Hutan ditepi pantai itu sungguh indah
panoramanya. Pohon-pohon besar dan rimbun memberikan keteduhan disepanjang tepi
pantai menambah keindahan pantai berpasir putih itu dengan debur ombaknya yang lembut
yang setiap waktu memecah tepi pantai. Sepasang suami istri itu, Sam dan Mari, turun dari atas perahu. Wajah mereka kelihatan
lelah dan letih setelah dua malam lamanya berlayar dilaut mencari ikan. Tidak
banyak ikan hasil tangkapan mereka kali ini namun hasil tangkapan mereka cukup untuk hidup
selama sebulan. Mari akan mengawetkan ikan-ikan itu dan membuat dendeng ikan
sehinga ikan simpanan mereka akan tahan lebih lama.
Sam menyeret perahu dan menambatkannya pada
sebatang pohon ditepi pantai. Setelah itu dia membantu Mari membawa bakul yang
berisi ikan hasil tangkapan mereka, pulang kepondok mereka yang letaknya tidak
jauh dari tepi pantai itu. Tiba-tiba Mari berhenti melangkah. Matanya terpaku melihat
pada sesuatu yang bergerak-gerak diatas pasir putih ditepi pantai.
“Sam, lihatlah! Apakah itu yang
bergerak-gerak disana?” tanya Mari.
Sam melihat pada benda yang ditunjuk
istrinya. Bergegas dia mendekati benda itu. Bukan main terkejutnya ketika dia melihat
benda itu ternyata bayi cantik yang mungil.
“Lihat! Ada bayi. Cantik sekali!” seru Sam.
Mari meletakan bakul dan bergegas
menghampiri suaminya.
“Astaga! Bayinya cantik sekali! Anak
siapakah dia? Kenapa dia ada disini? Aduh, kasihan betul. Dia pasti kelaparan.
Lihat, tubuhnya kotor penuh pasir.” Seru Mari, tidak kalah terkejutnya dengan
suaminya.
“Eh, siapakah itu?” Sam melihat pada
kejauhan. Dia segera memburu kesana. Ternyata seorang perempuan muda tengah terbaring
dengan nafas terengah-engah ditepi pantai tidak jauh dari bayi itu. Ketika
melihat kedatangan Sam, perempuan itu menatapnya dengan penuh permohonan.
“Tuan, tolong selamatkan dan rawat
bayiku dengan sebaik-baiknya.” Ucap perempuan itu dengan nafas
tersengal-sengal.
Mari datang menghampiri sambil menggendong bayi itu. Dia menatap
perempuan asing itu. Selama ini pulau yang mereka diami tidak pernah kedatangan
manusia lain kecuali dirinya dan suaminya yang sudah berpuluh-puluh tahun
tinggal dihutan ditepi pantai itu. Kecelakaan yang menimpa kapal yang mereka
tumpangi lima
belas tahun lalu yang karam ditengah laut yang membuat mereka terdampar dipulau
itu. Dan setelah hidup sekian lamanya dipulau itu, Sam dan Mari memutuskan
untuk tetap tingal dipulau itu.
“Siapakah nyonya? Dan darimana nyonya
berasal?” tanya Sam.
“Aku adalah seorang puteri raja.” Ucap
perempuan itu dengan susah payah. “Bayi itu adalah anakku. Namanya Shinta. Kami
mengalami kecelakaan. Kapal kami karam diterjang badai. Semua penumpang mati
dilautan. Aku berhasil meraih sebilah papan dan mencoba berenang ketepi pantai
ini menyelamatkan bayiku.”
Sam dan Mari menatap perempuan itu
dengan perasaan iba. Mereka teringat dengan peristiwa yang mereka alami hampir lima belas tahun lalu.
“Tuhan menolongku.” Ujar perempuan itu
sambil menatap Mari dengan airmata berlinang. “Tolong jaga dan rawat bayiku
dengan baik. Namanya Shinta. Segala macam
kebutuhannya sudak aku masukan kedalam dua buah peti kayu. Peti-peti itu
mungkin sudah tenggelem atau terbawa ombak. Bila kalian bersedia mencarinya,
mungkin kalian akan menemukan peti-peti itu disekitar pantai ini, terbawa ombak
kemari.”
Tidak lama kemudian perempuan itu
meninggal. Sam dan Mari mengubur perempuan itu lalu mereka membawa bayi bernama
Shinta itu kepondokan mereka. Mari segera sibuk mengurus bayi cantik itu. Bukan
main gembira perasaannya mendapatkan seorang bayi yang cantik dan lucu. Sudah
lama sekali dia mendambakan memiliki seorang anak. Kini Tuhan mengabulkan
doanya. Dia kini memiliki seorang anak yang cantik. Sementara itu Sam segera menyusuri pantai berusaha menemukan peti-peti yang disebutkan ibu bayi itu. Setelah cukup
jauh berjalan, akhirnya Sam melihta sebuah peti yang terapung dipantai. Sam segera
berenang dan menarik peti itu kedarat. Dia mencoba membuka peti itu. Ternyata
isinya adalah segala macam perlengkapan bayi. Saat itu Sam melihat peti lain
yang terapung dipantai. Dia segera berenang lagi dan menarik peti itu. Ketika
dibuka isinya adalah beragam gaun yang sangat indah sekali. Sam menduga bahwa
isi peti ini adalah milik ibu bayi itu. Sam akhirnya membawa kedua peti itu
kepondoknya.
“Tuhan mendengarkan doa kita.” Kata
Sam pada istrinya. “Setelah sekian lamanya kita berdoa dan berharap, akhirnya
Tuhan mengirimkan bayi ini kepada kita.”
“Ya.” Sahut Mari sambil tersenyum
bahagia. “Mulai hari ini aku akan berhenti ikut berlayar dan mencari ikan dilaut
dengamu. Aku akan mengurus dan merawat bayi ini dengan sebaik-baiknya. Bayi
cantik ini sekarang sudah menjadi anakku.”
“Ya, biar aku sendiri yang pergi
kelaut. Kau dirumah saja mengurus anak kita. Sekarang bila aku pulang kerumah,
ada seorang anak yang akan menyambut kepulanganku.” Ucap Sam dengan gembira.
Mari tidak kesulitan mengurus bayi
itu. Didalam peti itu sudah tersedia
segala macam kebutuhan bayi yang lengkap. Baju-baju bayi itu indah-indah
sekali. Dari ucapan ibu bayi itu, Sam dan Mari tahu bahwa bayi ini adalah
puteri raja. Namun yang membuat mereka gembira dan bahagia, bayi itu sudah
diserahkan oleh ibunya untuk mereka rawat seperti anak sendiri. Bayi itu sebuah
karunia yang sangat besar buat suami istri itu.
Tahun demi tahun berlalu. Shinta telah
tumbuh menjadi seorang gadis yang cantik. Tubuhnya tinggi semampai. Rambutnya
hitam panjang, lebat dan bergelombang. Sam dan Mari sangat sayang pada puteri
mereka. Ketika Shinta sudah remaja, Sam dan Mari menceritakan riwayat Shinta
kepada anaknya itu. Walaupun Shinta sudah tahu riwayatnya, namun dia tetap
menganggap Sam dan Mari sebagai orangtuanya.
Walaupun Shinta memiliki gaun-gaun
yang indah milik ibunya, namun dia lebih senang memakai pakaian yang terbuat
dari kulit rusa. Demikian juga dengan beragam perhiasan emas permata yang
diwariskan ibunya, namun dia lebih senang mengenakan perhiasan yang terbuat
dari kayu-kayuan. Bila sedang memiliki waktu luang, Shinta sering membuat beragam
perhiasan dari kayu-kayuan. Anek macam kalung, gelang, dan cincin. Mari sering
merasa takjub melihat kepandaian Shinta dalam membuat perhiasan sehingga
perhiasan-perhiasan yang dikenakan Shinta menambah kecantikannya.
Shinta juga sangat rajin bekerja. Dia
sering membantu ibunya, mengambilkan kayu bakar dan memotong-motong sendiri
kayu-kayu itu dengan golok pemberian ayahnya. Diwaktu lain, dia senang mengantar ayahnya sampai ditepi pantai
hingga ayahnya naik keatas perahu dan mulai berlayar.
“Ayah, ijinkan aku ikut berlayar dan
menangkap ikan dilaut.” Kata Shinta suatu hari.
Sam tersenyum mendengar permintaan
anaknya. “Menangkap ikan dilaut bukan pekerjaan mudah, anakku. Tidak cocok
untukmu. Lebih baik kau membantu ibumu membuatkan masakan yang enak dan lezat
yang kau siapkan bila ayah pulang nanti.”
“Ayah, aku bisa berlayar dan menangkap
ikan seperti ayah.” Sahut Shinta, terus membujuk ayahnya agar dia bisa ikut
serta berlayar dan menangkap ikan dilaut. “Ayah tidak usah khawatir. Walaupun
aku perempuan tapi aku bisa melakukan pekerjaan laki-laki.”
Akhirnya Sam mengijinkan Shinta ikut
bersamanya. Bukan main senangnya perasaan Shinta ketika perahu mereka mulai
meluncur meninggalkan bibir pantai dan terus berlayar ketengah lautan. Angin
laut yang kencang menerpa wajahnya dan mempermainkan rambutnya yang indah
panjang bergelombang, nampak berkilauan tertimpa sinar matahari.
“Oh ayah, alangkah indahnya
pemandangan dari sini. Lihat, hutan dimana kita tinggal semakin lama semakin
jauh. Sungguh kontras warna hijau hutan kita dengan putihnya pasir disepanjang
tepi pantai. Lihat pemandangan didalam air laut ini. Lihat, banyak sekali ikan
yang berenang didekat perahu kita.” Shinta terus berceloteh dengan gembira.
Sam tersenyum memperhatikan kelakuan
puterinya. Kecantikan Shinta bak seorang puteri raja, namun kegagahannya bagaikan
seorang pangeran. Sam sangat bangga pada puterinya.
Sam menebarkan jala. Bukan main gembiranya Shinta ketika dia membantu ayahnya menarik jala yang
terasa berat dan dia berteriak kegirangan ketika melihat banyak ikan yang
berhasil mereka tangkap.
“Lihat, aku menemukan ikan yang cantik
sekali. Oh, ternyata banyak sekali ikan yang tersangkut didalam jala ini.” Seru
Shinta.
Sehari itu Shinta bekerja keras
membantu ayahnya. Dia sangat gembira sekali. Hasil tangkapan mereka sangat
banyak. Dia sudah membayangkan akan sibuk membantu ibunya mengawetkan ikan-ikan
itu dan membuat dendeng ikan kesukaannya. Namun tiba-tiba Sam berdiri tegak
dengan mata terpaku melihat pada kejauhan. Dia melihat sebuah perahu lain tengah
mendekati perahu mereka. Sam terperanjat. Celaka. Itu perahu bajak laut.
“Celaka, ada bajak laut datang
kemari.” Seru Sam sambil bergegas membereskan jala. “Kita harus segera pergi
dari sini sebelum mereka datang kemari dan mencelakakan kita.”
Shinta melihat pada perahu yang
mendekati perahu mereka. Tiba-tiba Sam menarik tangan Shinta dan disuruh duduk.
Sebelum Shinta mengerti apa yang akan dilakukan ayahnya, tiba-tiba Sam
mengambil beberapa potong arang. Arang itu diremukan lalu dibalurkan keseluruh
wajah Shinta sehingga wajah Shinta yang cantik berubah menjadi jelek dan kotor.
“Ayah, kenapa aku diperlakukan
begini?” tanya Shinta tidak mengerti.
“Kalau bajak laut itu tahu engkau
gadis cantik, mereka pasti akan menculikmu.” Kata Sam.
Perahu mereka berhasil dikejar oleh
perahut bajak laut itu. Dua orang lelaki kekar meloncat kedalam perahu Sam.
“Serahkah semua hartamu!” teriak salah
seorang lelaki itu.
Sam berusaha melawan, namun kedua
lelaki itu lebih kuat dan berhasil memukul Sam hingga terjatuh dilantai perahu.
Bukan main terkejutnya Shinta ketika melihat ayahnya dipukul jatuh. Tiba-tiba
saja dia merasa marah melihat ayahnya diperlakukan seperti itu. Diambilnya
goloknya, lalu tanpa perasaan takut sedikitpun dia menerjang dan melawan kedua
bajak laut itu. Kedua bajak laut itu terkejut, tidak menduga bila perempuan
berwajah kotor dan jelek itu ternyata berani melawan mereka. Karena mereka
tidak menduga akan diserang, dengan mudah Shinta menebaskan goloknya kepunggung
kedua lelaki itu. Keduanya terkapar dengan luka dipunggung mereka. Tiga orang lelaki
lain yang berada dikapal bajak laut segera meloncat akan menolong kedua
temannya. Namun dengan gagah berani Shinta menyerang ketiga lelaki itu. Setelah
bertarung mati-matian, Shinta berhasil melukai tangan dan kaki ketiga bajak
laut itu. Rupanya mereka hanya berlima. Bukan main bangga dan senangnya
perasaan Shinta ketika dia sudah berhasil melumpuhkan semua bajak laut itu.
Shinta segera mengambil tali dan mengikat kelima bajak laut itu menjadi satu
ikatan.
“Ampunilah kami, Nona.” Kata salah
seorang bajak laut ketika Shinta mengambil goloknya dan mengayun-ayunkannya
didepan wajah mereka. Bajak laut itu faham, gadis berwajah gosong namun gagah
itu sudah lihai memainkan goloknya. Kelima bajak laut itu menjadi segan dan
tidak berani bermain-main menghadapi gadis itu.
“Kalian bajak laut yang sudah banyak
berbuat jahat.” Kata Shinta dengan suara galak. “Keberadaan kalian selama ini
telah membuat nelayan menjadi ketakutan. Jangan harap aku akan mengampunimu.
Kalian bertemu batunya bertemu dengan aku. Aku tidak takut pada kalian. Dengan
sekali tebas, kalian semua akan mati.”
“Kami berjanji akan mematuhi semua perintahmu,
namun jangan bunuh kami.” Kata salah seorang bajak laut itu. Keempat kawannya
mengangguk setuju. Mereka semua kagum dan segan melihat keberanian dan
kegagahan Shinta.
“Baiklah.” Shinta berpikir sejenak.
Selama ini dia hanya mengenal ayah dan ibunya saja. Baru sekarang dia bertemu
dengan manusia lainnya. Dia tahu kelima bajak laut ini adalah manusia-manusia
jahat. Namun Shinta ingin mereka berubah menjadi orang baik.
“Aku ampuni kalian semua. Tapi mulai
hari ini kalian harus mematuhi semua perintahku. Dan kapal kalian menjadi
milikku.” Kata Shinta dengan tegas.
“Baik, Nona. Kami akan senantiasa
mematuhi semua perintahmu.” Kata kelima bajak laut bersamaan.
Shinta menambatkan perahunya
pada kapal bajak laut itu. Lalu dengan dibantu ayahnya, kapal itu dikemudikan
Shinta dibawa pulang. Bukan main terkejutnya ibunya terkejut ketika melihat
suaminya dan Shinta pulang dengan membawa kelima bajak laut yang terluka. Namun
ketika mendengarkan cerita Shinta, kecemasannya berganti dengan perasaan
bangga. Bukan main bangganya perasaan Mari mengetahui kegagahan puterinya. Sementara itu Shinta membantu
mengobati luka-luka yang diderita kelima bajak laut itu. Tidak lama kemudian
luka-luka kelima bajak laut itu telah sembuh. Mereka memenuhi janjinya. Kelima
bajak laut itu menjadikan Shinta sebagai pimpinan mereka.
“Kalian tetap sebagai bajak laut.”
Kata Shinta. “Namun mulai dari sekarang, setiap hasil bajakan harus dibagikan kepada banyak rakyat miskin yang membutuhkan
pertolongan.”
“Baiklah.” Kata kelima bajak laut itu.
Kelima bajak laut itu bernama Bim,
Rong, Bon, Bek, dan Bam. Bim merupakan pimpinan mereka.
Demikianlah, Shinta sekarang telah
menjadi seorang pemimpin bajak laut dengan kelima anak buahnya. Setiap berhasil
membajak, hasilnya dibagikan kepada
rakyat miskin yang berada dipulau lain
tidak jauh dari pulau dimana Shinta tinggal.
Suatu hari, ketika tengah berada
dilautan bersama dengan Bim, Rong, Bon, Bek dan Bam, dari kejauhan Shinta
melihat ada kapal yang sangat bagus sekali yang tengah berlayar.
