Sabtu, 12 Oktober 2013

Pondok Di lereng Bukit





Disebuah lereng bukit, yang bercuaca dingin, pada sebuah pondok yang sederhana  tinggallah tiga orang gadis  yang sudah lama ditinggal kedua orangtuanya. Ketiga gadis itu bernama Kemuning, Kenanga dan Seruni. Mereka bertiga hidup dengan menggarap  ladang peninggalan kedua orangtuanya. Seperti kedua orangtuanya, mereka pun menanami ladang dengan kentang dan ubi. Hasilnya dijual ke pasar.  Ketiganya gadis yang giat dan rajin bekerja. Setiap pagi mereka sudah berangkat ke ladang.    Ladang peninggalan kedua orangtua mereka digarap dengan sebaik-baiknya sehingga walaupun hasilnya tidak banyak namun cukup untuk memenuhi  kebutuhan mereka sehari-hari. Sebagian dari hasil panen kentang dan ubi itu mereka simpan digudang untuk persediaan makanan mereka sehari-hari.  
Suatu hari hujan turun dengan sangat derasnya. Kemuning, Kenanga dan Seruni tidak bisa pergi ke ladang seperti biasanya. Mereka hanya tinggal saja didalam pondok mereka. Seruni menutup jendela rapat-rapat ketika angin berkali-kali membantingkan daun jendela.
“Oh, cuaca sangat buruk sekali.” Kata Seruni pada dirinya sendiri.  Angin yang kencang masuk menerobos melalui lubang-lubang bilik pondok. Sementara itu Kemuning  dan Kenanga tengah memasak didapur. Bau masakan kentang dan kue yang terbuat dari ubi sangat harum. Tak lama Kemuning membawa piring besar berisi masakan kentang, sementara  Kenanga membawa pinggan besar berisi kue ubi. Seruni membantu kedua kakaknya membawakan nasi dalam bakul dan piring. Mereka menggelar tikar dan duduk bersama.
“Ayo kita makan.” Kata Kemuning pada kedua adiknya.
“Baunya harum sekali. Kakak pintar sekali memasak.” Kata Seruni. Kentang dengan bumbu kemiri dan cabe merah itu sangat menggiurkan sekali.
Ketiganya mulai makan. Namun tiba-tiba mereka mendengar suara ringkik kuda diluar pondok mereka. Tak lama kemudian terdengar ketukan pintu yang cukup keras.
“Bisakah aku menumpang berteduh? Hujan sangat deras sekali.” Kata sebuah suara.
Ketiga gadis bersaudara itu saling berpandangan. Ketiganya lalu bergegas berdiri. Kemuning membukakan pintu. Seorang pemuda dengan baju yang basah kuyup berdiri didepan pintu pondok. Mereka merasa kasihan sekali melihat pemuda yang kelihatan letih dan basah kuyup itu.
“Masuklah. Kebetulan kami sedang makan. Kau bisa makan bersama kami.” Kata Kemuning.
“Terima kasih. Aku beruntung melihat pondok ini.” Kata pemuda itu sambil masuk.
Kemuning memberikan handuk pada pemuda itu. Dia pun mencari baju bekas ayahnya. Kebetulan masih ada satu setel baju milik ayahnya. Diberikannya pada pemuda itu. Dia menunjukan kamar.
“Gantilah bajumu. Kau pasti kedinginan mengenakan bajumu yang basah itu.” Kata Kemuning.
“Terima kasih.” Pemuda itu menerima pemberian Kemuning dengan gembira. Tak lama kemudian pemuda itu  keluar dari kamar dan sudah berganti pakaian dengan pakaian petani. Mereka duduk bersama dan mulai makan.
“Namaku Joni. Aku sudah seminggu berkelana di hutan. Aku mencari kedua kakakku, Bunbun dan Boni. Mereka sudah sebulan lebih hilang saat berburu.” Kata pemuda itu. “Aku ditugaskan oleh orangtuaku untuk mencari mereka. Namun usahaku tidak berhasil. Seminggu lamanya .aku menjelajahi hutan namun aku tak berhasil menemukan jejak mereka.” Kata pemuda itu.
“Mudah-mudahan kedua kakakmu selamat.” Kata Kenanga.
“Ya, aku pun berharap begitu. Besok aku akan mencoba mencari mereka lagi.” Kata Joni.
Keesokan harinya,  Kemuning, Kenanga dan Seruni menemani Joni mencari kedua kakaknya. Kemuning mengeluarkan satu-satunya kuda peninggalan ayah mereka. Dia naik kuda itu bersama dengan Kenanga. Sementara Seruni naik kuda bersama Joni.  Cukup jauh mereka memasuki hutan. Namun tidak ada jejak yang menunjukan dimana keberadaan Bunbun dan Boni.
“Hutan ini sudah sangat gelap. Apakah sebaiknya kita pulang saja dan besok kembali lagi?” Tanya Kemuning pada Joni.
“Ya, sebaiknya kita pulang dan besok kembali lagi.” Kata Kenanga.
Joni kelihatan bingung. Namun tiba-tiba dia melihat sesuatu yang tersangkut pada ranting.
“Hei, lihat! Itu topi kakakku, Bunbun. Berarti dia berada disekitar sini.” Seru Joni sambil bergegas turun dari kudanya dan mengambil topi yang tersangkut pada ranting. “Ya, benar. Topi ini milik Bunbun.”
Dia berjalan kembali dan mencoba mencari-cari lagi. “Kalian kemarilah, ini sepatu milik Boni.” Panggil Joni sambil berjongkok memungut sesuatu.
Ketiga gadis itu bergegas menghampiri Joni. Joni memperlihatkan sebelah sepatu.
“Oh, berarti kedua kakakmu memang masuk hingga kemari, Joni.” Kata Kemuning. Dia menatap Joni dengan cemas. “Jangan-jangan…..”
“Kita cari lagi sebentar, bila tidak ketemu juga, kalian pulanglah. Biarkan aku mencari kedua kakakku sendirian.” Tukas Joni cepat sebelum Kemuning menuntaskan kalimatnya.
“Kami tentu akan menemanimu hingga kau menemukan kedua kakakmu.” Kata Seruni membesarkan hati Joni. Joni tersenyum penuh rasa terima kasih pada Seruni.
Keempatnya kemudian berjalan semakin jauh kedalam hutan. Mendadak mereka melihat ada yang tergantung diatas pohon.
“Hei, lihat. Siapa itu yang terikat dan digantung diatas pohon?” seru Kenanga.
Joni terpekik kaget. Kedua pemuda yg pinggangnya diikat dan digantung diatas pohon itu adalah Bunbun dan Boni. Namun ketika dia akan menolong kedua kakaknya, mendadak terdengar suara menggeram. Sesosok raksasa perempuan berambut gimbal dan panjang  tiba-tiba muncul dari balik semak-semak dan menghadang Joni.
“Siapa kau yang akan mengganggu santapanku?” seru raksasa wanita itu.
“Lepaskan kedua kakakku!” seru Joni.
“Olala, berani benar kau.” Seru raksasa itu dengan marah. “Kalau begitu kau akan menjadi santapanku berikutnya.”
Raksasa perempuan  itu berusaha menangkap Joni. Namun dengan gagah berani Joni berkelit dan segera menghunus pedangnya. Tak lama kemudian Joni sudah berkelahi melawan raksasa perempuan  itu.
“Joni, kau harus bisa memotong rambutnya. Kekuatan sihir raksasa perempuan itu ada pada rambutnya.” Seru Bunbun dari atas pohon member petunjuk pada adiknya.
Kemuning, Kenanga dan Seruni tidak tinggal diam. Mereka berusaha menurunkan Bunbun dan Boni yang terikat dan digantung pada dahan pohon. Untunglah mereka membawa pisau dan belati yang mereka selipkan pada pinggang.  Kemuning dan Kenanga bergegas menaiki pohon. Kemuning memotong tali yang mengikat Bunbun, sementara Kenanga memotong tali pengikat Boni. Tidak lama kemudian kedua pemuda itu sudah terbebas dan melompat keatas tanah. Bunbun dan Boni segera membantu Joni melawan raksasa perempuan  itu.
“Kemarikan pisau dan belati kalian.” Kata Bunbun dan Boni pada Kemuning dan Kenanga. Kemuning menyerahkan pisau kepada Bunbun, sementara Kenanga menyerahkan belatinya pada Boni.
Namun raksasa perempuan itu sangat kuat. Dia semakin marah ketika melihat kedua mangsanya sudah terbebas dan menyerangnya.
“Aku akan memangsa kalian bertiga.” Seru raksasa itu dengan marah.
“Lakukan bila kau bisa.” Ejek Bunbun. Dia mencoba menjambak rambut raksasa itu. Namun raksasa itu berkali-kali berhasil berkelit. Boni bergegas memanjat pohon. Sementara Joni dan Bunbun memancing raksasa itu agar mendekati pohon dimana Boni sudah berhasil memanjat keatasnya. Ketika raksasa itu lengah, Boni melompat dari atas pohon dan dengan sekali sabet dia berhasil memangkas rambut raksasa perempuan yang terurai panjang itu. Raksasa itu menjerit panjang.
“Kurang ajar. Kau memotong rambutku.” Seru raksasa itu. Dia mencoba menyerang Boni, namun kekuatannya sudah habis. Raksasa perempuan itu lari tunggang langgang memasuki hutan. Semuanya menarik nafas lega. Sekarang raksasa perempuan itu tidak akan berani mengganggu lagi karena sudah tidak memiliki kekuatan lagi.
“Aku dan Boni tersesat kedalam hutan ketika berburu dan  ditangkap oleh raksasa perempuan itu, lalu digantung diatas pohon.” Kata Bunbun.
“Sekarang hari sudah menjelang malam. Mari kita pulang.” Ajak Kemuning.
Bunbun dan Boni bersiul panjang. Tak lama kemudian datanglah kedua kuda mereka yang setia. Oh, untunglah kuda-kuda mereka masih hidup dan tidak disantap oleh harimau yang banyak berkeliaran didalam hutan. Akhirnya mereka memacu kuda masing-masing dan bergegas pulang karena hari sudah semakin gelap.
Keesokan paginya Bunbun, Boni dan Joni pamitan akan pulang. Namun beberapa bulan kemudian Bunbun, Boni dan Joni kembali ke pondok dilereng bukit itu. Rupanya Bunbun sudah jatuh cinta pada Kemuning, sementara Boni jatuh cinta pada Kenanga dan Joni jatuh cinta pada Seruni. Tidak lama kemudian mereka bertiga melangsungkan pernikahan dan hidup bahagia.

--- 0 ---

Tidak ada komentar:

Posting Komentar