Minggu, 05 Januari 2014

Shella





Pagi itu Shella sudah sibuk seperti biasanya membantu ibunya membuat roti dan kue. Udara pagi yang segar tidak ada bedanya dengan hari-hari kemarin. Kesibukan setiap hari membantu ibunya membuat roti dan kue membuat Shella merasa hari-harinya tidak pernah berubah. Shella mengangkut roti dan kue yang sudah matang dan menatanya didalam lemari kaca ditoko kue milik ibunya. Rumah mereka merangkap toko kue. Ibunya menjadikan ruangan bagian depan rumah mereka sebagai toko kue.   Walaupun hari masih pagi, namun pelanggan-pelanggan roti dan kue biasanya sudah berdatangan begitu toko rotinya dibuka.
“Shella, aku beli lima buah roti nanas, lima buah roti strawberry dan sekaleng kue kering cokelat.”  Harmita, langganan tokonya, masuk dan langsung memesan roti dan kue.
“Baik.” Sahut Shella sambil  memasukan roti dan kue pesanan Harmita kedalam kantong kertas.
“Shella, apa kau sudah mendengar bahwa besok malam  pangeran Fatur akan mengadakan pesta di istana? Pangeran Fatur akan merayakan hari ulang tahunnya dengan mengundang semua gadis dinegeri ini.”
“Oh, ya? Aku tidak mendengar berita itu. Apa kamu akan datang, Mita?”
 “Tentu.” Sahut Sharmita senang. “Aku bahkan sudah selesai membuat sebuah gaun pesta yang akan aku kenakan besok.”
“Oh, pastinya gaunmu sangat indah sekali.”
Sharmita hanya tersenyum. “Kalau kau mau datang ke pesta besok, datanglah. Undangan ini untuk semua gadis diseluruh negeri. Siapa tahu bila kau datang   pangeran Fatur  tertarik padamu bila melihatmu.”
Shella hanya tersenyum mendengar ucapan Sharmita. Sehari itu sambil bekerja di toko Shella banyak melamun. Berkali-kali ibunya menegurnya ketika melihat Shella kedapatan tengah  melamun seperti ada sesuatu hal yang tengah dipikirkannya.
“Shella, kenapa denganmu? Seharian ini engkau banyak melamun.” Tegur ibunya ketika pembeli sudah mulai berkurang dan sebentar lagi toko mereka akan tutup karena hari sudah sore.
“Tidak apa-apa, bu.” Sahut Shella, menghindar agar ibunya tidak tahu apa yang tengah dipikirkannya.
“Apa kamu sakit?”
“Tidak, bu. Saya tidak apa-apa.” Sahut Shella sambil bergegas membereskan tempat-tempat roti dan kue yang telah kosong dan membawanya kedapur. Ibunya menutup pintu. Hari sudah sore. Toko sudah mau tutup.  Seperti biasanya, tidak banyak roti dan kue yang tersisa. Toko mereka sudah memiliki langganan tetap yang datang setiap hari. Sisa roti yang tidak terjual diberikan kepada tetangga-tetangga mereka yang miskin disekitar rumah mereka. Setiap malam setelah toko mereka tutup Shella berkeliling kerumah tetangga-tetangga mereka memberikan sisa roti  yang tidak habis terjual. Kedatangan Shella selalu ditunggu-tunggu oleh tetangga-tetangga mereka yang sehari-harinya hidup kekurangan.
Malam semakin larut. Namun  Shella masih berdiri didepan jendela kamarnya sambil memandang keluar.  Dia baru pulang setelah membagikan roti pada tetangga-tetangganya. Alangkah senangnya bila aku besok bisa pergi ke pesta  pangeran Fatur, pikir Shella. Pangeran Fatur terkenal tampan dan baik hati. Namun  aku hanyalah seorang tukang  roti, tidak mungkin  pangeran Fatur akan tertarik kepadaku.
Pintu kamar terbuka. Ibunya masuk. “Kenapa, Shella? Kamu pasti punya sesuatu yang tengah kau pikirkan.” Ibunya masuk kedalam kamarnya dan melihat Shella tidak biasanya termenung didepan jendela sambil memandang keluar.
Shella menoleh. “Ibu, besok  pangeran Fatur akan merayakan hari ulang tahunnya. Semua gadis dinegeri ini diundang. Aku ingin sekali datang ke pesta sang pangeran.”
Ibunya tertegun. Lalu menghela napas dalam. “Pergilah bila engkau ingin datang ke istana besok, nak.”
Shella duduk ditepi tempat tidur. “Tapi aku tidak memiliki sehelai pun gaun yang pantas aku kenakan untuk menghadiri pesta di istana  pangeran.”
Ibunya menarik tangan Shella dan membawanya kekamarnya. Ibunya lalu membuka lemari pakaiannya lalu mengeluarkan sebuah bungkusan yang terbungkus dan terikat rapi. Ketika bungkusan itu dibuka, Shella tertegun melihat beberapa buah gaun yang sangat indah sekali.
“Shella, ibu memiliki beberapa buah gaun yang pantas kau kenakan untuk menghadiri pesta sang pangeran. Semua gaun-gaun ini adalah milik ibu ketika masih gadis dulu. Sekarang gaun-gaun ini menjadi milikmu.”
“Darimana ibu memiliki gaun-gaun yang sangat indah ini?” Tanya Shella keheranan. “Gaun-gaun ini pasti mahal sekali. Dan biasanya dipakai oleh puteri-puteri bangsawan.”
Ibunya menatapnya. “Shella, ayahmu adalah seorang bangsawan. Namun perkawinan ayah dan ibu tidak direstui oleh orangtuanya sehingga ibu terpaksa pergi dari istana dan membawamu tinggal menyepi di desa ini. Ayahmu sangat mencintai ibu. Karena kecewa perkawinannya dengan ibu ditentang orangtuanya, akhirnya ayahmu ikut berperang dan tewas dalam peperangan itu.”
Shella  mencoba satu per satu  semua gaun-gaun milik ibunya. Semuanya bagus dan ukurannya sesuai dengan  tubuhnya. Akhirnya Shella memilih gaun berwarna ungu tua. Gaun itu memiliki banyak mutiara disekeliling bagian pinggang. Indah sekali.
“Berdandanlah secantik mungkin, anakku. Ibu berharap sang pangeran tertarik kepadamu.” Kata ibunya. Lalu ibunya membuka  sebuah kotak dan mengeluarkan seuntai kalung mutiara. “Kenakanlah kalung mutiara ini untuk melengkapi penampilanmu.”
Besoknya pagi-pagi sekali Shella sudah bangun. Dia tidak membantu ibunya seperti biasanya. Dia mencuci rambutnya yang panjang dan lebat sehingga kelihatan berkilauan. Dia  menyiapkan dirinya untuk menghadiri pesta malam nanti. Namun mendadak Shella sadar, dia belum  tahu  dia akan naik apa  pergi ke istana karena istana sang pangeran cukup jauh dari desanya. Shella berdiri didepan jendela kamarnya sambil termenung memikirkan hal itu. Pada saat itu Bonny, salah seorang tetangganya yang   setiap hari selalu mendapat roti  yang tidak habis terjual dari Shella,  lewat dengan gerobaknya dan berhenti ketika melihat Shella tengah termenung didepan jendela kamarnya. Bonny bekerja di pasar. Gerobak itu adalah alatnya mencari rejeki. Banyak orang yang membutuhkan bantuannya mengangkut barang-barang dengan gerobak itu.
 “Kenapa, Shella? Kenapa kamu termenung?” Tanya Bonny.
Dengan wajah  muram Shella menceritakan kebingungannya.
“Oh, jangan khawatir, Shella. Aku akan membawamu dengan kereta kudaku.” Sahut Bonny.
“Kereta kuda? Kamu punya kereta kuda? Yang aku tahu kamu hanya punya gerobak yang ditarik kuda.”
“Yah, itu maksudku,” Bonny tertawa. “Aku bisa membawamu dengan gerobakku ke istana.”
“Tapi gerobak itu untuk kau bekerja mengangkut barang-barang.”
“Shella, kau sudah terlalu banyak berbuat baik kepadaku, bila sehari saja aku tidak bekerja dan gerobakku tidak dipakai mencari nafkah, aku tetap sangat gembira karena sudah bisa menolongmu.”
“Oh Bonny, terima kasih. Kamu baik sekali. “ sahut Shella gembira.
Malam itu Shella naik gerobak milik Bonny menuju istana. Agar Shella bisa duduk nyaman, Bonny sengaja membuka tutup gerobaknya dan meletakkan  sebuah bangku kayu diatas gerobaknya. Bagian atapnya ditutup dengan kain terpal.  Begitu Shella duduk diatas gerobaknya, Bonny segera memacu gerobaknya cepat-cepat menuju ke istana. Kedua kuda yang menarik gerobak melaju dengan kencang.  Begitu cepatnya Bonny memacu gerobaknya sehingga dalam waktu sebentar saja gerobaknya sudah tiba didepan pintu gerbang istana. Bonny tidak menghentikan laju gerobaknya. Gerobak itu melaju terus memasuki halaman istana.
“Hei, gerobak! Berhenti!” seorang petugas yang berjaga didepan pintu gerbang istana berteriak ketika gerobak Bonny menerobos  pintu gerbang istana. Namun Bonny tidak mendengarkan teriakan itu. Dia tetap memacu gerobaknya melaju memasuki halaman istana yang luas dan berhenti tepat didepan pintu istana yang terbuka lebar. Keempat petugas berlari mengejar gerobak itu sambil berteriak-teriak.
“Ayo cepat masuk, Shella. Pestanya sudah dimulai.” Seru Bonny. Pada  saat itu keempat  petugas yang mengejar mereka tiba dan berteriak-teriak memarahi  Bonny. Keributan didepan istana membuat pesta yang sudah dimulai terganggu. Musik mendadak berhenti. Sang pangeran keluar ingin melihat apa yang terjadi didepan istana.
“Hentikan! Biarkan gerobak itu masuk ke istana.”  Teriak sang pangeran.
“Namun yang mulia, gerobak itu tidak pantas masuk ke istana.” Sahut kepala pengawal.
“Gerobak atau kereta kencana, namun yang terpenting buatku adalah siapakah yang menaikinya.” Ujar sang pangeran. Matanya menatap Shella yang turun dari atas gerobak itu dengan  anggun. Sang pangeran sangat terpesona melihat kecantikan dan keanggunan Shella. Gadis itu jauh lebih cantik dan lebih menawannya dibandingkan dengan gadis-gadis lain yang datang dengan kereta kencana. Shella menaiki tangga dengan langkah anggun. Matanya menatap sang pangeran. Sementara sang pangeran pun tengah tersenyum menatapnya. Shella berhenti beberapa langkah dihadapan sang pangeran dan tersenyum pada sang pangeran. Sang pangeran membalas senyuman Shella. Sang pangeran sudah jatuh cinta pada pandangan pertama kepada Shella.   
“Alangkah senang sekali pestaku dihadiri tuan puteri.” Ujar  pangeran Fatur.
“Terima kasih, tuanku.” Sahut Shella.
“Maukah engkau berdansa denganku?” Tanya  pangeran Fatur.
“Tentu saja, tuanku. Dengan senang hati.” Sahut Shella.
Pangeran Fatur mengulurkan tangannya, Shella memegang tangan sang pangeran. Keduanya melangkah memasuki ruangn istana dimana pesta diselenggarakan. Semua yang hadir menatap  pangeran Fatur dan Shella. Musik mengalun lagi dengan lembut. Pangeran Fatur dan Shella mulai berdansa, diikuti dengan yang lainnya. Semuanya berdansa dengan gembira.
“Alangkah indahnya gaun yang kau kenakan ini, tuan puteri. Siapakah namamu?” Tanya sang pangeran.
“Shella.”
“Oh, Shella. Sebuah nama yang indah sekali.”
 Shella merasa bahagia  melihat perhatian sang pangeran kepadanya. Dia juga sudah jatuh cinta pada sang pangeran, namun dia merasa rendah diri karena menyadari dirinya hanyalah seorang tukang roti walaupun menurut cerita ibunya ayahnya adalah seorang bangsawan. Tidak mungkin pangeran akan memilihku, pikir Shella. Mendadak dia berhenti berdansa dengan perasaan tegang.
“Kenapa berhenti?” Tanya pangeran Fatur. Pangeran melihat wajah Shella yang kelihatan tegang.
Shella tidak menjawab. Bergegas dia membalikan tubuhnya dan berlari keluar ruangan. Bonny masih menunggunya didepan istana. Shella segera naik keatas gerobak. “Ayo Bonny. Kita pulang.”
Pangeran Fatur memburu keluar. “Hei! Tunggu! Berhenti!”
Namun gerobak itu sudah berlari kencang meninggalkan istana. Oh, bukan main kecewanya perasaan sang pangeran. Dia masih ingin berdansa dengan gadis cantik yang telah memikat hatinya itu. Namun sayang gadis itu sudah pergi dengan tergesa-gesa padahal pesta belum usai. Semalaman  pangeran Fatur tidak dapat memejamkan matanya. Wajah Shella terbayang-bayang dipelupuk matanya. Aku harus menemukan gadis itu, pikir sang pangeran.
Keesokan harinya diam-diam  pangeran Fatur meninggalkan istana. Dia memacu kudanya cepat-cepat dan berkeliling negeri mencari gadis yang telah memikat hatinya. Setelah cukup jauh menempuh perjalanan, akhirnya  pangeran Fatur  merasa lapar dan haus. Pada saat itu dia melihat sebuah toko roti dan kue. Pangeran Fatur segera menuju toko roti dan kue itu. Pangeran menambatkan kudanya didepan toko itu lalu masuk kedalam toko itu. Shella yang tengah melayani pembeli, terkejut ketika melihat pangeran masuk kedalam tokonya. Walaupun pakaian yang dikenakan sang pangeran berbeda dengan pakaian yang dikenakannya semalam, namun Shella masih mengenali wajah  pangeran Fatur. Namun rupanya sang pangeran tidak mengenali Shella lagi karena Shella sekarang mengenakan gaun biasa yang dikenakannya sehari-hari ketika tengah bekerja ditoko.
“Perutku terasa lapar. tolong sediakan minuman dan roti untukku.” Kata  pangeran Fatur.
“Baiklah, tuanku.” Sahut Shella.
Pangeran Fatur duduk pada meja disudut  yang menghadap jendela.  Shella segera  menghidangkan minuman, roti  dan kue dihadapan pangeran.
“Terima kasih.” Ujar pangeran Fatur. Dia menatap Shella. “Aku baru kali ini mengunjungi desa ini. Udara disini sungguh sejuk dan nyaman.  Apakah engkau mengenal seorang gadis yang bernama Shella?”
“Shella?” Tanya Shella dengan perasaan terkejut. Oh, sungguhkan sang pangeran mencarinya. “Saya kurang tahu, tuan. Kenapa tuan mencarinya?”
“Gadis itu datang ke pestaku semalam. Dia berdansa denganku namun  dia pergi dengan tergesa-gesa sebelum pesta usai. Semalam dia mengenakan gaun berwarna ungu”
Shella tidak berani berterus terang bahwa dirinyalah yang mengenakan gaun ungu itu.  Shella hanya diam. Pada saat itu mendadak  pangeran Fatur melihat tahi lalat pada dagu Shella.
“Oh, engkau pasti Shella.” Seru sang pangeran. “Aku masih ingat dengan tahi lalat didagumu itu. Semalam ketika tengah berdansa denganmu, aku memperhatikan tahi lalat didagumu itu.”
Shella tidak bisa mengelak. Dia mengambil gaun ungu yang semalam dikenakannya ketika datang ke pesta sang pangeran. Alangkah senangnya  pangeran Fatur  ketika melihat gaun itu. Akhirnya dia menemukan gadis yang dicarinya. Tidak lama kemudian  pangeran Fatur  meminang Shella. Pesta perkawinan mereka berlangsung selama tujuh hari tujuh malam.

--- o ---






Tidak ada komentar:

Posting Komentar