Jumat, 10 Mei 2013

Delima dan Cendrawasih



Delima gadis yang cantik dan anggun. Dia hidup seorang diri dirumah peninggalan orangtuanya. Setiap hari Delima membantu menjahit pada salah seorang tetangganya, ibu Marina, sehingga dia mendapat upah untuk hidupnya sehari-hari.
Setiap sore, ketika akan pulang kerumahnya, Delima  selalu bermain-main dulu ditepi danau didekat rumahnya. Dia memiliki seorang teman, seekor burung cendrawasih yang memiliki bulu sangat indah sekali. Delima sangat sayang kepada burung cendrawasih itu karena cendrawasih itu yang selalu menghiburnya dikala dia tengah bersedih teringat pada ayah dan ibunya yang sudah lama meninggal dunia.
Suatu hari ibu Marina memberitahunya bahwa pangeran mengeluarkan pengumuman akan menyelenggarakan pesta di istananya.
“Pergilah ke istana, Delima. Siapa tahu kau akan bertemu pangeran dan berkenalan dengannya.” Kata ibu Marina.
Delima sangat ingin pergi ke pesta istana namun dia tidak memiliki sehelaipun gaun yang cukup pantas untuk dikenakannya.
“Saya…saya sangat ingin sekali pergi ke pesta itu, namun saya tidak memiliki gaun yang pantas untuk dikenakan ke istana.” Kata Delima berterus terang.
Ibu Marina pergi kekamarnya dan kembali dengan sebuah gaun tua miliknya. “Delima, ibu tidak memiliki gaun yang bagus untukmu, namun ibu punya gaun tua ini yang bisa engkau pakai ke istana.”
“Oh, terima kasih, ibu Marina.” Kata Delima gembira sambil menerima gaun itu.
Pulang kerumahnya Delima mencuci gaun itu dan menyetrikanya. Namun gaun itu tetap saja kelihatan seperti sebuah gaun tua. namun gaun ini masih cukup bagus untuk kukenakan ke pesta istana, hibur Delima. Dia segera mencuci rambutnya dan menatanya dengan rapih. Delima sudah siap akan berangkat ke istana. Namun mendadak dia mendengar tangisan burung cendrawasih, sahabatnya.
Bergegas Delima pergi ke tepi danau. Dia melihat burung cendrawasih tengah menangis.
“Kenapa engkau menangis, cendrawasih?” tanya Delima.
“Kakiku patah. Oh, sakit sekali.” Kata cendrawasih.
Bergegas Delima memeriksa kaki cendrawasih. “Astaga. Kakimu harus segera dibalut sebelum kakimu semakin parah.” Kata Delima. Tanpa berpikir panjang dia merobek ujung gaunnya dan membalut kaki cendrawasih itu.
“Oh, aku sekarang merasa lebih baik setelah kakiku ini dibalut.” Kata cendrawasih. Dia memperhatikan Delima yang sudah rapih. “Engkau hendak pergi kemana, Delima? Kau sudah cantik sekali.”
“Aku ingin pergi ke pesta istana namun mungkin aku tidak jadi berangkat kesana.” Sahut Delima dengan sedih. Dia menatap gaunnya yang ujungnya telak sobek dipakai membalut kaki cendrawasih.
“Oh, kau tidak usah bersedih, Delima. Untuk menutupi gaunmu yang telah sobek itu, pakailah buluku agar gaunmu kembali menjadi indah.” Cendrawasih menyerahkan bulunya yang indah kepada Delima.
Bukan main gembiranya perasaan Delima. Dia segera mengambil bulu cendrawasih itu dan berlari kerumah ibu Marina. Dia meminjam mesin jahit dan mulai menjahit bulu cendrawasih itu pada gaunnya. Ibu Marina membantu Delima memasangkan bulu-bulu itu pada gaun tua itu. Dalam sekejap gaun itu sudah berubah menjadi gaun yang sangat indah sekali.
“Alangkah indahnya gaun ini sekarang, Delima. Kau kelihatan makin cantik dengan gaun berhiaskan bulu burung cendrawasih.” Kata ibu Marina. “Segeralah pergi ke istana. Kau mungkin sekarang sudah terlambat.”
