Disuatu hari yang lumayan tidak terik dan tidak begitu panas,
disebuah pinggir jalan di kotaku tercinta, Sumedang, tak sengaja terlihat ada
buah huni, tergantung pada gerobak tukang rujak yang mangkal diseputar
alun-alun Sumedang. Huni? Oh, itu buah jaman dulu semasa kecil yang saya sukai.
Huni, buah yang bentuknya kecil-kecil, rasanya masam-masam
begitu, pernah disuka semasa kecil dulu. Lama tak pernah lagi merasakan rujak
huni, eh tiba-tiba melihat dipinggir jalan ada yang jualan rujak, salah satunya
adalah buah huni, maka jadilah saya mampir ke tukang rujak itu.
Huni
atau Buni adalah buah yang dapat dimakan langsung, Biji-bijinya yang sudah
masak berwarna hitam atau ungu tua. Rasanya manis. Yang warnanya masih hijau
atau kekuningan atau kemerahan, rasanya masam banget. Boleh dicoba. Mata kita
langsung menyipit menahan rasa asam sambil tentu sedikit meringis….hehe. Buah Huni berbentuk kecil dan bulat, tersusun
dalam tangkai yang ngaruntuy. Hampir mirip seperti buah anggur yang ngaruntuy. Orang
Sunda menyebut buah ini dengan nama Huni sementara bahasa Indonesianya Buni.
Setahu
saya di Sumedang jarang menemukan buah Huni. Makanya ketika ada huni di penjual
rujak, langsung mampir dan pesan. Buah Huni paling enak kalo dirujak. Kalau
disantap satu satu buahnya, hanya yang berwarna hitam saja yang sudah masak.
Pesan
rujak buah huni tentu dengan beberapa pesan : cabe rawitnya 12 biji, gula
merahnya yang banyak dan buah huninya direndos hingga setengah hancur. Penjual rujak memenuhi semua permintaan. Tidak lama, sepiring rujak huni sudah terhidang. Zzzzcccccc (membayangkan rasanya yang pastinya manis, asam dan pedas). Benar saja rasanya tak jauh dari bayangan. Ingin
tahu rasanya? Pedas, manis dan asam bercampur menjadi satu.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar