Erlangga, pendiri kedua kerajaan Mataram, yang
terdiri dari Jawa Tengah dan Jawa Timur, ingin turun takhta pada tahun 1040.
Namun puteri mahkota yang bernama Wijaya Tungga Dewi, yang kemudian dipanggil
Kilisuci, menolak untuk naik takhta karena dia telah memutuskan akan menjadi
rahib perempuan.
Erlangga memiliki dua orang anak laki-laki.
Jayengrana dan Jayanegara, mengusulkan
kepada ayahanda mereka agar membagi kerajaan. Raja menjadi sangat sedih, sebab
dia telah membangun kerajaan setelah berperang yang menelan banyak korban jiwa.
Namun akhirnya raja setuju dengan usul kedua puteranya itu.
Sebelumnya Borada, seorang biarawan besar, berkata
bahwa mereka harus bersumpah tidak akan mengumumkan perang melawan satu sama
lain dan anak laki-laki tertua Jayengrana harus menikah dengan anak perempuan
Jayanegara.
Akhirnya Jayengrana menjadi raja Kediri dan
Jayanegara menjadi raja Singasari.
Dua puluh tahun kemudian Jayengrana memerintahkan
Kudowanengpati, putera mahkota pergi ke
Singasari untuk meminang puteri mahkota
pamannya yang dipanggil Anggraeni.
Namun Kudowanengpati tidak mematuhi perintah
ayahandanya dan berkata, “Ayah, aku telah meminta Sekar Taji, anak perempuan
mangkubumi untuk menjadi isteriku dan aku tidak akan pernah melanggar ucapanku.”
Ayahnya menjadi sangat marah dan berkata, “Aku
telah menentukan perkawinanmu sebelum kau lahir. Seorang raja tidak pernah
melanggar ucapannya. Pergilah ke Kilisuci, bibimu, dan mintalah nasehatnya.”
Setelah pangeran mahkota meninggalkan kerajaan,
raja memanggil anak keduanya dan memberinya sebuah keris. Raja berkata,
“Lihatlah senjata ini tidak mempunyai sarung. Pergilah ke taman, kau akan
menemukan seseorang.”
Pada mulanya pangeran tidak memahami apa maksud
ayahnya dengan kata-katanya itu, namun ketika dia memasuki taman dengan keris
ditangannya, dia pun memahami maksud perintah itu seketika. Disana dia melihat
Sekar Taji, tunangan kakaknya, sedang bermain dengan pelayan wanitanya.
Tetapi Sekar Taji pun mengerti seketika bahwa
pangeran datang untuk membunuhnya.
Sekar Taji berkata, “Aku tidak mau ayahmu melanggar
sumpahnya.” Dia melompat pada sang pangeran dan keris beracun itu menusuk
jantungnya.
“Kudowanengpati, pahlawanku, aku tetap setia
kepadamu.” Sekar Taji berbisik dan mati.
Pelayan puteri mengikuti apa yang dilakukan oleh
majikannya.
Pangeran berlutut dan ketika air mata mengalir
membasahi pipinya, dia berbisik, “Maafkanlah aku, Sekar Taji.”
Lalu dia menutup kedua mayat itu dengan bunga-bunga
yang harum di taman.
Pada saat itu pangeran mahkota, yang sedang berada
di biara dengan saudara perempuan ayahnya, merasa tidak tenang perasaannya.
Kilisuci tidak dapa membujuknya untuk mengawini
keponakannya.
Setelah pamitan putera mahkota pulang secepat
mungkin. Ketika dia tiba di istana, dia sangat sedih dan marah. Tak seorangpun
dapat menceritakan kepadanya dimanakah tunangannya.
Akhirnya saudaranya menceritakan kepadanya apa yang
telah terjadi.
Kudowanengpati tergesa-gesa ke taman didampingi
oleh seorang pelayannya yang setia.
Mereka membungkus kedua mayat itu dengan sutera dan
membawanya pergi.
“Mari pergi ke pantai.” Kata sang pangeran. “Dulu
aku pernah berjanji kepadanya akan berperahu.”
Siang malam mereka berlayar tanpa berbicara, makan
dan minum, hingga suatu hari sebuah hujan badai yang berat membawa kapal itu ke
pantai Bali, sebuah pulau di Jawa Timur, namun kedua mayat itu telah lenyap.
Kudowanengpati mengelilingi pulau itu, dia menjadi
seorang ksatria yang mengembara dan akhirnya dia lupa kepada namanya sendiri,
begitu pula kepada nama temannya. Dia telah menjadi seorang gila yang sangat
menderita.
Ketika dia sedang duduk sendirian, dia selalu
berkomat-kamit, “Anggraeni…… Anggraeni…….”
Pada saat itu kerajaan Jayanegara sedang dalam
bahaya sebab sedang terjadi pemberontakan. Prajurit-prajurit Jayengrana dikirim
untuk menolong Jayanegara namun mereka bertempur dengan sia-sia melawan para
pemberontak.
Ketika Kudowanengpati menghilang, ayah Sekar Taji
mengumumkan bahwa yang menyelamatkan kerajaan akan mendapat hadiah berupa puteri mahkota.
Kudowanengpati, ksatria gila yang berambut panjang,
sehingga tak seorang pun mengenalinya, telah diberitahu oleh beberapa pengungsi dari Singasari bahwa
dia dapat mencoba untuk menyelamatkan kerajaan itu.
Dia menyeberang dan menawarkan jasanya kepada raja
Singasari.
Dengan mengendarai seekor gajah dia menyerang
pemberontak sehingga mereka terbunuh atau melarikan diri. Lalu dia kembali
untuk meminta hadiahnya.
Namun sebuah kejutan menunggunya. Bukan Anggraeni
yang dilihatnya, namun Sekar Taji, tunangannya.
Anggraeni merasa sangat sedih, bahwa Sekar Taji
dibunuh dan Kudowanengpati telah menghilang. Oleh karena itu dia berdoa kepada
Tuhan siang dan malam agar merubahnya
menjadi Sekar Taji dan menolongnya menemukan Kudawanengpati di akhirat. Tuhan
merasa kasihan kepada puteri mahkota itu dan pada suatu malam roh Sekar
Taji masuk kedalam tubuh Anggraeni untuk
membuatnya kelihatan lebih cantik, sehingga setiap orang percaya bahwa dirinya
adalah Sekar Taji. Kudawanengpati akhirnya
menemukan tunangannya kembali.
--- 0 ---
Dari Buku Cerita Anak-anak Jaman Dulu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar