Rima, anak perempuan
berusia sepuluh tahun, seorang anak yang
baik dan ramah. Dia tinggal bersama dengan kedua orangtuanya. Orangtua Rima
membuka sebuah warung nasi. Warung nasi itu terletak dipinggir jalan. Namun
meskipun berada dipinggir jalan, hanya sedikit orang yang makan diwarung nasi milik orangtua Rima
karena warung itu hanyalah sebuah warung kecil saja. Sementara diseberang jalan
yang berhadapan dengan warung nasi orang tua Rima, ada warung nasi lain yang
lebih besar dan lebih bagus milik Ibu Sarjo. Meskipun demikian, namun Rima
tetap rajin bekerja membantu kedua orangtuanya bekerja diwarung nasi itu. Setiap pulang sekolah Rima membantu orangtuanya
bekerja menjaga warung nasi.
Suatu hari Rima sedang
menjaga warung nasi seperti biasa, sementara kedua orangtuanya sedang
beristirahat setelah bekerja seharian. Saat itulah Rima melihat seorang
pengemis yang kakinya penuh dengan borok
dan kudis lewat didepan warung nasi
milik ibu Sarjo. Pengemis itu berhenti
didepan warung nasi Ibu Sarjo dan meminta makan kepada Ibu Sarjo yang kebetulan
sedang berada didalam warungnya. Namun bukan main kagetnya perasaan Rima ketika
melihat Ibu Sarjo mengusir dan memaki-maki pengemis itu.
“Enak saja minta-minta!”
teriak ibu Sarjo dengan marah. “Kamu pikir warung ini disediakan untuk
memberikan makan pengemis sepertimu?!”
Pengemis itu tidak menjauh dari warung Ibu Sarjo lalu menoleh
pada warung nasi orangtua Rima. Beberapa saat lamanya pengemis itu menatap
kedalam warung nasi milik orangtua Rima. Rima merasa kasihan melihat keadaan
pengemis itu. Dia bergegas keluar.
“Kakek, tunggu. Jangan
pergi dulu. Saya akan membungkuskan nasi untuk kakek.” Kata Rima ketika melihat
pengemis itu beranjak akan pergi.
Bergegas Rima membungkus nasi dengan lauk pakunya lalu segera diberikannya pada pengekis itu.
“Oh, terima kasih, nak.
Kau sungguh baik sekali.” Kata pengemis itu sambil menerima bungkusan nasi dari
tangan Rima. Pengemis itu duduk dibawah sebatang pohon asam yang tumbuh didepan
warung nasi milik orang tua Rima. Namun pada saat itu Ibu Sarjo keluar dalam warungnya dan berteriak
pada pengemis tua itu.
“Hei, pengemis! Pergilah
menjauh! Jangan kau duduk disana! Nanti pengunjung warungku merasa mual melihat
kakimu yang borok dan penuh dengan kudis!” teriak ibu Sarjo.
Pengemis itu bergegas
pergi menjauh. Sementara Rima menatap pengemis itu dengan perasaan kasihan
namun dia tidak bicara apa-apa melihat kelakuan ibu Sarjo.
Esok harinya Rima melihat pengemis itu datang lagi. Namun kali ini
pengemis itu langsung berdiri didepan
warung nasi orang tua Rima. Kembali Rima merasa iba melihat pengemis itu.
Seperti kemarin Rima kembali
membungkuskan nasi dengan lauk pauknya dan diberikannya pada pengemis itu.
Demikianlah hari hari
berikutnya hampir setiap hari pengemis itu selalu datang pada saat Rima yang sedang
menjaga warung nasi. Dan Rima selalu saja
merasa iba melihat keadaan pengemis itu. Setiap kali pengemis itu datang, Rima segera membungkuskan
nasi dan lauk pauknya. Hal itu berlangsung lebih dari sebulan dan kedua
orangtuanya tidak mengetahui apa yang telah dilakukan Rima.
Suatu hari Rima menjaga
warung nasi seperti biasanya. Namun
hingga saatnya warung mau tutup, Rima
tidak melihat kedatangan pengemis itu. Demikian
pula keesokan harinya dan hari-hari
berikutnya. Pengemis itu tidak pernah kelihatan lagi.
Dua minggu kemudian,
tiba-tiba saja pengemis itu muncul didepan warung nasi orang tua Rima.
Nampaknya luka-kuka dikakinya telah sembuh. Rima kaget dan senang melihat
pengemis it. Dia segera membungkuskan nasi dan lauk pauknya seperti biasanya.
Namun berbeda dengan hari-hari yang lalu, kali ini pengemis itu menolak
pemberian Rima.
“Kau memang seorang anak perempuan yang baik dan welas asih
kepada sesamu.” Kata pengemis itu. “Siapakah namamu, nak?”
“Rima, kek.” Sahut Rima.
Pengemis itu mengeluarkan sehelai kain berwarna abu-abu dari dalam tas
kainnya yang tergantung dibahunya.
“Nak, kakek tidak punya
apaun untuk membalas kebaikanmu selama ini, namun kakek punya sehelai kain ini yang akan kakek
berikan kepadamu sebagai balasan atas kebaikanmu selama ini kepada kakek. Bila engkau menginginkan sesuatu, kibaskanlah kain ini tiga kali. Apa yang kau minta akan terkabul. Namun kau
hanya bisa mengajukan satu permintaan saja. Ingat nak, hanya satu permintaan saja, sehingga kau harus memikirkan baik-baik apa yang kau inginkan.”
Rima termangu-mangu menerima kain itu. Pada
saat itulah mendadak kakek pengemis itu menghilang
dari pandangan. Rima mengedarkan tatapannya kesekelilingnya. Namun dia tidak
melihat kakek pengemis itu.
Malam harinya menjelang
tidur Rima termenung menatap kain abu-abu pemberian
kakek pengemis itu. Rima menyimpan kain itu didalam
lemari pakaiannya, namun dia selalu teringat
pada ucapan kakek itu bahwa dia bisa mengajukan satu permintaan dan permintaan
itu akan terkabu. Berkali-kali Rima memikirkan apakah yang diinginkannya. Dia
menginginkan perhiasan emas, berlian, baju bagus, sepatu bagus, dan aneka macam
barang-barang yang selama ini tak pernah dimilikinya. Namun Rima menahan
keinginannya itu. Dia harus memikirkan
permintaan yang benar-benar bermanfaat. Akhirnya Rima tahu apa yang akan dimintanya.
“Jadikan warung nasi orangtuaku menjadi sebuah rumah makan yang
besar dan bagus sehingga akan lebih
banyak orang yang datang berkunjung kerumah makan itu.” kata Rima sambil mengibaskan kain itu sebanyak
tiga kali. Setelah itu Rima tidur dan tidak ingat lagi pada apa yang sudah
dilakukannya. Dia tertidur lelap.
Esiook harinya ketika
bangun tidur, Rima kaget ketika melihat
warung nasi orantuanya telah
berubah menjadi sebuah rumah makan yang
besar. Bangunan rumah makan itu besar dan kokor. Terdiri dari dua lantai. Rima
melihat kedua orangtuanya sedang sibuk
melayani pengujung yang memesan makanan.
“Rima, cepat bantu ayah
dan ibu. Sepagi ini sudah banyak sekali pembeli ke warung kita.” Teriak ibunya ketika melihat Rima yang
berdiri termangu melihat kesibukan kedua orangtuanya.
“Bukan warung.” Kata
ayahnya, “Warung kita sudah berubah
menjadi rumah makan. Ayo Rima, cepat bantu ayah dan ibu. Kamu yang mengantarkan
pesanan ke meja-meja pengunjung.”
Rima tersadar. Bergegas
dia membantu kedua orangtuanya. Sehari itu Rima bekerja keras membantu kedua orangtuanya
melayani pembeli yang terus berdatangan.
Malam harinya barulah rumah makan itu tutup.
“Kita harus mencari beberapa orang pelayan untuk
membantu mengurus rumah makan ini.” Kata ibunya.
“Ya, benar.” Sahut ayah.
“Tapi tunggu dulu, ada yang ingin ayah tanyakan kepadamu, Rima. Kenapa warung
kita bisa berubah menjadi sebuah rumah makan yang besar?”
Rima menceritakan
pengalamannya bertemu dengan pengemis
tua itu. Lalu dia menceritakan tentang sehelai kain abu-abu pemberian pengemis
tua itu.
“Kakek itu pastilah bukan
seorang pengemis.” Kata ayah setelah Rima selesai bercerita. “Pastilah dia
seorang yang sakti. Sekarang mana kain itu, ayah ingin melihatnya.”
Rima mencari kain itu
didalam lemari pakaiannya, namun kain itu tidak berhasil ditemukannya. Kain itu
telah menghilang. Rima menceritakan hal itu kepada ayahnya.
“Tidak apa-apa, mungkin
kain itu sudah kembali kepada pemiliknya semula, kakek pengemis itu. Namun apa yang diucapkan oleh kakek itu sudah
menjadi kenyataan. Permintaanmu agar
warung nasi kita berubah menjadi sebuah rumah makan yang besar dan bagus telah
dikabulkan. Kau memang seorang anak yang baik, Rima. Ayah dan ibu bangga memiliki anak sepertimu.“
kata ayahnya.
Esok harinya orangtuanya mencari beberapa orang pelayan untuk
membantu pekerjaan dirumah makan itu. Dua hari kemudian dirumah makan itu sudah
ada lima orang
pelayan yang membantu bekerja. Sepulang sekolah Rima tetap ikut bekerja membantu orangtuanya. Dia
bertugas sebagai kasir.
Keberadaan rumah makan
milik orangtua Rima yang laris itu telah membuat warung nasi ibu Sarjo tidak
laku. Warung nasi milik ibu Sarjo selalu
sepi karena pengunjung lebih senang makan dirumah makan milik orangtua Rima,
karena masakannya yang enak dan harganya yang murah. Rumah makan itu tidak
pernah sepi dari pengunjung. Tidak lama kemudian Rima melihat warung nasi ibu Sarjo
ditutup. Pada pintu warung nasi milik ibu Sarjo dipasang tulisan ‘TUTUP”.
--- 0 ---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar