Ayah
Mala dahulunya adalah seorang pegawai di istana. Tugasnya adalah membersihkan
kandang kuda. Ketika ayahnya meninggal, Mala hidup berdua bersama dengan ibunya
di pondok kecil peninggalan ayahnya. Ayahnya meninggalkan sepetak kebun yang
ditanami dengan sayur-sayuran dan buah-buahan. Sehingga untuk kebutuhan
sehari-hari Mala menjual beragam macam sayuran dan buah-buahan yang dihasilkan
dari kebun itu.
Suatu
hari Mala memberanikan diri pergi ke istana. Dia ingin mengadu nasib, bekerja
di istana. Sayang sekali, tidak ada pekerjaan yang tersedia untuk Malan. Yang
ada hanya sebagai tukang membersihkan kandang kuda.
“Kau
perempuan, tugas membersihkan kandang kuda terlampau berat bagimu. Carilah
pekerjaan lain diluar istana.” Kata pegawai disana.
“Ayah
saya dulu adalah tukang membersihkan kandang kuda istana.” Kata Mala
ngotot tidak mau pergi.
“Oh,
siapakah ayahmu?” Tanya pegawai itu.
“Burdin.
Ayahku puluhan tahun bekerja sebagai tukang membersihkan kandang kuda
istana.”
“Oh,
tentu saja aku kenal dengan ayahmu. Baiklah, kau diterima. Mulai hari ini kau
bekerja sebagai tukang membersihkan kandang kuda. Kau mendapatkan kamar kecil
tidak jauh dari istal kuda. Disana kau bisa tidur dan beristirahat. Dua minggu
sekali kau bisa pulang kerumahmu dan hanya diberi waktu sehari. Setelah itu kau
harus tetap berada dilingkungan istana dan membersihkan kandang kuda tiga kali
sehari.” Kata pegawai istana itu.
“Baiklah.”
Sahut Mala gembira. Lalu dia pulang dan memberitahu ibunya bahwa dia diterima
bekerja di istana meneruskan pekerjaan ayahnya dahulu sebagai tukang
membersihkan kandang kuda.
“Bekerjalah
dengan baik, anakku. Ibu senang mendengarnya. Dua minggu sekali kau bisa pulang
dan bertemu dengan ibu.” Kata ibunya.
Mala
sangat rajin bekerja. Pagi-pagi sekali dia sudah bangun dan mulai bekerja.
Semua sudut kandang kuda tidak pernah luput dari perhatiannya. Siang hari Mala
kembali bekerja membersihkan kandang kuda. Dan sore hari adalah tugasnya yang
terakhir membersihkan kandang kuda. Malam harinya Mala tidur dengan nyenyak
karena pekerjaan telah selesai dan dia bisa beristirahat dengan tenang.
Tidak
terasa sebulan sudah Mala bekerja di istana. Suatu hari ketika Mala tengah
bekerja membersihkan kandang kuda, dia mendengar suara seseorang tengah
berkata.
“Siapakah
yang membersihkan kandang kuda istana ini? Aku perhatikan sekarang kandang kuda
selalu bersih dan tidak lagi bau karena rajin dibersihkan.” Kata suara itu.
Suara seorang laki-laki.
“Ada
pegawai baru, namanya Mala, ayahnya dulu bekerja sebagai tukang membersihkan
kandang kuda. Ketika ayahnya meninggal, Mala, anaknya menggantikan tugas
ayahnya.” Kata suara satu lagi yang Mala kenal sebagai suara pegawai istana.
“Oh,
bagus. Aku suka sekali dengan kerjanya.” Kata suara yang pertama.
Mala
mengintip dari balik kandang kuda. Dia melihat seorang pemuda yang berpakaian
pemburu memasuki kandang kuda. Perasaan Mala berdebar. Dia baru kali ini
melihat pemuda itu. Ah, siapakah dia? Pikir Mala.
“Tuanku
Pangeran, kuda yang mana yang akan tuan tunggangi kali ini?” Tanya pegawai
istana.
“Aku
ingin berburu dengan si Jentik.” Sahut pemuda itu.
Oh,
rupanya dia adalah pangeran, pikir Mala. Pegawai istana memasuki salah satu
kandang kuda dan mengeluarkan seekor kuda berbulu hitam mulus yang mengkilat.
Seekor kuda yang sangat gagah. Mala memperhatikan terus dari balik kandang kuda
lainnya. Oh, rupanya kuda hitam itu namanya Jentik, pikir Mala.