Delima bersiap akan pergi. Namun dia kecewa, gadis-gadis lain didesanya sudah lama berangkat ke istana. Kini tinggal dia sendiran yang tertinggal.  Teman-temannya tidak tahu kalau Delima  akan ikut pergi ke pesta istana sehingga mereka meninggalkannya. Delima merasa  kecewa sekali. Harapannya untuk bisa ikut pesta di istana kandas sudah. Dia tidak mungkin menyusul teman-temannya ke istana karena jaraknya sangat jauh dari desa tempat tinggalnya. Dia pergi ke danau di tepi hutan dan menangis dengan sedih disana.
“Ada apa lagi, Marina? Bukankah kau sudah memiliki sehelai gaun yang indah?” sapa cendrawasih.
“Aku tidak bisa pergi ke istana. Semua teman-temanku sudah berangkat. Aku tidak mungkin menyusul karena istana letaknya jauh sekali dari sini.”
Oh, cendrawasih itu memperhatikan Delima  dengan bingung dan sedih. Mereka semua dapat merasakan kekecewaan yang dirasakan Marina.
“Jangan bersedih, Marina. Aku bisa membantumu pergi kesana.” Kata cendrawasih itu. salah seekor burung besar yang biasa bertengger diatas dahan pohon ditepi danau. Burung itu suka memperhatikan Marina dan melihat persahabatan Marina dengan angsa-angsa penghuni danau. “Naiklah kepunggungku. Aku akan membawamu terbang ke istana.”
“Oh, benarkah engkau mau menolongku, burung yang baik?” Marina menghentikan tangisannya dan menatap burung itu dengan penuh harapan.
Burung itu mengangguk. “Cepatlah naik kepunggungku. Kita berangkat sekarang.”
Bergegas Marina naik keatas punggung burung itu. Siiuutt! Mendadak Marina merasakan tubuhnya terangkat. Sekejap saja dia sudah berada diudara. Marina memandang kebawahnya. Oh, pemandangan dibawah sana indah sekali. Marina sampai terpekik kegirangan melihat keindahan pemandangan yang dilihatnya.
Burung itu terbang dengan kecepatan yang sangat tinggi. Marina memeluk leher burung itu erat-erat. Sekejap saja menara istana sudah kelihatan. Burung itu langsung menukik dan masuk kedalam istana. Pesta yang tengah berlangsung dengan meriah mendadak berhenti ketika tiba-tiba seekor burung masuk keruangan. Semua mata menatap pada Marina yang masih duduk diatas punggung burung itu.
Olala, bukan main malunya perasaan Marina ketika semua mata memandangnya. Mendadak Marina sadar, burung itu berhenti didekat seorang pangeran yang tengah menatap Marina.
“Maafkan, saya.” Kata Marina dengan gugup.
“Kau dan burungmu datang dengan tidak sopan. Tapi aku memaklumi karena burung tidak punya rem untuk menghentikan kecepatan terbangnya yang tinggi.” Kata pangeran itu. Lalu dia tersenyum menatap gaun yang dikenakan Marina. “Gaunmu indah sekali. Bulu apa yang menempel digaunmu itu? Indah sekali, putih berkilauan.”
Marina tersenyum malu. “Bulu yang menempel digaun hamba ini adalah bulu-bulu angsa, tuanku.”
“Kau cantik sekali mengenakan gaun dengan bulu angsa itu. Siapa namamu?” ujar sang pangeran lagi.
“Marina, tuanku.”
“Marina, maukah kau berdansa denganku?’
“Oh, tentu saja, tuanku. Dengan senang hati.” Sahut Marina gembira.
Musik segera mengalun merdu. Marina dan pangeran berdansa dengan indah. Semua yang hadir melihat gaun Marina kelihatan menawan sekali, berbeda dengan gaun-gaun yang dikenakan gadis-gadis lain.
Pesta itu benar-benar merupakan pesta yang istimewa bagi Marina. Tidak lama setelah pertemuan mereka di pesta itu, sang pangeran datang menjemput Marina dan ibunya. Sang pangeran rupanya telah jatuh cinta pada Marina dan ingin mempersuntingnya. Tidak lama kemudian pesta perkawinan Marina dan sang pangeran diselenggarakan dengan meriah. Marina tidak melupakan sahabat-sahabatnya, angsa-angsa di hutan dan burung yang telah membawanya ke istana. Marina selalu mengundang mereka datang ke istana dan bergembira ria bersamanya di taman istana yang indah dan luas.

--- 0 ---

Tidak ada komentar:

Posting Komentar