Pagi itu Shella sudah
sibuk seperti biasanya membantu ibunya membuat roti dan kue. Udara pagi yang
segar tidak ada bedanya dengan hari-hari kemarin. Kesibukan setiap hari
membantu ibunya membuat roti dan kue membuat Shella merasa hari-harinya tidak
pernah berubah. Shella mengangkut roti dan kue yang sudah matang dan menatanya
didalam lemari kaca ditoko kue milik ibunya. Rumah mereka merangkap toko kue.
Ibunya menjadikan ruangan bagian depan rumah mereka sebagai toko kue. Walaupun hari masih pagi, namun
pelanggan-pelanggan roti dan kue biasanya sudah berdatangan begitu toko rotinya
dibuka.
“Shella, aku beli lima
buah roti nanas, lima buah roti strawberry dan sekaleng kue kering cokelat.” Harmita, langganan tokonya, masuk dan
langsung memesan roti dan kue.
“Baik.” Sahut Shella
sambil memasukan roti dan kue pesanan
Harmita kedalam kantong kertas.
“Shella, apa kau sudah
mendengar bahwa besok malam pangeran
Fatur akan mengadakan pesta di istana? Pangeran Fatur akan merayakan hari ulang
tahunnya dengan mengundang semua gadis dinegeri ini.”
“Oh, ya? Aku tidak
mendengar berita itu. Apa kamu akan datang, Mita?”
“Tentu.” Sahut Sharmita senang. “Aku bahkan
sudah selesai membuat sebuah gaun pesta yang akan aku kenakan besok.”
“Oh, pastinya gaunmu
sangat indah sekali.”
Sharmita hanya tersenyum.
“Kalau kau mau datang ke pesta besok, datanglah. Undangan ini untuk semua gadis
diseluruh negeri. Siapa tahu bila kau datang pangeran Fatur tertarik padamu bila melihatmu.”
Shella hanya tersenyum
mendengar ucapan Sharmita. Sehari itu sambil bekerja di toko Shella banyak
melamun. Berkali-kali ibunya menegurnya ketika melihat Shella kedapatan tengah melamun seperti ada sesuatu hal yang tengah
dipikirkannya.
“Shella, kenapa denganmu?
Seharian ini engkau banyak melamun.” Tegur ibunya ketika pembeli sudah mulai
berkurang dan sebentar lagi toko mereka akan tutup karena hari sudah sore.
“Tidak apa-apa, bu.” Sahut
Shella, menghindar agar ibunya tidak tahu apa yang tengah dipikirkannya.
“Apa kamu sakit?”
“Tidak, bu. Saya tidak
apa-apa.” Sahut Shella sambil bergegas membereskan tempat-tempat roti dan kue
yang telah kosong dan membawanya kedapur. Ibunya menutup pintu. Hari sudah
sore. Toko sudah mau tutup. Seperti
biasanya, tidak banyak roti dan kue yang tersisa. Toko mereka sudah memiliki
langganan tetap yang datang setiap hari. Sisa roti yang tidak terjual diberikan
kepada tetangga-tetangga mereka yang miskin disekitar rumah mereka. Setiap
malam setelah toko mereka tutup Shella berkeliling kerumah tetangga-tetangga
mereka memberikan sisa roti yang tidak
habis terjual. Kedatangan Shella selalu ditunggu-tunggu oleh tetangga-tetangga
mereka yang sehari-harinya hidup kekurangan.
Malam semakin larut. Namun
Shella masih berdiri didepan jendela
kamarnya sambil memandang keluar. Dia
baru pulang setelah membagikan roti pada tetangga-tetangganya. Alangkah
senangnya bila aku besok bisa pergi ke pesta
pangeran Fatur, pikir Shella. Pangeran Fatur terkenal tampan dan baik
hati. Namun aku hanyalah seorang tukang roti, tidak mungkin pangeran Fatur akan tertarik kepadaku.
Pintu kamar terbuka.
Ibunya masuk. “Kenapa, Shella? Kamu pasti punya sesuatu yang tengah kau
pikirkan.” Ibunya masuk kedalam kamarnya dan melihat Shella tidak biasanya
termenung didepan jendela sambil memandang keluar.
Shella menoleh. “Ibu,
besok pangeran Fatur akan merayakan hari
ulang tahunnya. Semua gadis dinegeri ini diundang. Aku ingin sekali datang ke
pesta sang pangeran.”
Ibunya tertegun. Lalu menghela
napas dalam. “Pergilah bila engkau ingin datang ke istana besok, nak.”
Shella duduk ditepi tempat
tidur. “Tapi aku tidak memiliki sehelai pun gaun yang pantas aku kenakan untuk
menghadiri pesta di istana pangeran.”
Ibunya menarik tangan
Shella dan membawanya kekamarnya. Ibunya lalu membuka lemari pakaiannya lalu
mengeluarkan sebuah bungkusan yang terbungkus dan terikat rapi. Ketika
bungkusan itu dibuka, Shella tertegun melihat beberapa buah gaun yang sangat
indah sekali.
“Shella, ibu memiliki
beberapa buah gaun yang pantas kau kenakan untuk menghadiri pesta sang
pangeran. Semua gaun-gaun ini adalah milik ibu ketika masih gadis dulu.
Sekarang gaun-gaun ini menjadi milikmu.”
“Darimana ibu memiliki
gaun-gaun yang sangat indah ini?” Tanya Shella keheranan. “Gaun-gaun ini pasti
mahal sekali. Dan biasanya dipakai oleh puteri-puteri bangsawan.”
Ibunya menatapnya.
“Shella, ayahmu adalah seorang bangsawan. Namun perkawinan ayah dan ibu tidak
direstui oleh orangtuanya sehingga ibu terpaksa pergi dari istana dan membawamu
tinggal menyepi di desa ini. Ayahmu sangat mencintai ibu. Karena kecewa
perkawinannya dengan ibu ditentang orangtuanya, akhirnya ayahmu ikut berperang
dan tewas dalam peperangan itu.”
Shella mencoba satu per satu semua gaun-gaun milik ibunya. Semuanya bagus
dan ukurannya sesuai dengan tubuhnya.
Akhirnya Shella memilih gaun berwarna ungu tua. Gaun itu memiliki banyak
mutiara disekeliling bagian pinggang. Indah sekali.
“Berdandanlah secantik
mungkin, anakku. Ibu berharap sang pangeran tertarik kepadamu.” Kata ibunya.
Lalu ibunya membuka sebuah kotak dan
mengeluarkan seuntai kalung mutiara. “Kenakanlah kalung mutiara ini untuk
melengkapi penampilanmu.”
Besoknya pagi-pagi sekali
Shella sudah bangun. Dia tidak membantu ibunya seperti biasanya. Dia mencuci
rambutnya yang panjang dan lebat sehingga kelihatan berkilauan. Dia menyiapkan dirinya untuk menghadiri pesta
malam nanti. Namun mendadak Shella sadar, dia belum tahu dia akan naik apa pergi ke istana karena istana sang pangeran
cukup jauh dari desanya. Shella berdiri didepan jendela kamarnya sambil
termenung memikirkan hal itu. Pada saat itu Bonny, salah seorang tetangganya
yang setiap hari selalu mendapat
roti yang tidak habis terjual dari
Shella, lewat dengan gerobaknya dan
berhenti ketika melihat Shella tengah termenung didepan jendela kamarnya. Bonny
bekerja di pasar. Gerobak itu adalah alatnya mencari rejeki. Banyak orang yang
membutuhkan bantuannya mengangkut barang-barang dengan gerobak itu.
“Kenapa, Shella? Kenapa kamu termenung?” Tanya
Bonny.
Dengan wajah muram Shella menceritakan kebingungannya.
“Oh, jangan khawatir,
Shella. Aku akan membawamu dengan kereta kudaku.” Sahut Bonny.
“Kereta kuda? Kamu punya
kereta kuda? Yang aku tahu kamu hanya punya gerobak yang ditarik kuda.”
“Yah, itu maksudku,” Bonny
tertawa. “Aku bisa membawamu dengan gerobakku ke istana.”
“Tapi gerobak itu untuk
kau bekerja mengangkut barang-barang.”
“Shella, kau sudah terlalu
banyak berbuat baik kepadaku, bila sehari saja aku tidak bekerja dan gerobakku
tidak dipakai mencari nafkah, aku tetap sangat gembira karena sudah bisa
menolongmu.”
“Oh Bonny, terima kasih.
Kamu baik sekali. “ sahut Shella gembira.
Malam itu Shella naik
gerobak milik Bonny menuju istana. Agar Shella bisa duduk nyaman, Bonny sengaja
membuka tutup gerobaknya dan meletakkan sebuah bangku kayu diatas gerobaknya. Bagian
atapnya ditutup dengan kain terpal. Begitu
Shella duduk diatas gerobaknya, Bonny segera memacu gerobaknya cepat-cepat
menuju ke istana. Kedua kuda yang menarik gerobak melaju dengan kencang. Begitu cepatnya Bonny memacu gerobaknya
sehingga dalam waktu sebentar saja gerobaknya sudah tiba didepan pintu gerbang
istana. Bonny tidak menghentikan laju gerobaknya. Gerobak itu melaju terus
memasuki halaman istana.
“Hei, gerobak! Berhenti!” seorang
petugas yang berjaga didepan pintu gerbang istana berteriak ketika gerobak
Bonny menerobos pintu gerbang istana.
Namun Bonny tidak mendengarkan teriakan itu. Dia tetap memacu gerobaknya melaju
memasuki halaman istana yang luas dan berhenti tepat didepan pintu istana yang
terbuka lebar. Keempat petugas berlari mengejar gerobak itu sambil
berteriak-teriak.
“Ayo cepat masuk, Shella.
Pestanya sudah dimulai.” Seru Bonny. Pada saat itu keempat petugas yang mengejar mereka tiba dan
berteriak-teriak memarahi Bonny.
Keributan didepan istana membuat pesta yang sudah dimulai terganggu. Musik
mendadak berhenti. Sang pangeran keluar ingin melihat apa yang terjadi didepan
istana.
“Hentikan! Biarkan gerobak
itu masuk ke istana.” Teriak sang
pangeran.
“Namun yang mulia, gerobak
itu tidak pantas masuk ke istana.” Sahut kepala pengawal.
“Gerobak atau kereta
kencana, namun yang terpenting buatku adalah siapakah yang menaikinya.” Ujar
sang pangeran. Matanya menatap Shella yang turun dari atas gerobak itu
dengan anggun. Sang pangeran sangat
terpesona melihat kecantikan dan keanggunan Shella. Gadis itu jauh lebih cantik
dan lebih menawannya dibandingkan dengan gadis-gadis lain yang datang dengan
kereta kencana. Shella menaiki tangga dengan langkah anggun. Matanya menatap
sang pangeran. Sementara sang pangeran pun tengah tersenyum menatapnya. Shella
berhenti beberapa langkah dihadapan sang pangeran dan tersenyum pada sang
pangeran. Sang pangeran membalas senyuman Shella. Sang pangeran sudah jatuh
cinta pada pandangan pertama kepada Shella.
“Alangkah senang sekali
pestaku dihadiri tuan puteri.” Ujar
pangeran Fatur.
“Terima kasih, tuanku.”
Sahut Shella.
“Maukah engkau berdansa
denganku?” Tanya pangeran Fatur.
“Tentu saja, tuanku.
Dengan senang hati.” Sahut Shella.
Pangeran Fatur mengulurkan
tangannya, Shella memegang tangan sang pangeran. Keduanya melangkah memasuki
ruangn istana dimana pesta diselenggarakan. Semua yang hadir menatap pangeran Fatur dan Shella. Musik mengalun
lagi dengan lembut. Pangeran Fatur dan Shella mulai berdansa, diikuti dengan
yang lainnya. Semuanya berdansa dengan gembira.
“Alangkah indahnya gaun
yang kau kenakan ini, tuan puteri. Siapakah namamu?” Tanya sang pangeran.
“Shella.”
“Oh, Shella. Sebuah nama
yang indah sekali.”
Shella merasa bahagia melihat perhatian sang pangeran kepadanya. Dia
juga sudah jatuh cinta pada sang pangeran, namun dia merasa rendah diri karena menyadari
dirinya hanyalah seorang tukang roti walaupun menurut cerita ibunya ayahnya
adalah seorang bangsawan. Tidak mungkin pangeran akan memilihku, pikir Shella.