“Ah,
Jentik. Kau makin cantik saja.” Sapa sang pangeran sambil tertawa gembira
ketika melihat kuda hitam itu menghampirinya. “Dan bulumu sangat cantik sekali.
Bersih dan mengkilat.”
“Tuanku,
Mala, gadis tukang membersihkan kandang kuda itu selain membersihkan kandang
kuda dia juga sesekali membantu merawat kuda-kuda istana dan membersihkan
bulu-bulunya hingga terlihat bersih dan mengkilap seperti ini. Silahkan tuanku
perhatikan, hampir semua kuda-kuda istana sekarang bulu-bulunya bersih dan
mengkilap.” Kata pegawai istana dengan
gembira.
“Ah,
kau benar. Aku lihat kuda-kuda istana sekarang terlihat semakin terawat dan
cantik. Coba kau bawa Mala kemari, aku ingin bertemu dengannya.” Kata sang
pangeran.
Bergegas
pegawai istana mencari Mala. Mala berdebar mendengar ucapan sang pangeran. Dia
bergegas melanjutkan kembali pekerjaannya membersihkan kandang kuda. Tidak lama
pegawai berhasil menemukan Mala.
“Ah,
Mala. Rupanya kau disini. Pangeran Imam ingin bertemu denganmu.” Kata pegawai
itu ketika melihat Mala yang tengah sibuk bekerja.
Mala
mengikuti pegawai itu menemui sang pangeran.
“Inilah
Mala, tukang membersihkan kuda yang baru, tuanku.” Kata pegawai itu.
Mala
dengan celana panjang dan bajunya yang kotor terlihat sangat lusuh. Namun
sepasang matanya yang berbinar tidak mampu menyembunyikan kecantikannya
walaupun wajahnya kotor dan berpeluh.
“Mala,
kau pegawai yang rajin. Aku senang dengan kerjamu.” Kata sang pangeran.
“Terima
kasih, tuanku.” Sahut Mala.
Pangeran
lalu menaiki kudanya dan bergegas memacu kudanya akan pergi berburu diikuti
beberapa pengawal. Tak lama kemudian pangeran sudah lenyap dari pandangan. Mala merasa gembira
sekali. Dia bertemu dengan pangeran. Hal yang tak pernah dibayangkan
sebelumnya.
“Nah,
pangeran senang dengan kerjamu. Kau harus lebih rajin lagi, siapa tahu pangeran
akan memberimu hadiah.” Kata pegawai istana sambil tertawa.
“Terima
kasih, tuan.” Kata Mala. Lalu dia bergegas meneruskan kembali pekerjaannya.
Ketika
tengah beristirahat dibiliknya, Mala membaringkan tubuhnya diatas dipan kecil.
Dia tersenyum sendiri. Wajah sang pangeran terbayang dipelupuk matanya.
Pangeran terlihat tampan dan kelihatannya baik hati. Ah, aku beruntung sudah
bertemu dan disapa oleh sang pangeran, pikir Mala gembira.
Suatu
hari Mala mendengar kesibukan didalam istana. Salah seorang pelayan didapur
istana mengatakan bahwa sang pangeran akan berulang tahun. Banyak makanan dan
masakan yang akan disajikan di istana.
“Kau
pun nanti bisa makan sepuasmu di istana, Mala.” Kata pegawai di dapur istana
itu.
Mala
termenung mendengarnya. Dia ingin sekali mengucapkan selamat ulang tahun pada
sang pangeran, namun bagaimana caranya. Dia hanya seorang tukang membersihkan
kandang kuda. Tidak mungkin dia mampu menerobos kedalam istana dan mengucapkan
selamat ulang tahun pada sang pangeran.
Hari
itu Mala kembali bekerja seperti biasanya, namun pikirannya tak bisa lepas dari
sang pangeran. Pada saat itu tiba-tiba matanya melihat sesuatu yang berkilauan
diantara tumpukan jerami. Ah, apakah itu? Pikir Mala. Bergegas dia memungut
benda yang berkilauan itu. Oh, ternyata itu adalah sebuah cincin. Mala melihat
dibagian dalam cincin itu ada cap mahkota. Ah, pastilah cincin ini milik sang
pangeran, pikir Mala. Dia bergegas keluar kandang dan berlari menuju istana.
Tak lama dia sudah tiba di istana.
“Hei,
kau mau kemana?” Tanya salah seorang pengawal ketika melihat seorang gadis yang
berpakaian kotor menerobos masuk kedalam istana.
“Saya
ingin bertemu dengan sang pangeran.” Sahut Mala dengan nafas terengah.
“Tidak
bisa. Kau tidak bisa masuk kedalam istana dalam keadaan kotor seperti itu.
Pergilah sebelum kau diusir.” Ucap pengawal itu dengan tegas.
“Saya
mohon, saya ingin bertemu dengan Pangeran, tuan.”
“Pergilah!!”
bentak pengawal itu.
“Tuan….”
“Ada
apa?” sebuah suara menimpali percakapan Mala dan pengawal itu. Mala menoleh.
Jantungnya berdegup kencang. Sang pangeran menghampiri mereka.
“Tuanku,
gadis ini memaksa ingin bertemu dengan tuanku.” Kata pengawal itu.
“Biarkan
dia menemuiku.” Sahut sang pangeran. Pangeran Imam melihat pada Mala. “Ada apa?
Bukankah engkau tukang membersihkan kandang kuda istana?”
“Ya,
betul tuanku.” Sahut Mala. “Saya menemukan cincin ini dikandang kuda. Ada cap
mahkota pada cincin ini. Apakah ini cincin milik tuanku?”
Mala
menyerahkan cincin itu pada pangeran Imam. Pangeran Imam menerimanya. Wajahnya
berubah gembira.
“Ah,
betul. Ini cincin milikku. Dimana kau menemukannya? Di kandang kuda? Ah, kukira
cincinku ini terjatuh ketika aku tengah berburu.” Kata pangeran Imam dengan
gembira.
“Aku
senang kau telah menemukan cincin yang merupakan lambang bahwa aku adalah
pangeran mahkota, Mala. Aku akan memberimu imbalan hadiah atas kebaikanmu
menemukan kembali cincin ini.” Kata pangeran Imam.
“Terima
kasih tuanku, namun ada hal yang ingin saya ucapkan pada tuanku yang nilainya lebih besar daripada imbalan hadiah
yang akan tuanku berikan kepada hamba.” Kata Mala.
“Ah,
ucapan apakah itu? Apakah kau tahu imbalan hadiah yang akan aku berikan
kepadamu? Aku akan memberimu hadiah baju, sepatu, dan perhiasan…..”
“Terima
kasih tuanku, semua hadiah itu pastinya akan sangat berharga sekali buat hamba,
namun apa yang akan hamba ucapkan pada tuanku rasanya akan lebih berharga
sekali dibandingkan dengan semua hadiah yang akan tuanku berikan pada hamba.”
Pangeran
tersenyum mendengar ucapan Mala. “Baiklah, ucapan apakah yang akan engkau
ucapkan padaku, Mala?”
“Tuanku,
hamba mendengar bahwa tuanku akan berulang tahun, oleh karena itu ijinkanlah
hamba saat ini segera mengucapkan selamat ulang tahun kepada tuanku. Selamat
ulang tahun, semoga panjang umur, semoga kebahagiaan senantiasa menyertai
tuanku. Amien.” Kata Mala.
“Ah,
Mala, kau gadis yang baik. Terima kasih atas ucapan ulang tahunmu. Kau orang
pertama yang mengucapkan selamat ulang tahun padaku padahal ulang tahunku baru
akan dirayakan besok.” Pangeran tertawa. “Dan aku merasa senang bila besok
malam kau bisa datang ke istana dan merayakan ulang tahunku bersama-sama dengan
yang lainnya.”
“Terima
kasih tuanku, tapi…..” Mala menunduk memperhatikan bajunya yang kotor dan
sepatunya yang sudah lusuh.
Pangeran
tersenyum. “Mala, bukankah tadi aku sudah menjanjikan akan memberimu hadiah,
baju, sepatu dan perhiasan? Nah, hari ini kau bebas tugas. Pergilah bersama
salah seorang pegawaiku berbelanja. Belilah gaun
apapun yang kau sukai. Pilihlah sepatu yang kau senangi. Dan pilihlah juga
perhiasan yang kau sukai. Hari ini aku memberikan keistimewaan padamu karena
kau sudah menemukan benda yang sangat istimewa buatku, yaitu cincin kerajaan
ini yang merupakan simbolku sebagai putra mahkota.” Kata sang pangeran. “Jangan
lupa besok kau harus berdandan secantik mungkin sehingga aku tidak bisa
mengenalimu lagi.” Pangeran tertawa.
Mala
merasa girang sekali. Hari itu tiga orang pengawal sang pangeran menemani Mala
berkeliling mencari gaun, sepatu dan perhiasan yang akan dikenakannya saat
menghadiri ulang tahun sang pangeran besok malam. Bukan hanya berbelanja, pengawal juga membawa
Mala ke salon kecantikan untuk merawat tubuh dan rambutnya. Ah, bukan main
senangnya perasaan Mala dengan semua yang belum pernah dilakukannya itu.
Besok
malamnya didalam istana terlihat ramai. Sang pangeran berdiri ditengah istana
dan telah meniup lilin. Semua tamu terlihat gembira dan setelah mengucapkan
selamat ulang tahun pada sang pangeran mereka mulai menikmati makanan dan
minuman dengan diiringi musik yang sangat merdu. Pangeran Imam mengedarkan
pandangannya keseluruh ruangan istana. Dia kecewa karena tidak menemukan yang
dicarinya. Mala ternyata tidak hadir di pesta ulang tahunnya.
Mala
berdiri disudut ruangan istana. Dia melangkah perlahan menemui sang pangeran
yang tengah berdiri sendirian karena tamu-tamu hampir semuanya telah
mengucapkan selamat ulang tahun kepadanya.
“Tuanku,
selamat ulang tahun.” Ucap Mala sambil membungkukkan tubuhnya.
“Terima
kasih.” Pangeran hanya melihat sekilas pada Mala.
Oh,
Mala merasa kecewa, ternyata pangeran Imam tidak mengenalnya.
“Maafkanlah
atas kelancangan hamba, tuanku. Dan terima kasih atas semua pemberian tuanku
ini.” Ucap Mala.
“Pemberian?”
pangeran menatap Mala tak mengerti.
“Ya,
semua yang hamba kenakan malam ini semuanya adalah hadiah dari tuanku, gaun
ini, sepatu, perhiasan, bahkan hamba bisa tampil seperti ini semuanya adalah
pemberian tuanku. Hamba adalah Mala, tukang membersihkan kandang kuda.” Ucap
Mala.
“Kau
pasti bercanda.” Kata sang pangeran. “Kau? Mala? Ah, mana mungkin. Kau….kau
sangat cantik sekali…..” ucap pangeran Imam tergagap.
Mala
tersenyum. “Bukankah tuanku yang telah merubah hamba menjadi seperti ini.”
“Mala,
aku tadi mencarimu namun aku tak berhasil menemukanmu. Terlalu banyak
gadis-gadis cantik yang berada disini malam ini, namun…. engkaulah yang
tercantik malam ini.” Pangeran Imam mengulurkan tangannya mengajak berdansa.
Sepanjang malam itu pangeran Imam berdansa dengan Mala. Ketika waktu telah
semakin malam, bergegas Mala pamitan. Dia harus segera tidur karena esok hari
dia harus bangun pagi dan segera bekerja kembali.
“Tuanku,
saya harus segera kembali ke bilik saya. Besok saya harus bangun pagi-pagi dan
bekerja kembali seperti biasa.” Kata Mala.
“Oh,
baiklah.” Sahut pangeran separuh kecewa karena dia masih ingin bersama-sama
dengan Mala. Pangeran mengiringi kepergian Mala dengan tatapannya sampai gadis
itu menghilang dibalik tembok istana.
Esok
harinya ketika pangeran akan pergi berburu dia melihat Mala tengah sibuk
bekerja di kandang kuda. Seperti biasanya gadis itu mengenakan pakaian kerjanya
sehari-hari, celana panjang, baju berlengan panjang yang digulung serta topi
yang menutupi rambutnya.
“Ah,
alangkah berbedanya Mala yang sering kutemui sehari-hari dengan Mala yang
kulihat semalam.” Pikir pangeran. “Ketika mengenakan gaun Mala berubah menjadi
gadis yang sangat cantik sekali. Namun bila tengah memakai pakaian kerjanya,
dia terlihat begitu sederhana.”
Sejak
saat itu pangeran sangat sering sekali pergi ke belakang istana ke istal kuda.
Pangeran sering memberi
makan kuda-kuda kesayangannya. Namun sebenarnya bukan karena ingin memberi
makan kuda-kudanya saja yang membuat sang pangeran jadi sering ke belakang
istana ke istal kuda, sang pangeran ingin sering bertemu dengan Mala. Hubungan
pangeran dan Mala semakin dekat. Keduanya telah saling jatuh cinta. Hingga
suatu hari pangeran mempersunting Mala dan mereka merayakan pesta pernikahannya
dengan sederhana karena sang pangeran tidak menginginkan kemewahan dengan
perayaan pesta perkawinannya. Sang pangeran hanya menginginkan perkawinannya
dengan Mala bahagia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar