Raja dinegeri timur memiliki
lima orang puteri yang sama cantiknya dan sama baik budinya. Raja sangat
mencintai kelima puterinya dan berharap suatu saat kelak bila dia telah mangkat
ada salah salah seorang dari puterinya yang menjadi pengganti dirinya,
meneruskan memimpin negerinya dan menjadi seorang ratu yang adil bijaksana dan
dicintai oleh seluruh rakyatnya. Kelima puteri itu mendapat panggilan sesuai
dengan urutannya. Puteri Sulung, Puteri Kedua, Puteri Ketiga, Puteri Keempat dan
Puteri Bungsu.
Suatu hari negeri dilanda
musibah yang berkepanjangan. Bila musim kemarau tiba, rakyat dilanda kelaparan
karena tanah kering kerontang sehingga tidak ada tanaman apapun yang bisa
tumbuh. Sawah-sawah kekurangan air
sehingga padi tidak bisa tumbuh. Pohon-pohon mati karena akarnya mengering.
Bila musim hujan tiba, bencana lainnya datang silih berganti. Banjir dan
longsor hampir terjadi diseluruh kampung. Selama bertahun-tahun rakyat hidup
menderita. Bukan main sedihnya perasaan raja melihat kesengsaraan rakyatnya.
Suatu hari dimusim hujan,
angin bertiup dengan kencangnya. Pohon-pohon seakan hendak rubuh diterpa angin
kencang. Puteri Bungsu tengah berdiri didepan jendela kamarnya. Dia tengah
memikirkan beragam musibah yang tengah menimpa negerinya. Dia merasa kasihan
kepada ayahnya yang hampir tidak pernah beristirahat bekerja siang malam
memikirkan beragam bencana yang terjadi dinegerinya yang dahulu terkenal
sebagai negeri yang makmur dan rakyat hidup tenang dan sejahtera.
Tiba-tiba Puteri Bungsu
melihat seorang nenek tengah berjalan ditaman istana dengan langkah sempoyongan
menahan serbuan angin.
“Oh, siapakah nenek itu?
Kenapa dicuaca seburuk ini nenek itu berjalan diluar?” pikir Puteri Bungsu.
Tiba-tiba dia melihat nenek itu terjatuh. Bergegas Puteri Bungsu keluar dari
kamarnya dan berlari memburu nenek itu.
“Ayo nek, masuk ke istana.
Diluar cuaca buruk sekali.” Teriak Puteri Bungsu mengalahkan suara angin yang
keras menderu.
“Oh, terima kasih, tuan
puteri.” Ucap nenek itu.
Puteri Bungsu membawa nenek
itu ke istana dan memberinya makan minum. Pada saat itu raja melihat Puteri
bungsu tengah bersama dengan nenek itu.
“Siapakah dia, Puteri
Bungsu?” Tanya raja.
“Maafkan hamba, yang mulia.
Hamba datang ke istana ini dengan maksud ingin bertemu dengan tuanku.” Nenek
itu menyahut sebelum Puteri Bungsu menjawab pertanyaan ayahnya.
“Ada apa engkau hendak
menemuiku, nek?” Tanya raja.
“Yang Mulia, hamba
mendapatkan sebuah wangsit, bila tuanku ingin negeri ini pulih kembali, harus
ada orang yang tulus hatinya yang bersedia mengorbankan diri.” Kata nenek itu.
“Mengorbankan diri?” Tanya
raja.
“Ya, tuanku. Orang itu harus
bersedia menceburkan diri kedalam lautan. Setelah itu maka negeri ini akan
pulih seperti dulu lagi.”
“Benarkah ucapanmu itu,
nek?” Tanya raja.
“Ya, tuanku.” Sahut nenek
itu. “Bila ada orang yang bersedia mengorbankan dirinya, hamba yang akan
menemaninya terjun kedalam lautan.”
Raja akhirnya mengumpulkan
semua orang yang berada di istana dan bertanya siapakah diantara mereka yang
bersedia mengorbankan diri. Namun tidak ada seorang pun yang bersedia
mengorbankan diri terjun kedalam lautan yang terkenal dengan ombaknya yang
ganas dan ikan-ikan hiu yang sama ganasnya yang berkeliaran disana.
“Hamba bersedia, ayah.”
Tiba-tiba Puteri Bungsu berbicara.
Semua mata menoleh pada
Puteri Bungsu. Raja menatap puterinya dengan terkejut. Tidak mungkin raja
mengijinkan Puteri Bungsu mengorbankan dirinya. Raja sangat mencintai Puteri
Bungsu.
“Ayah tidak usah khawatir.”
Ucap Puteri Bungsu tenang. “Bila saya tewas, ayah masih memiliki empat orang
puteri lain, keempat kakak saya.”
Melihat kesungguhan
puterinya, akhirnya dengan berat hati raja mengangguk.
Hari itu juga semuanya
mengantarkan Puteri Bungsu dan nenek itu ke tepi jurang dimana dibawahnya laut
dengan ombaknya yang ganas berdebur keras memecah karang. Suaranya sungguh
mencekam. Puteri Bungsu berjalan perlahan bersama nenek itu menuju tepi jurang.
“Mari, anakku.” Ucap nenek
itu sambil memegang tangan Puteri Bungsu erat-erat.
Puteri Bungsu mengangguk.
Dengan tatapan tenang dia terus melangkah bersama nenek itu hingga keduanya berada
dibibir jurang. Dalam sekejap Puteri Bungsu dan nenek itu melompat menyerahkan
tubuh mereka ditelan lautan yang ganas.
Seketika itu juga langit
mendadak cerah. Angin yang tengah bertiup kencang mendadak reda. Raja dan semua
yang hadir takjub. Tiba-tiba dari langit turun seorang wanita yang cantik
jelita dengan pakaian yang indah berkilauan tengah berpegangan tangan dengan Puteri
Bungsu.
“Yang Mulia, aku kembalikan
puterimu yang baik budi dan tulus hatinya ini kepadamu.” Kata wanita cantik
itu. “Aku adalah seorang bidadari yang sudah lama ikut merasakan bencana yang
tengah menimpa negerimu. Aku ingin mengujimu. Aku bangga kepada engkau yang
bersedia mengorbankan puteri yang engkau cintai demi negerimu dan rakyatmu. Dan
aku juga bangga kepada Puteri Bungsu yang bersedia mengorbankan dirinya demi
kesejahteraan negeri dan rakyatnya.” Setelah berkata begitu, bidadari itu
menghilang dari pandangan.
Sejak saat itu negeri pulih
kembali. Tumbuhan tumbuh dengan subur. Air mengalir dimana-mana. Hasil panen
padi dan buah-buahan melimpah ruah. Negeri telah pulih kembali menjadi sebuah
negeri yang makmur dan rakyatnya hidup dengan sejahtera. Raja sangat bangga
kepada Puteri Bungsu. Raja kini sudah tahu siapa kelak yang pantas untuk
menggantikan dirinya menjadi seorang raja. Puteri Bungsu kelak bila mengantikan
dirinya akan menjadi seorang ratu yang adil
bijaksana dan dicintai oleh seluruh rakyatnya.
--- 0 ---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar