan menyediakan segala kebutuhanmu.” Kata Pasha sambil bangkit dari
tempat duduknya.
“Terima kasih, tuan. Terima kasih atas
kebaikan hati tuan membeli saya.” Ucap Shamira.
Tiba di istananya, Pasha menyuruh Umar agar menyediakan segala
kebutuhan Shamira dengan sebaik-baiknya. Umar merasakan bahwa perhatian tuannya
kepada gadis budak belian yang satu ini kelihatan sangat istimewa. Berbeda
dengan pada budak-budak lainnya yang dimiliki tuannya.
“Umar, gadis itu adalah puteri
pangeran Ali Fauzan.” Kata Pasha, menjawab keheranan Umar yang seolah bertanya
lewat tatapan matanya. “Istana ayahnya telah dirusak musuh dan gadis itu berhasil
ditawan musuh dan dijual kenegeri kita. Aku mendapatkan berita ini dari salah
seorang kawanku. Itulah sebabnya aku mencari gadis dengan ciri-ciri puteri
pangeran Ali Fauzan, berkeliling setiap hari. Beruntung hari ini aku melihat
gadis itu. lalu aku menyuruhmu membeli gadis itu walaupun pedagang itu menjual
dengan harga tinggi sekali.”
Umar mengangguk. Lalu dia bergegas
menjalankan perintah tuannya. Dia menyuruh beberapa orang pelayan untuk
menyiapkan sebuah kamar yang pantas untuk ditempati oleh Shamira. Kamar yang
layak untuk ditempati oleh puteri seorang pangeran. Sebuah kamar yang luas dan
besar dengan perabotannya yang indah. Umar lalu menyuruh beberapa orang pelayan lain untuk
pergi kepasar membeli kain, baju dan beragam kebutuhan wanita lainnya.
Sementara itu Shamira termenung
didalam kamarnya. Dia terduduk didekat jendela sambil memandang keluar istana
tuannya. Halaman yang luas dan hijau. Begitu sejuk dan asri. Pemandangan yang dilihatnya diluar
mengingatkannya pada istana milik ayahnya yang barangkali sekarang telah hancur
oleh serangan pemberontak. Airmatanya menggenang manakala dia terkenang kepada
ayah, ibu dan keluarganya yang terbunuh. Hanya dia yang selamat. Namun nasibnya
tidak lebih baik. Dia dijadikan budak belian dan diperjual belikan. Alangkah
menyakitkan dan menyedihkannya perjalanannya selama ini. Dia yang terlahir dan
lama hidup sebagai puteri seorang pangeran yang kaya raya dengan istananya yang
megah, harus mengalami nasib menjadi seorang budak belian hingga kemudian
pangeran Fadel membelinya dan kini menempatkannya didalam kamar yang indah dan
luas ini.
“Bila tuanku ingin mandi, kamar
mandinya sudah disiapkan.” Seorang pelayan memasuki kamar Shamira dengan handuk
ditangannya.
“Terima kasih.” Ucap Shamira lirih.
Dia membuka kamar mandi. Sebuah bak rendah terbuat dari batu pualam berwarna
putih gading yang berisi air dengan bunga-bunga mawar membuatnya ingin segera
mandi dan menikmati kesegaran air dengan keharuman bunga mawar itu.
Ketika Shamira selesai mandi, diatas
tempat tidur sudah tersedia gaun berwarna hijau dengan kerudung berwarna hijau
muda. Sebuah kota
perhiasan berisi beragam kalung berlian, gelang, beragam cincin dan gelang kaki
tergeletak didekat gaunnya. Shamira terkenang ketika dia masih hidup diistana
ayahnya. Gaun-gaun indah yang setiap saat dikenakannya seperti yang kini
tergeletak diatas tempat tidurnya. Juga perhiasan-perhiasan didalam kotak itu
mengingatkannya pada beragam perhiasan yang pernah dimilikinya dulu pemberian
dari ibundanya.
