Jumat, 18 Oktober 2013

Puteri Tatina





Siuuuttt!!!!
“Aduuuuuh!”  Puteri Tatina memekik.  Kakinya menginjak sesuatu yang licin sehingga dia tergelincir dan terjatuh. Brrruuukk! Tatina terduduk dengan keras. Dia meringis kesakitan. Sebuah kulit pisang tergeletak dibelakang tubuhnya. Rupanya tadi dia telah menginjak sebuah kulit pisang.
“Ah, kemanakah petugas kebersihan taman istana sehingga ada kulit pisang disini?” gerutu Tatina sambil bangkit. 
Tatina segera memanggil petugas kebersihan dan memarahinya. Petugas kebersihan datang tergopoh-gopoh dan memohon maaf atas kelalaiannya. Dia  bergegas membersihkan kulit pohon pisang lalu bergegas pula pergi lagi karena takut diomeli puteri Tatina lebih lama lagi.
Sementara itu Tatina  segera pergi keruangan kerja perdana menteri. Setelah mengetuk pintu dia segera masuk. Perdana menteri tengah duduk dibelakang meja kerjanya sambil menulis. Ketika  melihat kedatangan Tatina, perdana menteri  segera bangkit dari kursinya dan menyambutnya.
“Selamat siang, tuan puteri. Silahkan duduk.” Sambut perdana menteri.
“Terima kasih, paman perdana menteri.” Sahut Tatina. Dia lalu duduk dihadapan perdana menteri. “Paman Perdana Mentri, tolong  segera buatkan peraturan baru.”
“Peraturan baru? Peraturan apa?” Tanya perdana mentri.
“Buatlah peraturan bahwa mulai sekarang penduduk negeri dilarang lagi menanam pohon pisang.” Ujar  Tatina  dengan serius.
“Astaga.” Perdana menteri tertawa mendengar ucapan Tatina. “Kenapa tuan puteri menghendaki dibuat peraturan seperti itu?’
Sambil bersungut Tatina  menceritakan  kejadian yang baru saja menimpanya. Perdana menteri mengangguk-anggukan kepalanya, memahami kekesalan Tatina  dengan kejadian yang menimpanya.
“Baiklah, tuan puteri. Paman akan mencoba membuat peraturan itu namun tentunya semua peraturan  yang akan diumumkan pada seluruh rakyat  harus atas persetujuan Yang Mulia Paduka Raja, tuan puteri.”  Ucap perdana menteri. “Oleh karena itu sebaiknya tuan puteri menghadap paduka raja untuk membicarakan hal ini.”
“Baiklah.” Sahut Tatina. Maka pergilah Tatina  menemui ayahnya diruang kerjanya. Dia yakin ayahnya akan mengabulkan permintaannya karena selama ini tak pernah sekalipun ayahnya menolak permintaannya. Tatina  mengetuk pintu ruang kerja ayahnya. Ketika dia masuk, kelihatan  ayahnya tengah  duduk menulis dibelakang meja kerjanya. Oh, ayah dan perdana menteri kelihatannya sama sibuknya, pikir Tatina.
“Ada apa, Tatina?” Tanya ayahnya ketika melihat puterinya masuk.
“Ayah, buatlah peraturan  baru.” Kata Tatina.
“Peraturan baru  mengenai apa?” Tanya ayahnya.
“Buatlah  peraturan baru bahwa mulai hari ini seluruh  penduduk negeri ini  dilarang lagi menanam pohon pisang.”
“Astaga, ada-ada saja kau ini.” Gerutu Raja.  “Ayah sedang sibuk dengan pekerjaan. Masih banyak urusan penting yang harus segera diselesaikan. Pergi sana jangan mengganggu ayah.”
“Ayah, dengarkan dulu. Aku tadi terpeleset gara-gara menginjak kulit pisang. Aku jatuh terduduk. Pantatku sakit.” Seru Tatina.
Raja menatap Tatina  dengan marah. “Kamu ini cengeng sekali, Tatina. Dan kamu juga egois. Hanya mementingkan kepentingan dirimu sendiri saja. Hanya karena kejadian sepele seperti itu engkau memaksa ayah untuk membuat peraturan baru  yang jelas akan merugikan dan menyengsarakan rakyat ayah sendiri yang sebagian besar adalah petani.” Kata raja dengan suara gusar.
Bukan main marahnya raja pada Tatina. “Tatina, suatu saat kelak engkau akan menjadi ratu menggantikan ayah. Kau harus memiliki sikap dan pandangan yang bijak, Tatina. Jangan mudah terpengaruh oleh hal-hal kecil. Bila kelak kau sudah menjadi Ratu, akan banyak urusan-urusan penting yang harus kau kerjakan dan kau selesaikan. Bukan mengurus hal-hal sepele yang tidak penting.”
Raja lalu menulis sebuah surat dan  ditanda-tanganinya. Surat itu lalu diserahkan kepada Tatina yang menerimanya dengan bingung.
“Ini Surat Perintah untukmu. Baca surat ini dan jalankan perintah raja.” Kata raja dengan tegas.
Tatina membaca  surat itu. Dia terbelalak kaget. Surat itu adalah surat perintah atas nama Yang Mulia Paduka Raja agar dia berkelana selama seminggu dan jangan kembali sebelum hitungan hari tepat satu minggu.
“Ayah, apa artinya ini?” teriak Tatina.
“Ayah menghukum kamu.” Kata ayahnya tegas. “Pergilah. Bawalah bekal secukupnya dan kembalilah setelah tepat satu minggu.”
“Tapi ayah……”
“Tidak ada tapi. Pergilah dan pelajari apa saja yang kau saksikan selama seminggu perjalananmu itu.”
Dengan perasaan sedih terpaksa Tatina berkemas akan berangkat meninggalkan istana  sambil membawa bekal secukupnya. Dia menunggang kuda poni kesayangannya,  hadiah dari ayahnya. Hatinya sedih dihukum ayahnya namun apa boleh segalanya sudah terlanjur terjadi. Sambil berurai airmata Tatina menunggang kudanya meninggalkan istana raja. Tak akan seorang pun yang mengenalnya bahwa dirinya adalah seorang puteri raja. Dia telah mengganti gaunnya dengan baju seorang pengembara dengan sepatu boot yang biasa dikenakannya bila dia tengah ikut berburu bersama para pengawal istana.  
Setelah cukup jauh menempuh perjalanan, akhirnya Tatina  berhenti dibawah sebuah pohon untuk beristirahat. Dia mengeluarkan bekalnya dan mulai menikmati bekal makanan dan minuman yang dibawanya dari istana. Kudanya diikat pada batang pohon  sambil makan rumput.  
Sambil memakan rotinya Tatina   melihat tidak jauh dari tempatnya ada kebun pisang. Beberapa orang petani tengah sibuk bekerja memetik pisang. Setelah pisang-pisang itu terkumpul mereka menaruhnya kedalam gerobak besar.
“Akan dibawa kemanakah pisang-pisang itu?” Tanya Tatina pada salah seorang penduduk yang lewat.
“Akan dibawa ke pasar dan dijual.” Sahut penduduk itu.
Ketika Tatina  menengok kesebelah lain, beberapa petani lain pun tengah sibuk dikebunnya memetik pisang. Mereka semuanya tengah tekun bekerja, tidak peduli dengan sengatan sinar mentari yang saat itu tengah bersinar dengan teriknya. Mereka kelihatan penuh semangat melihat buah pisang berbuah bagus melimpah. Tatina teringat pada permintaannya pada ayahnya. Ah, seandainya ayahnya mengabulkan permintaannya, berapa banyak petani pisang yang akan merasa sedih karena sudah kehilangan mata pencahariannya. Tatina mulai menyadari kekeliruannya.   
Setelah rasa lelahnya reda,  Tatina segera melanjutkan kembali perjalanannya. Kuda poninya pun kini terasa bugar lagi setelah mendapatkan makanan dan minuman yang cukup. Setelah cukup jauh menempuh perjalanan, akhirnya Tatina tiba pada sebuah perkampungan. Pada salah satu tempat dia melihat onggokan kulit pisang yang menggunung.
“Ah, mengapa banyak sekali kulit pisang disini hingga menggunung?” Tanya Tatina  pada salah seorang penduduk yang lewat.
“Kulit pisang itu nanti akan diangkut dan dijadikan pupuk. Pada beberapa rumah disini, beberapa penduduk memiliki usaha rumah yaitu  membuat sale pisang, keripik pisang dan dodol pisang. Usaha makanan buatan penduduk sini sangat enak dan sangat laku. Dengan adanya usaha pembuatan makanan olahan dari pisang itu banyak penduduk yang mendapatkan pekerjaan dengan mendapatkan upah.” Kata penduduk itu.
Tatina  menghela napas dalam. Seandainya ayahnya dan paman perdana menteri mengabulkan permintaannya  membuat undang-undang yang melarang seluruh penduduk dinegerinya ini menanam pohon pisang, entah bagaimana jadinya kehidupan rakyat dinegerinya ini. Ayahnya benar, sebagian besar rakyat mereka hidup sebagai petani. Mereka bukan hanya menggarap sawah saja dengan bertanam padi dan palawija, namun banyak pula diantara mereka yang menjadi petani pisang. Pisang-pisang yang diolah itu kemudian menjadi pula sumber penghasilan sebagian penduduk negeri. Hanya gara-gara dia tergelincir oleh sebuah kulit pisang, dia ingin ayahnya membuat undang-undang yang akan merugikan dan menyengsarakan rakyat banyak. Tatina  merasa malu dengan dirinya sendiri yang egois dan hanya mementingkan dirinya sendiri.
Tatina kembali melanjutkan perjalanannya. Berbeda dengan saat berangkat meninggalkan istana perasaannya terasa sedih, kini dia melanjutkan perjalanannya dengan perasaan gembira. Dia ingin melihat sendiri kehidupan rakyat dinegerinya dengan mata kepalanya sendiri. Hukuman dari ayahnya kini disyukurinya. Bila dia tidak dihukum seperti ini mungkin dia tidak akan pernah melakukan perjalanan seperti ini dimana dia bisa melihat langsung kehidupan penduduk dinegeri ayahnya ini. Sambil duduk mencangklong diatas kuda poninya, Tatina menyaksikan kegiatan penduduk yang dijumpainya. Para petani yang sibuk bekerja disawah. Para peternak yang sibuk mengurus sapi dan dombanya. Para petani sayuran yang sibuk mengurus kebun sayurnya. Semuanya membuat Tatina semakin menyadari bahwa dirinya selama ini masih belum mengetahui apa-apa tentang kehidupan penduduk dinegeri ayahnya ini.
Selama seminggu berkelana Tatina  banyak menemukan pelajaran berharga untuk bekal hidupnya. Dia melihat secara langsung kehidupan rakyat ayahnya. Bagaimana rakyat bekerja keras untuk menghidupi dirinya dan keluarganya. Tatina  berkali-kali meneteskan airmatanya terharu menyaksikan  betapa kerasnya perjuangan rakyatnya. Ya, aku berjanji akan merubah sifatku yang mudah marah oleh hal-hal sepele, pikir Tatina  Bila kelak aku menggantikan ayahku menjadi seorang ratu, aku ingin menjadi seorang ratu yang adil dan bijaksana. Juga menjadi seorang ratu yang dicintai oleh seluruh rakyat. Setelah seminggu melakukan perjalanan, akhirnya Tatina  pulang kembali ke istana. Ayahnya menyambut kedatangannya dan tersenyum ketika mendengar Tatina  menceritakan pengalamannya. Raja yakin Tatina  akan belajar banyak dari pengalaman-pengalamannya.   
--- 0 ---

Tidak ada komentar:

Posting Komentar