“Rupanya kapal itu milik kerajaan.”
Kata Bek. “Lihatlah, ada bendera kerajaan yang berkibar pada salah satu
tiangnya.”
“Kita harus berhati-hati jangan sampai
kita berurusan dengan pihak kerajaan.” Kata Bim memperingatkan.
Shinta memperhatikan kapal itu.
Ternyata benar, kapal itu adalah milik kerajaan. Seorang pangeran muda nampak
berdiri ditepi geladak, memegang teropong.
“Kita harus segera pergi dan menghindari
kapal itu.” kata Shinta memberi perintah pada Bon yang memegang kemudi. Dia
tidak mau terlibat masalah dengan pihak kerajaan.
“Baiklah, kita berubah haluan.” Ujar
Bon sambil memutar kemudi.
Kapal meluncur menjauh ketengah lautan. Namun ternyata kapal
milik kerajaan itu mengikuti mereka. Tak lama kemudian kapal itu sudah berhasil
merapat kekapal Shinta. Tak dapat dihindarkan lagi, pangeran bersama dengan
para pengawalnya menyerang kapal Shinta. Walaupun Shinta dan kelima kawannya
berusaha melawan sekiuat tenaga namun akhirnya mereka berhasil dilumpuhkan oleh
pangeran beserta para pengawalnya yang jumlahnya lebih banyak dari Shinta dan
kelima kawannya. Tangan Shinta dan
kelima kawannya diikat kebelakang, juga kaki mereka, sehingga Shinta dan kelima
kawannya tidak berdaya dan hanya bisa terduduk diatas geladak.
“Rupanya kalian adalah bajak laut.”
Kata pangeran sambil menatap Shinta.
“Aku bukan penjahat.” Kata Shinta
dengan berani sambil menentang tatapan mata sang pangeran.
“Penjahat atau bukan tapi kalian tetap
seorang bajak laut.” Tukas sang pangeran.
“Aku membajak untuk membantu rakyat
miskin. Apa pangeran tidak tahu bahwa kami membajak bukan untuk kepentingan
kami sendiri.” Kata Shinta lagi.
“Oh, menarik sekali ceritamu.” Ujar
sang pangeran. “Kalian membajak bukan untuk kalian sendiri, tapi untuk membantu
rakyat miskin?”
“Ya. Aku tidak bercerita bohong.”
Sahut Shinta dengan berani. “Silahkan pangeran menemui rakyat miskin dipulau
seberang itu. Mereka semua sudah tahu pada kami.”
Pada saat itu seorang pelayan dikapal
itu mendekati pangeran. “Benar, tuanku. Perempuan ini bercerita dengan
sebenarnya.” Kata pelayan itu. “Dia dikenal bernama Shinta. Shinta, si bajak
laut yang baik hati. Aku berasal dari pulau itu. Rakyat disana semuanya sudah
mengetahui pada Shinta, si bajak laut ini. Dia bukan seorang penjahat walaupun
dirinya adalah bajak laut. Rakyat mencintai dan mengaguminya.”
“Aku percaya kepadamu.” Ujar sang
pangeran. Pangeran lalu menyuruh pengawalnya untuk melepaskan ikatan ditangan
Shinta dan kelima kawannya.
“Aku terkesan dengan ceritamu. Aku
akan menjamu kalian semua.” Kata sang pangeran.
Didalam kapal milik sang pangeran, ada
ruangan makan yang mewah dan luas. Disanalah sang pangeran menjamu Shinta dan
kelima kawannya. Ketika Shinta tengah mengangkat gelas minumannya, mendadak
sang pangeran memegang tangan Shinta dan memperhatikan tanda pada punggung
tangan Shinta.
“Shinta! Apakah engkau Shinta puteri
raja Rendy?” tanya sang pangeran.
Shinta tidak bisa menjawab pertanyaan
sang pangeran. Dari cerita orangtua angkatnya dia mengetahui bahwa dirinya
adalah puteri raja, namun dia tidak tahu siapa nama ayahnya. Yang dia ketahui
bahwa nama ibunya adalah puteri Sarah.
“Tanda dipunggungmu ini adalah yang
aku cari.” Kata sang pangeran. “Namaku pangeran Richie. Ayahku bercerita bahwa
sejak kecil aku sudah dijodohkan dengan seorang puteri raja bernama Shinta,
puteri raja Rendy. Namun nasib malang
menimpa bayi itu. Bayi itu hilang bersama ibunya ditengah lautan ketika kapal
kerajaan tengah melakukan wisata laut. Ayah mengatakan bahwa pada punggung
tangan bayi itu ada tanda berwarna cokelat. Tanda itu pasti tidak akan hilang
walaupun puteri itu sudah tumbuh dewasa.”
Shinta memperhatikan tanda berwarna
cokelat pada punggung tangannya. Selama ini dia tidak memperhatikan tanda
dipunggung tangannya itu. Namun cerita sang pangeran membuatnya kini
memperhatikan tanda itu dengan seksama. Tanda berwarna cokelat itu berbentuk
bunga mawar.
“Siapakah nama ibumu?” tanya pangeran Richie.
“Orangtua angkatku mengatakan bahwa
orangtuaku bernama puteri Sarah.” Sahut Shinta.
“Puteri Sarah. Benar, engkau adalah
Shinta yang aku cari selama ini.” Seru Pangeran Richie dengan gembira. “Shinta,
ikutlah bersamaku. Aku akan membawamu kepada ayahmu. Raja Rendy pasti gembira
bila mengetahui kau sudah berhasil ditemukan.”
“Aku harus pamitan pada orangtuaku
lebih dulu.” Kata Shinta.
Akhirnya Shinta bersama dengan pangeran Richie berlayar pulang. Tiba dipondoknya, Shinta segera menceritakan pertemuannya dengan sang
pangeran. Sam dan Mari setuju sang pangeran membawa Shinta menemui ayahnya.
Sebelum berangkat, Mari mengajak Shinta
membuka peti milik ibunya.
“Didalam peti ini banyak gaun-gaun dan
perhiasan milik ibumu. Kau sudah waktunya pulang. Kenakan gaun dan perhiasan
milik ibumu ini agar engkau pantas sebagai seorang puteri raja.” Kata Mari.
Shinta mengenakan salah satu gaun
milik ibunya yang berwarna hijau muda. Dia juga mengenakan untaian kalung
berlian, gelang berlian dan cincin berlian milik ibunya. Rambutnya yang indah,
hitam, panjang dan bergelombang ditata dan diberi hiasan mahkota dengan
berlian-berlian yang menghiasi mahkota itu. Bukan main cantiknya Shinta. Dia
tidak lagi seperti Shinta si bajak laut yang selama ini selalu mengenakan
pakaian yang terbuat dari kulit rusa dengan perhiasan-perhiasan dari kayu.
Pangeran Richie sungguh terpesona melihat kecantikan dan
keanggunan Shinta. Dia sudah jatuh cinta sejak pertama melihat Shinta. Dia segera
mengajak Shinta berlayar menemui ayah Shinta, raja Rendy. Setelah berlayar selama
beberapa hari, akhirnya kapal mereka tiba ditempat tujuan. Dengan kereta
kuda, pangeran Richie membawa Shinta menemui raja Rendy. Bukan main
gembiranya perasaan raja Rendy ketika puterinya yang hilang sejak lama telah
berhasil ditemukan walaupun raja sangat berduka ketika mengetahui bahwa
istrinya telah meninggal. Tidak lama kemudian Shinta melangsungkan
perkawinannya dengan pangeran Richie
yang tampan dan gagah. Ternyata Shinta pun sudah jatuh cinta pada pangeran
Richie sejak pertama bertemu dengan sang pangeran.
Shinta tidak melupakan kedua orangtua
angkatnya yang sudah merawatnya sejak bayi dengan penuh kasih sayang, Sam dan
Mari. Menjelang hari perkawinannya, Shinta dan
pangeran Richie menjemput Sam dan
Mari. Dan untuk selamanya Sam dan Mari tinggal bersama Shinta diistana.
Sementara itu kelima bajak laut itu yang telah menjadi kawan Shinta yaitu Bim,
Rong, Bon, Bek, dan Bam tetap menjadi kawan Shinta. Mereka menjadi
pengawal-pengawal kerajaan dan selalu mengikuti kemanapun pangeran Richie dan puteri Shinta bepergian.
--- o ---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar