Jaman dahulu kala, hiduplah seorang raja yang mulia, yang sangat
kaya raya namun merasa tidak berbahagia sebab dirinya tidak memiliki putera.
Siapakah yang akan duduk di singgasana bila dia
telah meninggal?
Dia memutuskan akan meninggalkan istana bersama
permaisuri untuk mencari orang yang bijaksana, yang dapat memberikan nasihat
kepadanya apa yang harus dilakukannya.
Pada suatu malam secara diam-diam mereka berangkat
melalui pintu belakang istana dengan berpakaian sederhana. Setelah beberapa
waktu mereka masuk ke wilayah paling miskin di kerajaan.
Pada sebuah jalan kecil mereka melihat dibawah
sebuah jendela dan seorang laki-laki tua kurus terbaring diatas tanah.
“Dapatkah aku melakukan sesuatu untukmu?” tanya
raja.
“Oh, aku sedang sakit. Mungkin aku akan mati.”
Sahut orang itu.
“Aku akan menolongmu, kawan.” Kata raja.
Dibantu oleh permaisuri, raja membawa orang sakit
itu ke rumah terdekat. Raja mengetuk pintu dan ketika pintu itu terbuka, dia
berkata, “Maaf, rawatlah laki-laki ini. Ini ada sejumlah uang untuk membeli
obat.” Lalu raja menyerahkan dompetnya.
“Tunggu!” kata laki-laki tua itu. “Kau telah
menolongku. Oleh karena itu kalian berdua boleh meminta sebuah permintaan dan
hal itu akan terpenuhi.”
“Aku ingin seorang anak laki-laki.” Kata raja.
“Dan aku ingin seorang kawan, seorang kawan yang
setia bagi anakku.” Kata permaisuri.
Tiba-tiba laki-laki tua itu menghilang dan mereka
mendengar sebuah suara, “Pulanglah, raja yang mulia, kau akan mendapatkan apa
yang kau minta.”
Setelah setahun, seorang anak laki-laki yang
menyenangkan telah lahir. Namanya Pura.
Raja dan permaisuri sangat mencintai anak mereka. Dia tumbuh menjadi seorang
anak muda yang tampan dan pintar.
Namun tak seorang pun memahami, mengapa putera
mahkota tidak ingin mempunyai seorang teman.
Setiap hari dia mengendarai seekor kuda hitam atau
bermain-main dengan seekor kucing hitam dan seekor kerbau putih yang mana
ketiganya adalah binatang suci di kerajaan itu dan tinggal di halaman istana. Tak seorang pun
diijinkan mengganggu ketiga binatang itu dan setiap orang yang berani membunuh
mereka akan dihukum sangat berat.
Ketika Pura berusia tujuhbelas tahun, raja
memintanya untuk memilih seorang teman.
“Baiklah.” Jawab Pura. “Maukah ayah mengumpulkan
seluruh anak muda dilapangan besok dan aku akan melakukan apa yang ayah katakan.”
Pagi berikutnya pangeran mahkota berdiri diatas
sebuah meja dan setiap orang harus lewat dihadapannya sehingga sang pangeran
dapat melihat mereka.
Setelah seminggu setiap orang mendapatkan kesempatan
namun pangeran mahkota belum memilih juga.
“Tanyakanlah, siapakah yang masih tinggal didalam
rumah.” Perintah raja.
Seorang wanita tua mendekatinya dan berkata, “Anak
laki-lakiku tinggal didalam rumah sebab dia memiliki penyakit kulit.”
“Bawa dia kemari!” perintah raja.
Ketika anak muda yang sakit itu datang, setiap
orang merasa takut sebab penyakitnya nampaknya menular.
“Itulah temanku!” teriak putera mahkota. “Siapakah
namamu? Maukah kau menjadi temanku?”
“Tentu saja jika kau mau berteman denganku.” Jawab
anak muda itu. “Nama saya adalah Joyo.”
Sejak saat itu Joyo, yang juga berusia tujuhbelas
tahun, tinggal di istana. Mereka makan dan tidur bersama-sama.
Suatu pagi Pura meminta Joyo untuk mandi pada
sebuah danau diluar istana.
Ketika Joyo melompat kedalam air, Pura mengikutinya.
Namun dia sangat terkejut ketika Joyo tiba-tiba berubah menjadi seorang anak
muda yang tampan tanpa luka-luka dikulitnya. Mereka pulang ke istana. Raja
serta permaisuri sangat gembira.
Ketika Pura telah berusia sembilan belas tahun, dia
meminta ijin kepada ayahnya untuk melakukan perjalanan panjang dengan Joyo.
“Aku ingin melihat negara asing dan orang-orang
asing.” Kata Pura.
Pada mulanya kedua orang tuanya tidak setuju dengan
rencana itu namun ketika Pura berjanji akan kembali setelah tiga tahun barulah
raja dan permaisuri memberikan ijin kepada mereka berdua.
Sebelum berangkat meninggalkan kerajaan kedua
sahabat itu ingin mandi di danau suci. Ketika Joyo sedang menyelam kedalam air,
dia mendengar sebuah suara, “Joyo, minumlah beberapa teguk air. Air itu akan
membuatmu kuat dan kebal. Kau akan dapat menjaga Pura. Namun jangan ceritakan
kepada siapapun apa yang terjadi sebab kau akan berubah menjadi batu apabila
kau melakukan hal itu.”
Joyo sangat terkejut namun dia melakukan apa yang
diucapkan suara itu.
Setelah setengah tahun perjalanan, mereka tiba
disebuah negara asing. Mereka melihat di pasar sebuah patung gadis cantik.
“Siapakah dia?” Mereka bertanya pada seseorang yang
lewat.
“Oh, kalian
orang asing rupanya sebab kalian
tidak tahu siapakah gadis itu. Dia adalah puteri mahkota. Setiap orang
yang dapat memetik kelapa di halaman istana akan menikah dengannya. Pada ulang
tahunnya yang ketujuh belas sebuah pohon kelapa jatuh dari langit dan pohon
kelapa itu sekarang tumbuh di halaman istana. Pohon itu hanya memiliki satu
buah kelapa. Patung ini adalah simbol tuan puteri. Namun hati-hatilah sebab
disana ada seratus pangeran yang telah mencoba untuk memetik buah kelapa namun
mereka semuanya telah gagal, kemudian menjadi sakit dan beberapa diantara
mereka meninggal dunia.”
Joyo menawarkan kepada Pura untuk memetikkan buah kelapa itu
untuknya.
“Jangan khawatir,” kata Joyo. “Aku akan melakukan
yang terbaik.”
Ketika Joyo mendekati pohon dia melihat seratus hantu yang
menjaga pohon. Dia langsung mengerti apa sebabnya sangat sukar untuk memetik
kelapa. Namun ketika dia melangkah mendekat, hantu-hantu itu melarikan diri.
Setelah beberapa menit buah kelapa itu berhasil
dipetik. Joyo menemui Pura dan berkata, “Pura, sahabatku, pergilah kepada raja
dan serahkan kelapa ini. Kau dapat mengawini puteri mahkota. Ini akan menjadi
saat pertama bagi saya untuk membalas budi sebab saya sangat berterima kasih
atas kebaikanmu mengangkat saya sebagai saudaramu.”
Pura dan Joyo memohon agar bisa menghadap raja dan
ketika Pura menyerahkan buah kelapa itu, raja memerintahkan untuk mempersiapkan
sebuah pesta besar perkawinan tuan puteri.
Dua tahun kemudian seorang pangeran lahir. Pura dan
Joyo sangat bahagia, namun suatu hari Joyo mengingatkan sahabatnya pada
janjinya untuk kembali kerumah setelah tiga tahun.
Puteri, pangeran kecil, Pura dan Joyo pamitan
kepada raja dan permaisuri akan pulang kembali ke kerajaan mereka.
Pada suatu malam ketika mereka semua sedang tidur,
Joyo terbangun oleh sebuah suara. “Joyo! Joyo! Sahabatmu, isterinya dan
puteranya sedang dalam bahaya. Hantu-hantu buah kelapa, sekarang berada di
istana sahabatmu dan ketiga binatang suci kerasukan hantu. Mereka akan membunuh
sahabatmu, tuan puteri dan pangeran kecil jika mereka tiba di istana. Pergilah
sebelum temanmu terbangun. Bunuhlah ketiga binatang itu meskipun hal itu
merupakan larangan, tetapi kau akan segera digantung akibat pelanggaran ini.
Bagaimanapun hal ini satu-satunya cara untuk melindungi sahabatmu.”
Joyo melompat ke punggung kudanya dan memacunya
secepat angin.
Ketika Pura terbangun pagi harinya, Joyo sudah
pergi. Pura tidak mengerti apa sebabnya, dia menjadi sangat sedih namun mereka
melanjutkan kembali perjalanan.
Pada saat itu Joyo memasuki halaman istana dan tanpa
berbicara dia mengeluarkan keris dan membunuh ketiga binatang itu.
Raja dan permaisuri serta semua orang merasa heran.
Mereka semuanya takut kalau negara akan ditimpa bencana. Mereka memasukan Joyo
kedalam penjara dan raja memerintahkan orang durhaka itu dihukum gantung.
Ketika Pura memasuki ibukota kerajaan, setiap orang
merasa sangat bahagia. Raja dan
permaisuri menyambut kedatangan anak mereka, menantu dan pangeran kecil.
Namun di lapangan Pura melihat persiapan untuk
hukuman mati.
“Siapakah yang akan digantung?” tanya Pura.
“Joyo, sahabatmu.” Jawab orang itu dan seseorang
bercerita kepada Pura apa yang telah terjadi.
“Oh Joyo, sahabatku!” teriak Pura.
Dia berlutut dan memohonkan ampun untuk sahabatnya
itu namun raja berkata, “Ini adalah peraturan kerajaan kita. Siapapun yang
membunuh seekor binatang akan dihukum.”
Pada saat itu Joyo berdiri siap untuk mendapatkan
hukuman. Pura memohon maaf kepadanya karena dia tidak dapat menolongnya dan
memintanya untuk menceritakan kepadanya alasan dari perbuatannya. Dia merangkul
sahabatnya dan menangis. “Joyo, sahabatku. Aku akan menemanimu apabila kau tidak menceritakan
kepadaku apa sebabnya.”
Joyo menceritakan
kepada Pura apa yang telah terjadi, juga tentang suara di danau. Namun
tiba-tiba Joyo berubah menjadi patung.
Sekarang Pura mengerti betapa setianya Joyo. Pura
merasa sangat sedih dan tak seorang pun dapat menghiburnya, baik raja maupun
permaisuri.
Pada suatu malam Pura tidak dapat tidur sebab dia
selalu teringat kepada sahabatnya yang sekarang telah menjadi batu di lapangan.
Tiba-tiba sebuah suara memanggilnya, “Pura, jika
kau sangat mencintai sahabatmu, pergilah kepadanya di lapangan bersama anakmu
dan bunuhlah anakmu dipangkuan sahabatmu. Lalu dia akan berubah menjadi manusia
kembali.”
Sangat sukar bagi Pura untuk memutuskan namun
kemudian dia membuat sebuah keputusan. “Aku akan menyerahkan anakku sebab
sahabatku telah menyelamatkan kami semua.” Lalu Pura membawa puteranya yang sedang tertidur lelap ke lapangan.
Disana berdiri patung Joyo, tidak bergerak.
“Ini aku, sahabatku.” Kata Pura. “Aku telah datang
kesini untuk menyerahkan puteraku sehingga kau akan menjadi manusia kembali.”
Sambil berkata begitu, dia meletakan bayi yang
sedang tertidur lelap itu dipangkuan patung dan mengangkat tangannya untuk
menikam anaknya, namun tiba-tiba tangannya ditangkap oleh Joyo yang telah
menjadi manusia kembali.
Sambil menangis kedua sahabat itu saling
berpelukan, mereka merasa sangat bahagia. Tiba-tiba mereka mendengar sebuah
suara, “Pura, Joyo! Kalian telah diuji namun kalian berdua telah lulus ujian.
Selalulah setia dan hiduplah dengan damai.”
--- 0 ---
Dari Buku Cerita Anak-Anak Jaman Dulu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar