Jumat, 10 Mei 2013

SHINTA, SI BAJAK LAUT





Hutan ditepi pantai itu sungguh indah panoramanya. Pohon-pohon besar dan rimbun memberikan keteduhan disepanjang tepi pantai menambah keindahan pantai berpasir putih itu dengan debur ombaknya yang lembut yang setiap waktu memecah tepi pantai. Sepasang suami istri itu, Sam dan Mari,  turun dari atas perahu. Wajah mereka kelihatan lelah dan letih setelah dua malam lamanya berlayar dilaut mencari ikan. Tidak banyak ikan hasil tangkapan mereka kali ini namun  hasil tangkapan mereka cukup untuk hidup selama sebulan. Mari akan mengawetkan ikan-ikan itu dan membuat dendeng ikan sehinga ikan simpanan mereka akan tahan lebih lama.
Sam  menyeret perahu dan menambatkannya pada sebatang pohon ditepi pantai. Setelah itu dia membantu Mari membawa bakul yang berisi ikan hasil tangkapan mereka, pulang kepondok mereka yang letaknya tidak jauh dari tepi pantai itu. Tiba-tiba Mari  berhenti melangkah. Matanya terpaku melihat pada sesuatu yang bergerak-gerak diatas pasir putih ditepi pantai.
“Sam, lihatlah! Apakah itu yang bergerak-gerak disana?” tanya Mari.
Sam melihat pada benda yang ditunjuk istrinya. Bergegas dia mendekati benda itu. Bukan main terkejutnya ketika dia melihat benda  itu ternyata  bayi cantik yang mungil.    
“Lihat! Ada bayi. Cantik sekali!” seru Sam.
Mari meletakan bakul dan bergegas menghampiri suaminya.
“Astaga! Bayinya cantik sekali! Anak siapakah dia? Kenapa dia ada disini? Aduh, kasihan betul. Dia pasti kelaparan. Lihat, tubuhnya kotor penuh pasir.” Seru Mari, tidak kalah terkejutnya dengan suaminya.
“Eh, siapakah itu?” Sam melihat pada kejauhan. Dia segera memburu kesana. Ternyata seorang perempuan muda tengah terbaring dengan nafas terengah-engah ditepi pantai tidak jauh dari bayi itu. Ketika melihat kedatangan Sam, perempuan itu menatapnya dengan penuh permohonan.
“Tuan, tolong selamatkan dan rawat bayiku dengan sebaik-baiknya.” Ucap perempuan itu dengan nafas tersengal-sengal.
Mari datang menghampiri  sambil menggendong bayi itu. Dia menatap perempuan asing itu. Selama ini pulau yang mereka diami tidak pernah kedatangan manusia lain kecuali dirinya dan suaminya yang sudah berpuluh-puluh tahun tinggal dihutan ditepi pantai itu. Kecelakaan yang menimpa kapal yang mereka tumpangi lima belas tahun lalu yang karam ditengah laut yang membuat mereka terdampar dipulau itu. Dan setelah hidup sekian lamanya dipulau itu, Sam dan Mari memutuskan untuk tetap tingal dipulau itu.
“Siapakah nyonya? Dan darimana nyonya berasal?” tanya Sam.
“Aku adalah seorang puteri raja.” Ucap perempuan itu dengan susah payah. “Bayi itu adalah anakku. Namanya Shinta. Kami mengalami kecelakaan. Kapal kami karam diterjang badai. Semua penumpang mati dilautan. Aku berhasil meraih sebilah papan dan mencoba berenang ketepi pantai ini menyelamatkan bayiku.”
Sam dan Mari menatap perempuan itu dengan perasaan iba. Mereka teringat dengan peristiwa yang mereka alami hampir lima belas tahun lalu.
“Tuhan menolongku.” Ujar perempuan itu sambil menatap Mari dengan airmata berlinang. “Tolong jaga dan rawat bayiku dengan baik. Namanya Shinta.  Segala macam kebutuhannya sudak aku masukan kedalam dua buah peti kayu. Peti-peti itu mungkin sudah tenggelem atau terbawa ombak. Bila kalian bersedia mencarinya, mungkin kalian akan menemukan peti-peti itu disekitar pantai ini, terbawa ombak kemari.”
Tidak lama kemudian perempuan itu meninggal. Sam dan Mari mengubur perempuan itu lalu mereka membawa bayi bernama Shinta itu kepondokan mereka. Mari segera sibuk mengurus bayi cantik itu. Bukan main gembira perasaannya mendapatkan seorang bayi yang cantik dan lucu. Sudah lama sekali dia mendambakan memiliki seorang anak. Kini Tuhan mengabulkan doanya. Dia kini memiliki seorang anak yang cantik.  Sementara itu Sam segera  menyusuri pantai berusaha menemukan peti-peti  yang disebutkan ibu bayi itu. Setelah cukup jauh berjalan, akhirnya Sam melihta  sebuah peti yang terapung dipantai. Sam segera berenang dan menarik peti itu kedarat. Dia mencoba membuka peti itu. Ternyata isinya adalah segala macam perlengkapan bayi. Saat itu Sam melihat peti lain yang terapung dipantai. Dia segera berenang lagi dan menarik peti itu. Ketika dibuka isinya adalah beragam gaun yang sangat indah sekali. Sam menduga bahwa isi peti ini adalah milik ibu bayi itu. Sam akhirnya membawa kedua peti itu kepondoknya.
“Tuhan mendengarkan doa kita.” Kata Sam pada istrinya. “Setelah sekian lamanya kita berdoa dan berharap, akhirnya Tuhan mengirimkan bayi ini kepada kita.”
“Ya.” Sahut Mari sambil tersenyum bahagia. “Mulai hari ini aku akan berhenti ikut berlayar dan mencari ikan dilaut dengamu. Aku akan mengurus dan merawat bayi ini dengan sebaik-baiknya. Bayi cantik ini sekarang sudah menjadi anakku.”
“Ya, biar aku sendiri yang pergi kelaut. Kau dirumah saja mengurus anak kita. Sekarang bila aku pulang kerumah, ada seorang anak yang akan menyambut kepulanganku.” Ucap Sam dengan gembira.
Mari tidak kesulitan mengurus bayi itu. Didalam peti  itu sudah tersedia segala macam kebutuhan bayi yang lengkap. Baju-baju bayi itu indah-indah sekali. Dari ucapan ibu bayi itu, Sam dan Mari tahu bahwa bayi ini adalah puteri raja. Namun yang membuat mereka gembira dan bahagia, bayi itu sudah diserahkan oleh ibunya untuk mereka rawat seperti anak sendiri. Bayi itu sebuah karunia yang sangat besar buat suami istri itu.
Tahun demi tahun berlalu. Shinta telah tumbuh menjadi seorang gadis yang cantik. Tubuhnya tinggi semampai. Rambutnya hitam panjang, lebat dan bergelombang. Sam dan Mari sangat sayang pada puteri mereka. Ketika Shinta sudah remaja, Sam dan Mari menceritakan riwayat Shinta kepada anaknya itu. Walaupun Shinta sudah tahu riwayatnya, namun dia tetap menganggap Sam dan Mari sebagai orangtuanya.  
Walaupun Shinta memiliki gaun-gaun yang indah milik ibunya, namun dia lebih senang memakai pakaian yang terbuat dari kulit rusa. Demikian juga dengan beragam perhiasan emas permata yang diwariskan ibunya, namun dia lebih senang mengenakan perhiasan yang terbuat dari kayu-kayuan. Bila sedang memiliki waktu luang, Shinta sering membuat beragam perhiasan dari kayu-kayuan. Anek macam kalung, gelang, dan cincin. Mari sering merasa takjub melihat kepandaian Shinta dalam membuat perhiasan sehingga perhiasan-perhiasan yang dikenakan Shinta menambah kecantikannya.  
Shinta juga sangat rajin bekerja. Dia sering membantu ibunya, mengambilkan kayu bakar dan memotong-motong sendiri kayu-kayu itu dengan golok pemberian ayahnya. Diwaktu lain, dia  senang mengantar ayahnya sampai ditepi pantai hingga ayahnya naik keatas perahu dan mulai berlayar.
“Ayah, ijinkan aku ikut berlayar dan menangkap ikan dilaut.” Kata Shinta suatu hari.
Sam tersenyum mendengar permintaan anaknya. “Menangkap ikan dilaut bukan pekerjaan mudah, anakku. Tidak cocok untukmu. Lebih baik kau membantu ibumu membuatkan masakan yang enak dan lezat yang kau siapkan bila ayah pulang nanti.”
“Ayah, aku bisa berlayar dan menangkap ikan seperti ayah.” Sahut Shinta, terus membujuk ayahnya agar dia bisa ikut serta berlayar dan menangkap ikan dilaut. “Ayah tidak usah khawatir. Walaupun aku perempuan tapi aku bisa melakukan pekerjaan laki-laki.”
Akhirnya Sam mengijinkan Shinta ikut bersamanya. Bukan main senangnya perasaan Shinta ketika perahu mereka mulai meluncur meninggalkan bibir pantai dan terus berlayar ketengah lautan. Angin laut yang kencang menerpa wajahnya dan mempermainkan rambutnya yang indah panjang bergelombang, nampak berkilauan tertimpa sinar matahari.
“Oh ayah, alangkah indahnya pemandangan dari sini. Lihat, hutan dimana kita tinggal semakin lama semakin jauh. Sungguh kontras warna hijau hutan kita dengan putihnya pasir disepanjang tepi pantai. Lihat pemandangan didalam air laut ini. Lihat, banyak sekali ikan yang berenang didekat perahu kita.” Shinta terus berceloteh dengan gembira.
Sam tersenyum memperhatikan kelakuan puterinya. Kecantikan Shinta bak seorang puteri raja, namun kegagahannya bagaikan seorang pangeran. Sam sangat bangga pada puterinya.
Sam  menebarkan jala. Bukan main gembiranya Shinta  ketika dia membantu ayahnya menarik jala yang terasa berat dan dia berteriak kegirangan ketika melihat banyak ikan yang berhasil mereka tangkap.
“Lihat, aku menemukan ikan yang cantik sekali. Oh, ternyata banyak sekali ikan yang tersangkut didalam jala ini.” Seru Shinta.
Sehari itu Shinta bekerja keras membantu ayahnya. Dia sangat gembira sekali. Hasil tangkapan mereka sangat banyak. Dia sudah membayangkan akan sibuk membantu ibunya mengawetkan ikan-ikan itu dan membuat dendeng ikan kesukaannya. Namun tiba-tiba Sam berdiri tegak dengan mata terpaku melihat pada kejauhan. Dia melihat sebuah perahu lain tengah mendekati perahu mereka. Sam terperanjat. Celaka. Itu perahu bajak laut.
“Celaka, ada bajak laut datang kemari.” Seru Sam sambil bergegas membereskan jala. “Kita harus segera pergi dari sini sebelum mereka datang kemari dan mencelakakan kita.”
Shinta melihat pada perahu yang mendekati perahu mereka. Tiba-tiba Sam menarik tangan Shinta dan disuruh duduk. Sebelum Shinta mengerti apa yang akan dilakukan ayahnya, tiba-tiba Sam mengambil beberapa potong arang. Arang itu diremukan lalu dibalurkan keseluruh wajah Shinta sehingga wajah Shinta yang cantik berubah menjadi  jelek dan kotor.
“Ayah, kenapa aku diperlakukan begini?” tanya Shinta tidak mengerti.
“Kalau bajak laut itu tahu engkau gadis cantik, mereka pasti akan menculikmu.” Kata Sam.
Perahu mereka berhasil dikejar oleh perahut bajak laut itu. Dua orang lelaki kekar meloncat kedalam perahu Sam.
“Serahkah semua hartamu!” teriak salah seorang lelaki itu.
Sam berusaha melawan, namun kedua lelaki itu lebih kuat dan berhasil memukul Sam hingga terjatuh dilantai perahu. Bukan main terkejutnya Shinta ketika melihat ayahnya dipukul jatuh. Tiba-tiba saja dia merasa marah melihat ayahnya diperlakukan seperti itu. Diambilnya goloknya, lalu tanpa perasaan takut sedikitpun dia menerjang dan melawan kedua bajak laut itu. Kedua bajak laut itu terkejut, tidak menduga bila perempuan berwajah kotor dan jelek itu ternyata berani melawan mereka. Karena mereka tidak menduga akan diserang, dengan mudah Shinta menebaskan goloknya kepunggung kedua lelaki itu. Keduanya terkapar dengan luka dipunggung mereka. Tiga orang lelaki lain yang berada dikapal bajak laut segera meloncat akan menolong kedua temannya. Namun dengan gagah berani Shinta menyerang ketiga lelaki itu. Setelah bertarung mati-matian, Shinta berhasil melukai tangan dan kaki ketiga bajak laut itu. Rupanya mereka hanya berlima. Bukan main bangga dan senangnya perasaan Shinta ketika dia sudah berhasil melumpuhkan semua bajak laut itu. Shinta segera mengambil tali dan mengikat kelima bajak laut itu menjadi satu ikatan.
“Ampunilah kami, Nona.” Kata salah seorang bajak laut ketika Shinta mengambil goloknya dan mengayun-ayunkannya didepan wajah mereka. Bajak laut itu faham, gadis berwajah gosong namun gagah itu sudah lihai memainkan goloknya. Kelima bajak laut itu menjadi segan dan tidak berani bermain-main menghadapi gadis itu.
“Kalian bajak laut yang sudah banyak berbuat jahat.” Kata Shinta dengan suara galak. “Keberadaan kalian selama ini telah membuat nelayan menjadi ketakutan. Jangan harap aku akan mengampunimu. Kalian bertemu batunya bertemu dengan aku. Aku tidak takut pada kalian. Dengan sekali tebas, kalian semua akan mati.”
“Kami berjanji akan mematuhi semua perintahmu, namun jangan bunuh kami.” Kata salah seorang bajak laut itu. Keempat kawannya mengangguk setuju. Mereka semua kagum dan segan melihat keberanian dan kegagahan Shinta.
“Baiklah.” Shinta berpikir sejenak. Selama ini dia hanya mengenal ayah dan ibunya saja. Baru sekarang dia bertemu dengan manusia lainnya. Dia tahu kelima bajak laut ini adalah manusia-manusia jahat. Namun Shinta ingin mereka berubah menjadi orang  baik.
“Aku ampuni kalian semua. Tapi mulai hari ini kalian harus mematuhi semua perintahku. Dan kapal kalian menjadi milikku.” Kata Shinta dengan tegas.
“Baik, Nona. Kami akan senantiasa mematuhi semua perintahmu.” Kata kelima bajak laut bersamaan.
Shinta menambatkan  perahunya  pada kapal bajak laut itu. Lalu dengan dibantu ayahnya, kapal itu dikemudikan Shinta dibawa pulang. Bukan main terkejutnya ibunya terkejut ketika melihat suaminya dan Shinta pulang dengan membawa kelima bajak laut yang terluka. Namun ketika mendengarkan cerita Shinta, kecemasannya berganti dengan perasaan bangga. Bukan main bangganya perasaan Mari mengetahui kegagahan  puterinya. Sementara itu Shinta membantu mengobati luka-luka yang diderita kelima bajak laut itu. Tidak lama kemudian luka-luka kelima bajak laut itu telah sembuh. Mereka memenuhi janjinya. Kelima bajak laut itu menjadikan Shinta sebagai pimpinan mereka.
“Kalian tetap sebagai bajak laut.” Kata Shinta. “Namun mulai dari sekarang, setiap hasil bajakan  harus dibagikan  kepada banyak rakyat miskin yang membutuhkan pertolongan.”
“Baiklah.” Kata kelima bajak laut itu.
Kelima bajak laut itu bernama Bim, Rong, Bon, Bek, dan Bam. Bim merupakan pimpinan mereka.
Demikianlah, Shinta sekarang telah menjadi seorang pemimpin bajak laut dengan kelima anak buahnya. Setiap berhasil membajak, hasilnya dibagikan  kepada rakyat miskin yang berada dipulau lain  tidak jauh dari pulau dimana Shinta tinggal.
Suatu hari, ketika tengah berada dilautan bersama dengan Bim, Rong, Bon, Bek dan Bam, dari kejauhan Shinta melihat ada kapal yang sangat bagus sekali yang tengah berlayar.
“Rupanya kapal itu milik kerajaan.” Kata Bek. “Lihatlah, ada bendera kerajaan yang berkibar pada salah satu tiangnya.”
“Kita harus berhati-hati jangan sampai kita berurusan dengan pihak kerajaan.” Kata Bim memperingatkan.
Shinta memperhatikan kapal itu. Ternyata benar, kapal itu adalah milik kerajaan. Seorang pangeran muda nampak berdiri ditepi geladak, memegang teropong.
“Kita harus segera pergi dan menghindari kapal itu.” kata Shinta memberi perintah pada Bon yang memegang kemudi. Dia tidak mau terlibat masalah dengan pihak kerajaan.
“Baiklah, kita berubah haluan.” Ujar Bon sambil memutar kemudi.
Kapal meluncur  menjauh ketengah lautan. Namun ternyata kapal milik kerajaan itu mengikuti mereka. Tak lama kemudian kapal itu sudah berhasil merapat kekapal Shinta. Tak dapat dihindarkan lagi, pangeran bersama dengan para pengawalnya menyerang kapal Shinta. Walaupun Shinta dan kelima kawannya berusaha melawan sekiuat tenaga namun akhirnya mereka berhasil dilumpuhkan oleh pangeran beserta para pengawalnya yang jumlahnya lebih banyak dari Shinta dan kelima kawannya. Tangan  Shinta dan kelima kawannya diikat kebelakang, juga kaki mereka, sehingga Shinta dan kelima kawannya tidak berdaya dan hanya bisa terduduk diatas geladak.  
“Rupanya kalian adalah bajak laut.” Kata pangeran sambil menatap Shinta.
“Aku bukan penjahat.” Kata Shinta dengan berani sambil menentang tatapan mata sang pangeran.
“Penjahat atau bukan tapi kalian tetap seorang bajak laut.” Tukas sang pangeran.
“Aku membajak untuk membantu rakyat miskin. Apa pangeran tidak tahu bahwa kami membajak bukan untuk kepentingan kami sendiri.” Kata Shinta lagi.
“Oh, menarik sekali ceritamu.” Ujar sang pangeran. “Kalian membajak bukan untuk kalian sendiri, tapi untuk membantu rakyat miskin?”
“Ya. Aku tidak bercerita bohong.” Sahut Shinta dengan berani. “Silahkan pangeran menemui rakyat miskin dipulau seberang itu. Mereka semua sudah tahu pada kami.”
Pada saat itu seorang pelayan dikapal itu mendekati pangeran. “Benar, tuanku. Perempuan ini bercerita dengan sebenarnya.” Kata pelayan itu. “Dia dikenal bernama Shinta. Shinta, si bajak laut yang baik hati. Aku berasal dari pulau itu. Rakyat disana semuanya sudah mengetahui pada Shinta, si bajak laut ini. Dia bukan seorang penjahat walaupun dirinya adalah bajak laut. Rakyat mencintai dan mengaguminya.”  
“Aku percaya kepadamu.” Ujar sang pangeran. Pangeran lalu menyuruh pengawalnya untuk melepaskan ikatan ditangan Shinta dan kelima kawannya.
“Aku terkesan dengan ceritamu. Aku akan menjamu kalian semua.” Kata sang pangeran.
Didalam kapal milik sang pangeran, ada ruangan makan yang mewah dan luas. Disanalah sang pangeran menjamu Shinta dan kelima kawannya. Ketika Shinta tengah mengangkat gelas minumannya, mendadak sang pangeran memegang tangan Shinta dan memperhatikan tanda pada punggung tangan Shinta.
“Shinta! Apakah engkau Shinta puteri raja Rendy?” tanya sang pangeran.
Shinta tidak bisa menjawab pertanyaan sang pangeran. Dari cerita orangtua angkatnya dia mengetahui bahwa dirinya adalah puteri raja, namun dia tidak tahu siapa nama ayahnya. Yang dia ketahui bahwa nama ibunya adalah puteri Sarah.
“Tanda dipunggungmu ini adalah yang aku cari.” Kata sang pangeran. “Namaku pangeran Richie. Ayahku bercerita bahwa sejak kecil aku sudah dijodohkan dengan seorang puteri raja bernama Shinta, puteri raja Rendy. Namun nasib malang menimpa bayi itu. Bayi itu hilang bersama ibunya ditengah lautan ketika kapal kerajaan tengah melakukan wisata laut. Ayah mengatakan bahwa pada punggung tangan bayi itu ada tanda berwarna cokelat. Tanda itu pasti tidak akan hilang walaupun puteri itu sudah tumbuh dewasa.”
Shinta memperhatikan tanda berwarna cokelat pada punggung tangannya. Selama ini dia tidak memperhatikan tanda dipunggung tangannya itu. Namun cerita sang pangeran membuatnya kini memperhatikan tanda itu dengan seksama. Tanda berwarna cokelat itu berbentuk bunga mawar.
“Siapakah nama ibumu?” tanya pangeran Richie.
“Orangtua angkatku mengatakan bahwa orangtuaku bernama puteri Sarah.” Sahut Shinta.
“Puteri Sarah. Benar, engkau adalah Shinta yang aku cari selama ini.” Seru Pangeran Richie dengan gembira. “Shinta, ikutlah bersamaku. Aku akan membawamu kepada ayahmu. Raja Rendy pasti gembira bila mengetahui kau sudah berhasil ditemukan.”
“Aku harus pamitan pada orangtuaku lebih dulu.” Kata Shinta.
Akhirnya Shinta bersama dengan  pangeran Richie  berlayar pulang. Tiba dipondoknya,  Shinta segera  menceritakan pertemuannya dengan sang pangeran. Sam dan Mari setuju sang pangeran membawa Shinta menemui ayahnya. Sebelum  berangkat, Mari mengajak Shinta membuka peti milik ibunya.
“Didalam peti ini banyak gaun-gaun dan perhiasan milik ibumu. Kau sudah waktunya pulang. Kenakan gaun dan perhiasan milik ibumu ini agar engkau pantas sebagai seorang puteri raja.” Kata Mari.
Shinta mengenakan salah satu gaun milik ibunya yang berwarna hijau muda. Dia juga mengenakan untaian kalung berlian, gelang berlian dan cincin berlian milik ibunya. Rambutnya yang indah, hitam, panjang dan bergelombang ditata dan diberi hiasan mahkota dengan berlian-berlian yang menghiasi mahkota itu. Bukan main cantiknya Shinta. Dia tidak lagi seperti Shinta si bajak laut yang selama ini selalu mengenakan pakaian yang terbuat dari kulit rusa dengan perhiasan-perhiasan dari kayu.
Pangeran Richie  sungguh terpesona melihat kecantikan dan keanggunan Shinta. Dia sudah jatuh cinta sejak pertama melihat Shinta. Dia segera mengajak Shinta berlayar menemui ayah Shinta, raja Rendy. Setelah berlayar selama beberapa hari, akhirnya kapal mereka tiba ditempat tujuan. Dengan kereta kuda,  pangeran Richie  membawa Shinta menemui raja Rendy. Bukan main gembiranya perasaan raja Rendy ketika puterinya yang hilang sejak lama telah berhasil ditemukan walaupun raja sangat berduka ketika mengetahui bahwa istrinya telah meninggal. Tidak lama kemudian Shinta melangsungkan perkawinannya dengan  pangeran Richie yang tampan dan gagah. Ternyata Shinta pun sudah jatuh cinta pada pangeran Richie sejak pertama bertemu dengan sang pangeran.  
Shinta tidak melupakan kedua orangtua angkatnya yang sudah merawatnya sejak bayi dengan penuh kasih sayang, Sam dan Mari. Menjelang hari perkawinannya, Shinta dan  pangeran Richie  menjemput Sam dan Mari. Dan untuk selamanya Sam dan Mari tinggal bersama Shinta diistana. Sementara itu kelima bajak laut itu yang telah menjadi kawan Shinta yaitu Bim, Rong, Bon, Bek, dan Bam tetap menjadi kawan Shinta. Mereka menjadi pengawal-pengawal kerajaan dan selalu mengikuti kemanapun pangeran Richie  dan puteri Shinta bepergian.

--- o ---

Tidak ada komentar:

Posting Komentar