Usai mandi dan berdandan, Shamira
menemui Pasha diruang kerjanya. Pasha mengangkat wajahnya dari kertas yang tengah
dibacanya ketika Shamira masuk keruang
kerjanya. Pasha tertegun melihat
kecantikan perempuan yang baru dibelinya. Shamira tidak seperti seorang budak
belian. Dia mirip seorang puteri karena memang dia adalah seorang puteri yang
terusir dan terbuang dari negerinya sendiri. Shamira mengenakan gaun khas timur
tengah berwarna jingga dengan kerudung tipis yang menutupi sebagian rambutnya
yang indah panjang terurai dan sedikit bergelombang. Kalung berlian yang
menghiasi lehernya menambah pesona perempuan itu. Pasha menghela napas panjang. Dia sudah merasa jatuh
cinta pada puteri yang cantik jelita ini.
“Selamat sore, tuan.” Ucap Shamira
dengan wajah sedikit tertunduk.
“Ada
apa, Shamira?”
“Terima kasih atas semua kebaikan dan
perhatian yang tuan berikan kepada saya. Namun bukankah saya hanya seorang
budak belian semata. Mengapa tuanku memberikan semua ini kepada hamba?” tanya
Shamira.
“Shamira, aku sudah membelimu dari
pedagang budak itu. Kau sekarang adalah milikku. Tapi bukan sebagai budakku.
Hiduplah sebagai mana layaknya seorang puteri. Nikmatilah semua yang kuberikan
kepadamu ini di istanaku ini.” Ujar Pasha sambil tersenyum.
“Hamba rasa tuanku terlalu berlebihan
memperlakukan hamba.”
“Tidak, Shamira. Kau berhak
mendapatkan itu semua.” Tukas Pasha sungguh-sungguh. “Aku tahu kau adalah
puteri pangeran Ali Fauzan, yang terbunuh ketika terjadi pemberontakan
dinegerimu. Ketahuilah bahwa ayahmu, pangeran Ali Fauzan adalah sahabat
mendiang ayahku. Aku sendiri pernah bertemu dengan ayahmu dua kali. Aku turut
berduka dengan apa yang menimpa orangtua dan keluargamu. Aku lega telah
berhasil menemukanmu dan sekarang kau sudah bebas, bukan lagi sebagai seorang
budak belian. Andaikan ayahku masih ada, mungkin ayahku akan ikut merasa senang
karena aku sudah berhasil menyelamatkan puteri salah seorang sahabatnya.”
Airmata Shamira menggenang ketika Pasha
menyebut nama ayahnya. Kesedihan kembali
terasa mengoyak perasaannya.
“Shamira, aku tidak ingin melihatmu
bersedih.” Ucap Pasha. “Kau sekarang sudah hidup tenang diistanaku. Aku ingin
melihatmu bahagia dan hidup layaknya seorang puteri pangeran.”
Shamira mengangkat wajahnya. Dia
menatap wajah Pasha dengan airmata
berlinang.
“Tuanku, saya tidak tahu, bagaimana
saya harus mengucapkan terima kasih atas semua kebaikan yang telah tuanku
berikan kepada hamba.” Ucap Shamira terbata-bata. “Terlalu banyak yang tuan
berikan kepada hamba.”
“Tidak. Aku memberikan apa yang layak
engkau terima, Shamira. Engkau adalah seorang puteri. Kau berhak hidup layak
sebagai seorang puteri di istanaku ini.” Ucap Pasha. “Besok, aku akan membawamu berjalan-jalan
berkeliling disekitar istanaku ini. Aku harap engkau bisa bersenang-senang. Kau
nanti akan melihat rusa-rusa yang berkeliaran disekitar taman istana,
angsa-angsa didanau, atau bunga-bunga yang tengah indah bermekaran.”
“Tuan sungguh baik sekali.”
“Kau sudah cukup lama menderita,
Shamira. Lima
tahun lamanya engkau terusir dari negerimu, dari istanamu. Hidupmu pasti
menyedihkan sekali selama ini. Sudah sepatutnya sekarang engkau mendapatkan
kembali kebahagiaanmu walaupun bukan dinegerimu sendiri. Anggaplah istanaku ini
sebagai istanamu juga.” Ucap Pasha.
Sementara itu Sarah, sepupu Pasha yang telah dijodohkan oleh orangtua mereka
sejak lama, memperhatikan Shamira yang baru keluar dari ruangan Pasha dengan perasaan cemburu. Dari salah seorang
pelayannya dia mendapatkan informasi bahwa Pasha baru saja membeli seorang budak cantik. Sarah
bergegas pergi ke istana Pasha. Bukan main cemburunya ketika dia mendengar dari
cerita pelayan-pelayan di istana Pasha bagaimana pangeran Pasha telah memberikan perlakuan yang istimewa pada Shamira.
“Apa maksudnya ini?” tanya Sarah pada Pasha.
Sarah masuk keruangan Pasha dengan wajah marah. “Kenapa kau memperlakukan gadis budak belian
itu dengan istimewa? Kenapa dia diberikan kamar sendiri? Kenapa kau
menghabiskan uang yang banyak untuk membelikan beragam kebutuhan dirinya?
Kenapa kau membelikan begitu banyak gaun indah dan perhiasan-perhiasan emas
berlian yang mahal untuknya? Tidakkah tindakanmu ini akan memancing kecemburuan
budak-budak belian lain yang kau miliki?”
Sarah marah-marah pada Pasha.
Sementara Pasha yang sudah mengetahui
watak Sarah hanya tersenyum sambil menatap
Sarah. Pasha tidak mencintai
Sarah walaupun kedua orangtua mereka sejak lama ingin menjodohkan mereka berdua
menjadi suami istri.
“Budak-budak lain tidak ada yang
cemburu dengan apa yang sudah kulakukan dan kuberikan kepada Shamira. Justru
engkaulah yang cemburu kepada Shamira.” Ujar Pasha.
“Pasha, kita sudah bertunangan. Kau
harusnya memahami perasaanku. Wajar bila aku merasa cemburu ada perempuan lain
dirumah calon suamiku.” Kata Sarah dengan emosi yang meletup-letup.
“Sarah, aku sudah bilang padamu sejak
awal bahwa aku tidak ingin terjadi pertunangan diantara kita. Kau sepupuku. Aku
sudah lama menganggapmu sebagai adikku. Aku selama ini sayang kepadamu. Namun
rasa sayangku kepadamu hanyalah sebatas rasa sayang kepada seorang adik.” Ujar Pasha.
“Tidak. Aku mencintaimu, Pasha. Dan
aku ingin kita tetap melangsungkan perkawinan kita.” Kata Sarah. Dia lalu
berbalik dan pergi.
Dikamarnya, Sarah termenung. Dia harus
menyingkirkan Shamira. Dia tidak ingin kehadiran Shamira diistana Pasha akan mengganggu
hubungannya dengan Pasha. Dia harus mencari jalan. Dipanggilnya Ulfa, salah
seorang pelayannya.
“Ulfa, Pasha baru saja membeli seorang
budak belian perempuan. Nama budak belian itu adalah Shamira. Aku tidak ingin
Shamira tinggal lebih lama lagi di istana Pasha sebelum dia mengganggu dan merusak hubunganku
dengan Pasha.”
“Bagaimanakah caranya untuk
menyingkirkan Shamira dari istana Pasha?” tanya Ulfa.
Sarah tersenyum tipis. “Aku berencana
menculiknya lalu menjualnhya lagi pada pedagang budak belian. Dia harus kembali
menjadi budak dan tidak layak tinggal di istana pangeran Pasha dan hidup seperti seorang puteri.” Ucap Sarah.
--- o ---
Shamira tengah berjalan-jalan
sendirian sambil memperhatikan rusa-rusa yang berkeliaran disekitar istana
ketika tiba-tiba dia melihat seorang lelaki menarik tangannya dan berusaha
menariknya. Shamira menjerit. Dia berusaha melepaskan diri. Namun lelaki itu
lebih kuat. Dia berhasil menarik Shamira keluar dari taman istana dan
memasukannya kedalam sebuah kereta kuda yang sudah menunggu ditepi jalan.
Begitu Shamira berhasil dimasukan kedalam kereta, kereta yang ditarik dengan
dua ekor kuda itu segera melaju dengan
cepat. Shamira berusaha melepaskan diri. Dan mendadak dia tertegun. Didalam
kereta itu dia melihat Sarah, yang dia
ketahui sebagai saudara sepupu sekaligus tunangan Pasha.
“Kenapa aku diperlakukan begini?”
tanya Shamira.
Sarah menatapnya dengan dingin.
“Karena engkau sudah mengganggu hubunganku dengan pangeran Pasha. Kau akan aku
buang kedalam jurang agar kau tidak bisa kembali lagi ke istana pangeran Pasha.”
Shamira menjadi ketakutan. Dia
berusaha melepaskan diri. Dia meronta-ronta. Kedua lelaki itu berusaha mengikat
Shamira. Namun Shamira terus memberontak. Pada saat itu dia berhasil melepaskan
diri dari cengkraman kedua lelaki itu dan mendobak pintu kereta kuda. Pintu
terbuka. Shamira meloncat keluar. Dia terjatuh kejalanan. Sarah berusaha
menghentikan kereta, namun ketika kereta akan berhenti, Sarah melihat seorang
lelaki menolong Shamira. Sarah tidak ingin perbuatannya diketahui oleh orang
lain. Bergegas dia menyuruh kusir memacu kembali kereta pergi cepat-cepat dari
tempat itu. Bukan main kesal perasaannya karena dia gagal menculik Shamira.
--- 0 ---
Sementara itu Pasha mendapatkan berita
dari salah seorang pelayannya bahwa Shamira telah hilang dari istana. Tak ada
seorangpun yang melihat kepergian gadis itu. Hanya seorang pelayan yang
mengatakan bahwa sebelum Shamira hilang dia sempat melihat Shamira tengah
berjalan-jalan seorang diri ditaman istana sambil memperhatikan rusa-rusa yang
berkeliaran disekitar taman istana.
Bukan main sedih dan kecewanya
perasaan Pasha ketika mengetahui Shamira
hilang dari istananya. Apakah dia tidak kerasan tinggal diistanaku ini? Pikir Pasha.
Aku sudah berusaha membahagiakannya, namun sekarang dia pergi meninggalkan
istanaku ini. Pangeran Pasha merasa
sangat sedih dan merasa sangat kehilangan Shamira karena dia sudah jatuh cinta
pada Shamira.
Akhirnya Pasha berniat mencari
Shamira. Dia ingin menemukan kembali Shamira yang telah membuatnya jatuh cinta.
Pasha menunggang kudanya dan
meninggalkan istananya. Dia melarikan kudanya dan berusaha mencari Shamira. Dia banyak bertanya
kepada orang-orang yang dijumpainya barangkali mereka menemuka wanita dengan
ciri-ciri seperti Shamira. Namun tidak ada seorangpun yang pernah melihat
wanita dengan ciri-ciri seperti yang disebutkan oleh Pasha. Pasha sudah cukup
jauh meninggalkan istananya. Dia sudah mulai merasa letih dan lelah. Perutnya
pun sudah sangat lapar. Dia ingin beristirahat. Apalagi hari sudah mulai gelap. Sebentar lagi malam
menjelang. Akhirnya Pasha menghentikan
kudanya pada sebuah rumah pinggiran kota. Dia menambatkan
kudanya pada sebatang pohon didepan rumah itu. lalu dia mengetuk pintu rumah
itu. Seorang wanita tua membukakan
pintu.