Mendadak dia berhenti berdansa dengan perasaan tegang.
“Kenapa berhenti?” Tanya
pangeran Fatur. Pangeran melihat wajah Shella yang kelihatan tegang.
Shella tidak menjawab.
Bergegas dia membalikan tubuhnya dan berlari keluar ruangan. Bonny masih
menunggunya didepan istana. Shella segera naik keatas gerobak. “Ayo Bonny. Kita
pulang.”
Pangeran Fatur memburu
keluar. “Hei! Tunggu! Berhenti!”
Namun gerobak itu sudah
berlari kencang meninggalkan istana. Oh, bukan main kecewanya perasaan sang
pangeran. Dia masih ingin berdansa dengan gadis cantik yang telah memikat
hatinya itu. Namun sayang gadis itu sudah pergi dengan tergesa-gesa padahal
pesta belum usai. Semalaman pangeran
Fatur tidak dapat memejamkan matanya. Wajah Shella terbayang-bayang dipelupuk
matanya. Aku harus menemukan gadis itu, pikir sang pangeran.
Keesokan harinya
diam-diam pangeran Fatur meninggalkan
istana. Dia memacu kudanya cepat-cepat dan berkeliling negeri mencari gadis
yang telah memikat hatinya. Setelah cukup jauh menempuh perjalanan,
akhirnya pangeran Fatur merasa lapar dan haus. Pada saat itu dia
melihat sebuah toko roti dan kue. Pangeran Fatur segera menuju toko roti dan
kue itu. Pangeran menambatkan kudanya didepan toko itu lalu masuk kedalam toko
itu. Shella yang tengah melayani pembeli, terkejut ketika melihat pangeran
masuk kedalam tokonya. Walaupun pakaian yang dikenakan sang pangeran berbeda
dengan pakaian yang dikenakannya semalam, namun Shella masih mengenali
wajah pangeran Fatur. Namun rupanya sang
pangeran tidak mengenali Shella lagi karena Shella sekarang mengenakan gaun
biasa yang dikenakannya sehari-hari ketika tengah bekerja ditoko.
“Perutku terasa lapar.
tolong sediakan minuman dan roti untukku.” Kata
pangeran Fatur.
“Baiklah, tuanku.” Sahut
Shella.
Pangeran Fatur duduk pada
meja disudut yang menghadap jendela. Shella segera menghidangkan minuman, roti dan kue dihadapan pangeran.
“Terima kasih.” Ujar
pangeran Fatur. Dia menatap Shella. “Aku baru kali ini mengunjungi desa ini. Udara
disini sungguh sejuk dan nyaman. Apakah
engkau mengenal seorang gadis yang bernama Shella?”
“Shella?” Tanya Shella
dengan perasaan terkejut. Oh, sungguhkan sang pangeran mencarinya. “Saya kurang
tahu, tuan. Kenapa tuan mencarinya?”
“Gadis itu datang ke
pestaku semalam. Dia berdansa denganku namun dia pergi dengan tergesa-gesa sebelum pesta
usai. Semalam dia mengenakan gaun berwarna ungu”
Shella tidak berani
berterus terang bahwa dirinyalah yang mengenakan gaun ungu itu. Shella hanya diam. Pada saat itu mendadak pangeran Fatur melihat tahi lalat pada dagu
Shella.
“Oh, engkau pasti Shella.”
Seru sang pangeran. “Aku masih ingat dengan tahi lalat didagumu itu. Semalam
ketika tengah berdansa denganmu, aku memperhatikan tahi lalat didagumu itu.”
Shella tidak bisa
mengelak. Dia mengambil gaun ungu yang semalam dikenakannya ketika datang ke
pesta sang pangeran. Alangkah senangnya pangeran Fatur ketika melihat gaun itu. Akhirnya dia
menemukan gadis yang dicarinya. Tidak lama kemudian pangeran Fatur meminang Shella. Pesta perkawinan mereka
berlangsung selama tujuh hari tujuh malam.
--- o ---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar