Minggu, 12 Mei 2013

PUTERI BUNGSU





Raja dinegeri timur memiliki lima orang puteri yang sama cantiknya dan sama baik budinya. Raja sangat mencintai kelima puterinya dan berharap suatu saat kelak bila dia telah mangkat ada salah salah seorang dari puterinya yang menjadi pengganti dirinya, meneruskan memimpin negerinya dan menjadi seorang ratu yang adil bijaksana dan dicintai oleh seluruh rakyatnya. Kelima puteri itu mendapat panggilan sesuai dengan urutannya. Puteri Sulung, Puteri Kedua, Puteri Ketiga, Puteri Keempat dan Puteri Bungsu.
Suatu hari negeri dilanda musibah yang berkepanjangan. Bila musim kemarau tiba, rakyat dilanda kelaparan karena tanah kering kerontang sehingga tidak ada tanaman apapun yang bisa tumbuh.  Sawah-sawah kekurangan air sehingga padi tidak bisa tumbuh. Pohon-pohon mati karena akarnya mengering. Bila musim hujan tiba, bencana lainnya datang silih berganti. Banjir dan longsor hampir terjadi diseluruh kampung. Selama bertahun-tahun rakyat hidup menderita. Bukan main sedihnya perasaan raja melihat kesengsaraan rakyatnya.
Suatu hari dimusim hujan, angin bertiup dengan kencangnya. Pohon-pohon seakan hendak rubuh diterpa angin kencang. Puteri Bungsu tengah berdiri didepan jendela kamarnya. Dia tengah memikirkan beragam musibah yang tengah menimpa negerinya. Dia merasa kasihan kepada ayahnya yang hampir tidak pernah beristirahat bekerja siang malam memikirkan beragam bencana yang terjadi dinegerinya yang dahulu terkenal sebagai negeri yang makmur dan rakyat hidup tenang dan sejahtera.
Tiba-tiba Puteri Bungsu melihat seorang nenek tengah berjalan ditaman istana dengan langkah sempoyongan menahan serbuan angin.
“Oh, siapakah nenek itu? Kenapa dicuaca seburuk ini nenek itu berjalan diluar?” pikir Puteri Bungsu. Tiba-tiba dia melihat nenek itu terjatuh. Bergegas Puteri Bungsu keluar dari kamarnya dan berlari memburu nenek itu.
“Ayo nek, masuk ke istana. Diluar cuaca buruk sekali.” Teriak Puteri Bungsu mengalahkan suara angin yang keras menderu.
“Oh, terima kasih, tuan puteri.” Ucap nenek itu.
Puteri Bungsu membawa nenek itu ke istana dan memberinya makan minum. Pada saat itu raja melihat Puteri bungsu tengah bersama dengan nenek itu.
“Siapakah dia, Puteri Bungsu?” Tanya raja.
“Maafkan hamba, yang mulia. Hamba datang ke istana ini dengan maksud ingin bertemu dengan tuanku.” Nenek itu menyahut sebelum Puteri Bungsu menjawab pertanyaan ayahnya.
“Ada apa engkau hendak menemuiku, nek?” Tanya raja.
“Yang Mulia, hamba mendapatkan sebuah wangsit, bila tuanku ingin negeri ini pulih kembali, harus ada orang yang tulus hatinya yang bersedia mengorbankan diri.” Kata nenek itu.
“Mengorbankan diri?” Tanya raja.
“Ya, tuanku. Orang itu harus bersedia menceburkan diri kedalam lautan. Setelah itu maka negeri ini akan pulih seperti dulu lagi.”
“Benarkah ucapanmu itu, nek?” Tanya raja.
“Ya, tuanku.” Sahut nenek itu. “Bila ada orang yang bersedia mengorbankan dirinya, hamba yang akan menemaninya terjun kedalam lautan.”
Raja akhirnya mengumpulkan semua orang yang berada di istana dan bertanya siapakah diantara mereka yang bersedia mengorbankan diri. Namun tidak ada seorang pun yang bersedia mengorbankan diri terjun kedalam lautan yang terkenal dengan ombaknya yang ganas dan ikan-ikan hiu yang sama ganasnya yang berkeliaran disana.  
“Hamba bersedia, ayah.” Tiba-tiba Puteri Bungsu berbicara.
Semua mata menoleh pada Puteri Bungsu. Raja menatap puterinya dengan terkejut. Tidak mungkin raja mengijinkan Puteri Bungsu mengorbankan dirinya. Raja sangat mencintai Puteri Bungsu.
“Ayah tidak usah khawatir.” Ucap Puteri Bungsu tenang. “Bila saya tewas, ayah masih memiliki empat orang puteri lain, keempat kakak saya.”
Melihat kesungguhan puterinya, akhirnya dengan berat hati raja mengangguk.
Hari itu juga semuanya mengantarkan Puteri Bungsu dan nenek itu ke tepi jurang dimana dibawahnya laut dengan ombaknya yang ganas berdebur keras memecah karang. Suaranya sungguh mencekam. Puteri Bungsu berjalan perlahan bersama nenek itu menuju tepi jurang.
“Mari, anakku.” Ucap nenek itu sambil memegang tangan Puteri Bungsu erat-erat.
Puteri Bungsu mengangguk. Dengan tatapan tenang dia terus melangkah bersama nenek itu hingga keduanya berada dibibir jurang. Dalam sekejap Puteri Bungsu dan nenek itu melompat menyerahkan tubuh mereka ditelan lautan yang ganas.
Seketika itu juga langit mendadak cerah. Angin yang tengah bertiup kencang mendadak reda. Raja dan semua yang hadir takjub. Tiba-tiba dari langit turun seorang wanita yang cantik jelita dengan pakaian yang indah berkilauan tengah berpegangan tangan dengan Puteri Bungsu.
“Yang Mulia, aku kembalikan puterimu yang baik budi dan tulus hatinya ini kepadamu.” Kata wanita cantik itu. “Aku adalah seorang bidadari yang sudah lama ikut merasakan bencana yang tengah menimpa negerimu. Aku ingin mengujimu. Aku bangga kepada engkau yang bersedia mengorbankan puteri yang engkau cintai demi negerimu dan rakyatmu. Dan aku juga bangga kepada Puteri Bungsu yang bersedia mengorbankan dirinya demi kesejahteraan negeri dan rakyatnya.” Setelah berkata begitu, bidadari itu menghilang dari pandangan.
Sejak saat itu negeri pulih kembali. Tumbuhan tumbuh dengan subur. Air mengalir dimana-mana. Hasil panen padi dan buah-buahan melimpah ruah. Negeri telah pulih kembali menjadi sebuah negeri yang makmur dan rakyatnya hidup dengan sejahtera. Raja sangat bangga kepada Puteri Bungsu. Raja kini sudah tahu siapa kelak yang pantas untuk menggantikan dirinya menjadi seorang raja. Puteri Bungsu kelak bila mengantikan dirinya  akan menjadi seorang ratu yang adil bijaksana dan dicintai oleh seluruh rakyatnya.
--- 0 ---

Tidak ada komentar:

Posting Komentar