“Bolehkah aku menumpang menginap
semalam dirumahmu ini? Aku sudah cukup jauh melakukan perjalanan. Tubuhku
terasa letih dan aku lapar sekali. Aku ingin menumpang beristirahat dirumahmu” kata Pasha dengan sopan.
Wanita tua itu meneliti wajah Pasha.
Dia merasa iba melihat kelelahan pada wajah Pasha.
“Mari, silahkan masuk.” Kata wanita tua itu sambil membukakan pintu lebih lebar
dan mempersilahkan Pasha masuk kedalam
rumahnya.
Pasha mandi dan berganti pakaian. Setelah
itu dia pergi keruang makan. Pasha duduk menghadapi meja makan menunggu hidangan makan malam yang rupanya
masih disediakan wanita itu. Dia mendengar ada kesibukan didapur rumah itu. Pada saat itu seorang perempuan muda keluar dari dapur
dengan membawa dua buah piring berisi masakan, akan menyajikan makan malam untuk tamunya. Pasha tertegun ketika melihat
perempuan muda itu. Perempuan itu adalah Shamira.
“Shamira, akhirnya aku berhasil
menemukanmu.” Seru Pasha gembira.
Shamira pun terkejut ketika melihat
Pasha. Namun sesaat kemudian Shamira terlihat gembira bertemu kembali dengan
tuannya. Shamira memeluk tuannya dengan erat sambil menangis. Pasha memeluk
Shamira sambil mengelus rambut gadis itu. Bukan main bahagianya perasaan
pangeran Pasha karena dia sudah berhasil menemukan kembali Shamira, puteri
pujaan hatinya.
Shamira lalu menceritakan pengalamannya diculik Sarah dan
pelayan-pelayannya. Ketika dia berhasil berhasil melarikan diri dan menerjang keluar
dari dalam kereta kuda yang menculiknya, dia tersungkur kejalan dan ditolong oleh
suami wanita pemilik rumah ini. Dia lalu dibawa kerumahnya. Istrinya lalu mengajak
Shamira agar tinggal bersamannya setelah mengetahui kisah Shamira.
Bukan main marahnya Pasha ketika mengetahui rencana jahat Sarah terhadap
Shamira. Malam itu juga Pasha membawa
Shamira pulang kembali ke istananya.
“Kau sekarang aman bersamaku,
Shamira.” Ucap Pasha. “Tidak akan ada lagi orang lain yang akan berani mengganggumu. Aku akan
menjaga dan melindungimu, Shamira. Aku mencintaimu. Maukah engkau menjadi
istriku, Shamira?”
Bukan main bahagianya perasaan
Shamira. Sejak mereka bertemu dia sudah jatuh cinta pada pangeran yang baik
hati dan tampan ini. Kini dia memiliki
seseorang yang akan selalu menjaga dan melindunginya. Shamira meneteskan airmatanya
karena merasa terharu.
Tidak lama kemudian akhirnya Shamira
melangsungkan pernikahannya dengan pangeran Pasha. Pesta perkawinan mereka
berlangsung dengan sangat meriah selama tujuh hari tujuh malam. Seluruh rakyat
diundang untuk ikut merasakan kebahagiaan yang tengah dirasakan oleh pangeran
Pasha dan puteri Shamira. Beraneka macam makanan dan minuman yang melimpah
disediakan untuk seluruh rakyat yang ikut merasa gembira dengan pernikahan
pangeran Pasha dengan puteri Shamira.
Sementara itu Sarah sangat menyesali
perbuatannya. Dia merasa malu kepada pangeran Pasha dan puteri Shamira. Sarah tidak berani muncul di pesta perkawinan
pangeran Pasha dengan puteri Shamira.
--- 0 ---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar