Kegembiraan Tania
menyambut hari ulang tahunnya hari ini langsung memudar ketika dia melihat
hujan sejak pagi seakan tidak berhenti turun dari langit.
“Oh hujan yang baik,
berhentilah kau mengucurkan airmu ke bumi.” Tania menatap langit yang mendung
dengan perasaan sedih. “Hari ini hari
ulang tahunku. Aku sudah mengundang teman-temanku untuk datang kerumahku.
Sekarang mereka pasti enggan datang karena hujan.”
Namun hujan seakan tidak
mendengarkan kata-kata Tania. Hujan turun semakin deras. Curah hujan yang deras
terdengar gemuruh menimpa genting. Tania berlari masuk kedalam kamarnya. Dia
melihat jalan didepan rumahnya seakan kebanjiran, tidak kelihatan lagi
permukaan aspal didepannya. Mata Tania terasa panas. Bayangan indah hari ulang
tahunnya menjadi sirna. Tak ada seorang
pun dari dua puluh lima
teman-temannya yang diundang yang datang kerumahnya.
Tania keluar dari kamarnya
menuju meja diruangan tengah dimana kue ulang tahunnya sudah diletakan ibu
disana. Dia mengambil kue ulang tahunnya dan membawanya kekamarnya.
Dipandanginya kue ulang tahunnya dengan perasaan sedih. Kue itu dipesan ibunya
dari toko kue Nyonya Wimpy, toko kue terkenal di kotanya. Kue itu berbentuk
bulat dihiasi dengan krim berwarna merah muda dan krim putih susu. Diatasnya ditaburi kacang dan
coklat tabur. Ada boneka seorang puteri sebagai hiasannya. Sebuah kue ulang tahun
yang indah sekali.
Sekali lagi Tania
memandang langit lewat kaca jendela kamarnya. Dia berharap hujan segera
berhenti agar teman-temannya bisa datang kerumahnya memenuhi undangannya. Namun
tidak kelihatan tanda-tanda bahwa hujan akan segera berhenti. Malah beberapa
kali terdengar suara halilintar memecah langit. Dalam keadaan cuaca seperti
ini, pasti tidak ada anak yang berani keluar rumah. Dan tidak ada orang tua
yang mengijinkan anaknya keluar rumah dalam keadaan cuaca seburuk ini.
“Hari ini aku akan
merayakan ulang tahunku sendirian saja.” Pikir Tania sambil memandang kue ulang
tahunnya dengan perasaan sedih. “Oh, seandainya saja aku memiliki kawan yang
bisa menemani aku menikmati kue ulang tahunku.”
“Selamat ulang tahun,
Tania!” Tania menoleh dengan terkejut ketika
tiba-tiba seekor burung dengan bulunya yang basah bertengger pada dahan
pohon bunga yang tumbuh didepan kamarnya.
“Oh, terima kasih.” Tania
bangkit berdiri. Dia gembira mendengar ucapan selamat ulang tahun dari burung
kecil itu. Dia sama sekali tidak menyangka akan mendapatkan ucapan selamat
ulang tahun dari seekor burung. Dia membuka jendela kamarnya. Angin berhembus
kencang masuk kedalam kamarnya.
“Burung yang baik,
masuklah kemari! Kaulah temanku yang pertama yang mengucapkan selamat ulang
tahun kepadaku.” Kata Tania dengan riang. Kesedihannya terasa berkurang.
Matanya berbinar bahagia menatap burung itu. Burung kecil itu terbang masuk
kekamar Tania.
“Oh, kamarmu indah sekali,
Tania. Kau menyukai warna merah, ya.” Kata burung itu. “Gorden dan karpet
dikamarmu ini semuanya berwarna merah.”
Tania tersenyum. “Ya, aku
senang dengan warna merah.”
Tania duduk didepan kue
ulang tahunnya. “Mari kita nikmati kue ulang tahunku.”
Tania akan memotong kue dan memberikannya kepada burung itu,
namun burung itu mencegahnya.
“Jangan dulu dipotong,
Tania!” seru burung itu. “Aku akan pergi dulu sebentar. Nanti aku pasti akan kembali
lagi.” Burung itu terbang keluar kamar Tania.
“Oh, kau mau pergi
kemana?” seru Tania, ingin mencegah burung itu pergi.
“Sebentar aku pasti
kembali lagi kemari.” Seru burung itu.
“Selamat ulang tahun,
Tania. Bisakah aku ikut merayakan ulang tahunmu?” sebuah sapaan diluar kamarnya
mengejutkan Tania.
Tania melihat seekor
kelinci berdiri tegak didepan kamarnya. “Oh, kelinci sahabatku yang baik.
Masuklah. Kau bisa melompat kedalam kamarku lewat jendela, bukan?” Tania
membuka jendela kamarnya lebih lebar lagi.
Huup. Kelinci itu sekali
meloncat langsung masuk kekamar Tania. Kelinci itu menyerahkan sesuatu kepada
Tania. “Inilah hadiah ulang tahunmu dariku, Tania.”
Tania menerima hadiah dari
kelinci. Oh, kalung yang indah terbuat dari biji kenari. “Hei, indah sekali
kalung ini? Darimana kau mendapatkan kalung seindah ini?”
“Aku sendiri yang
membuatnya. Aku membuatkan kalung itu untukmu karena kau selalu baik mau
bermain-main bersamaku ditepi hutan.”
Tania akan memotong kue
ulang tahunnya dan memberikannya kepada kelinci itu. “Mari kita nikmati kue
ulang tahunku.”
“Oh, jangan dulu dipotong,
Tania!” kata kelinci itu.
“Kenapa? Apakah kau tidak ingin menikmati kue ulang tahunku?”
tanya tania.
“Tunggulah sebentar. Lebih
baik kita menikmatinya bersama-sama dengan yang lain. Siapa tahu akan datang
lagi temanmu yang lain.”
Wuuus. Tania dan kelinci
terkejut bukan main ketika tiba-tiba burung itu masuk kekamar Tania. Dimulutnya
menjuntai seuntai kalung mutiara. Burung itu membuka mulutnya dan menjatuhkan
kalung mutiara itu ditelapak tangan Tania.
“Inilah hadiah ulang
tahunmu dari aku, Tania.” Kata burung itu.
“Oh, terima kasih, burung.
Kau sungguh baik sekali.” Ucap Tania
dengan gembira. Dia senang mendapat
hadiah kalung dengan bentuk yang berbeda dari dua sahabatnya ini.
“Nah, sekarang kita mulai
menikmati kue ulang tahunku, ya.” Kata Tania. “Aku akan memotongnya untuk
kalian. Kita nikmati bersama-sama.”
Mereka bertiga duduk
mengelilingi kue ulang tahun dengan
gembira. Namun mendadak tawa riang mereka berhenti ketika sayup-sayup mereka
mendengar suara meminta tolong.
“Toloooong! Oh,
toloooooong!!!”
“Oh, siapakah yang
berteriak meminta tolong?’ tanya Tania sambil berlari menuju jendela. Dia
mengedarkan pandangannya mencari-cari siapa yang berteriak meminta tolong. Kelinci
melompat keatas meja, burung bertengger pada tepi jendela. Keduanya ikut
melihat keluar, ingin mengetahui siapa yang meminta tolong. Diluar hujan masih turun dengan derasnya. Namun
tidak kelihatan ada siapapun diluar.
“Tidak ada siapa-siapa.”
Kata Tania. “Tapi siapakah tadi yang berteriak meminta tolong?”
“Hei, lihat! Apa itu yang
berayun-ayun disana?” seru burung tiba-tiba.
Sofi dan kelinci melihat
pada arah yang ditunjuk burung. Mereka melihat sesuatu berayun-ayun pada
ranting sebuah pohon tidak jauh dari
kamar Tania.
“Olala! Itu seekor peri!”
seru Tania. “Oh, kasihan sekali. Sebelah sayapnya tersangkut pada ranting pohon
itu. Oh, burung sahabatku yang baik,
bisakah engkau menolongnya dan membawanya kemari?’
“Tentu saja.” Sahut burung
itu yang langsung terbang menuju kearah peri itu. Dengan susah payah akhirnya peri itu bisa melepaskan salah satu
sayapnya yang tersangkut pada ranting pohon itu dengan dibantu oleh burung.
Peri itu lalu duduk pada punggung burung. Dengan gesit burung membawa peri itu
terbang kekamar Tania.
“Oh, kasihan! Sayapmu
terkoyak sedikit. Biarlah nanti kujahit.”
Tania mengambil jarum dan benang. Lalu dengan hati-hati Tania mulai
menjahit sayap peri itu yang terkoyak. Bukan main gembiranya peri kecil itu
ketika dia bisa mengepak-ngepakan sayapnya kembali.
“Tunggulah sebentar, aku
pergi dulu.” Kata peri kecil itu.
“Hei, kau mau pergi
kemana? Jangan pergi dulu! Mari kita nikmati kue ulang tahunku dulu.” Seru
Tania.
“Aku pergi sebentar, nanti
kembali lagi.” Kata peri itu sambil terbang keluar kamar.
Tidak lama kemudian Peri
itu telah kembali lagi. Dia membawa seuntai kalung perak yang indah sekali.
“Tania, inilah hadiah
ulang tahunmu dariku. Selamat ulang tahun, Tania.” Kata peri itu.
“Oh, terima kasih. Hari
ini aku gembira sekali. Aku mendapat hadiah ulang tahun yang tidak
kusangka-sangka. Kalian semua seperti sudah sepakat memberiku hadiah yang sama,
kalung. Namun kalung ini semuanya tidak ada yang sama, berbeda-beda. Semuanya
indah. Aku merasa senang sekali.” Ujar Tania gembira. “Nah, sekarang
marilah kita menikmati kue ulang tahunku
bersama-sama. Aku ingin kegembiraanku hari ini bisa dirasakan juga oleh kalian
semua.” Tania memotong-motong kue ulang tahunnya.
“Mengapa kau tidak
memasang lilin ulang tahunmu?” tanya peri dengan heran.
“Oh, iya. Aku lupa.
Sebentar kuambil dulu, ya.” Tania mengambil lilin ulang tahunnya yang berwarna
merah, lalu memasangnya satu-satu pada kue ulang tahunnya. Tania menyalakan
lilin-lilin ulang tahunnya. Sambil memandang api yang berkelap-kelip, mereka
mulai menyanyikan lagu ulang tahun
bersama-sama dengan gembira. Setelah itu Tania meniup lilinnnya. Semua
bertepuk tangan dengan gembira. Setelah itu Tania memotong-motong kue ulang
tahunnya dan menikmatinya bersama-sama dengan teman-temannya.
--- 0 ---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar