Senin, 13 Januari 2014

Joyo, Sahabat Yang Setia.






Jaman dahulu kala,  hiduplah seorang raja yang mulia, yang sangat kaya raya namun merasa tidak berbahagia sebab dirinya tidak memiliki putera.
Siapakah yang akan duduk di singgasana bila dia telah meninggal?
Dia memutuskan akan meninggalkan istana bersama permaisuri untuk mencari orang yang bijaksana, yang dapat memberikan nasihat kepadanya apa yang harus dilakukannya.
Pada suatu malam secara diam-diam mereka berangkat melalui pintu belakang istana dengan berpakaian sederhana. Setelah beberapa waktu mereka masuk ke wilayah paling miskin di kerajaan.
Pada sebuah jalan kecil mereka melihat dibawah sebuah jendela dan seorang laki-laki tua kurus terbaring diatas tanah.
“Dapatkah aku melakukan sesuatu untukmu?” tanya raja.
“Oh, aku sedang sakit. Mungkin aku akan mati.” Sahut orang itu.
“Aku akan menolongmu, kawan.” Kata raja.
Dibantu oleh permaisuri, raja membawa orang sakit itu ke rumah terdekat. Raja mengetuk pintu dan ketika pintu itu terbuka, dia berkata, “Maaf, rawatlah laki-laki ini. Ini ada sejumlah uang untuk membeli obat.” Lalu raja menyerahkan dompetnya.
“Tunggu!” kata laki-laki tua itu. “Kau telah menolongku. Oleh karena itu kalian berdua boleh meminta sebuah permintaan dan hal itu akan terpenuhi.”
“Aku ingin seorang anak laki-laki.” Kata raja.
“Dan aku ingin seorang kawan, seorang kawan yang setia bagi anakku.” Kata permaisuri.
Tiba-tiba laki-laki tua itu menghilang dan mereka mendengar sebuah suara, “Pulanglah, raja yang mulia, kau akan mendapatkan apa yang kau minta.”
Setelah setahun, seorang anak laki-laki yang menyenangkan telah lahir. Namanya  Pura. Raja dan permaisuri sangat mencintai anak mereka. Dia tumbuh menjadi seorang anak muda yang tampan dan pintar.
Namun tak seorang pun memahami, mengapa putera mahkota tidak ingin mempunyai seorang teman.
Setiap hari dia mengendarai seekor kuda hitam atau bermain-main dengan seekor kucing hitam dan seekor kerbau putih yang mana ketiganya adalah binatang suci di kerajaan itu dan  tinggal di halaman istana. Tak seorang pun diijinkan mengganggu ketiga binatang itu dan setiap orang yang berani membunuh mereka akan dihukum sangat berat.
Ketika Pura berusia tujuhbelas tahun, raja memintanya untuk memilih seorang teman.
“Baiklah.” Jawab Pura. “Maukah ayah mengumpulkan seluruh anak muda dilapangan besok dan aku akan melakukan apa yang ayah katakan.”
Pagi berikutnya pangeran mahkota berdiri diatas sebuah meja dan setiap orang harus lewat dihadapannya sehingga sang pangeran dapat melihat mereka.
Setelah seminggu setiap orang mendapatkan kesempatan namun pangeran mahkota belum memilih juga.
“Tanyakanlah, siapakah yang masih tinggal didalam rumah.” Perintah raja.
Seorang wanita tua mendekatinya dan berkata, “Anak laki-lakiku tinggal didalam rumah sebab dia memiliki penyakit kulit.”
“Bawa dia kemari!” perintah raja.
Ketika anak muda yang sakit itu datang, setiap orang merasa takut sebab penyakitnya nampaknya menular.
“Itulah temanku!” teriak putera mahkota. “Siapakah namamu? Maukah kau menjadi temanku?”
“Tentu saja jika kau mau berteman denganku.” Jawab anak muda itu. “Nama saya adalah Joyo.”
Sejak saat itu Joyo, yang juga berusia tujuhbelas tahun, tinggal di istana. Mereka makan dan tidur bersama-sama.
Suatu pagi Pura meminta Joyo untuk mandi pada sebuah danau diluar istana.
Ketika Joyo melompat kedalam air, Pura mengikutinya. Namun dia sangat terkejut ketika Joyo tiba-tiba berubah menjadi seorang anak muda yang tampan tanpa luka-luka dikulitnya. Mereka pulang ke istana. Raja serta permaisuri sangat gembira.
Ketika Pura telah berusia sembilan belas tahun, dia meminta ijin kepada ayahnya untuk melakukan perjalanan panjang dengan Joyo.
“Aku ingin melihat negara asing dan orang-orang asing.” Kata Pura.
Pada mulanya kedua orang tuanya tidak setuju dengan rencana itu namun ketika Pura berjanji akan kembali setelah tiga tahun barulah raja dan permaisuri memberikan ijin kepada mereka berdua.
Sebelum berangkat meninggalkan kerajaan kedua sahabat itu ingin mandi di danau suci. Ketika Joyo sedang menyelam kedalam air, dia mendengar sebuah suara, “Joyo, minumlah beberapa teguk air. Air itu akan membuatmu kuat dan kebal. Kau akan dapat menjaga Pura. Namun jangan ceritakan kepada siapapun apa yang terjadi sebab kau akan berubah menjadi batu apabila kau melakukan hal itu.”
Joyo sangat terkejut namun dia melakukan apa yang diucapkan suara itu.
Setelah setengah tahun perjalanan, mereka tiba disebuah negara asing. Mereka melihat di pasar sebuah patung gadis cantik.
“Siapakah dia?” Mereka bertanya pada seseorang yang lewat.
“Oh, kalian  orang asing rupanya sebab kalian  tidak tahu siapakah gadis itu. Dia adalah puteri mahkota. Setiap orang yang dapat memetik kelapa di halaman istana akan menikah dengannya. Pada ulang tahunnya yang ketujuh belas sebuah pohon kelapa jatuh dari langit dan pohon kelapa itu sekarang tumbuh di halaman istana. Pohon itu hanya memiliki satu buah kelapa. Patung ini adalah simbol tuan puteri. Namun hati-hatilah sebab disana ada seratus pangeran yang telah mencoba untuk memetik buah kelapa namun mereka semuanya telah gagal, kemudian menjadi sakit dan beberapa diantara mereka meninggal dunia.”
Joyo menawarkan kepada  Pura untuk memetikkan buah kelapa itu untuknya.
“Jangan khawatir,” kata Joyo. “Aku akan melakukan yang terbaik.”
Ketika Joyo  mendekati pohon dia melihat seratus hantu yang menjaga pohon. Dia langsung mengerti apa sebabnya sangat sukar untuk memetik kelapa. Namun ketika dia melangkah mendekat, hantu-hantu itu melarikan diri.
Setelah beberapa menit buah kelapa itu berhasil dipetik. Joyo menemui Pura dan berkata, “Pura, sahabatku, pergilah kepada raja dan serahkan kelapa ini. Kau dapat mengawini puteri mahkota. Ini akan menjadi saat pertama bagi saya untuk membalas budi sebab saya sangat berterima kasih atas kebaikanmu mengangkat saya sebagai saudaramu.”
Pura dan Joyo memohon agar bisa menghadap raja dan ketika Pura menyerahkan buah kelapa itu, raja memerintahkan untuk mempersiapkan sebuah pesta besar perkawinan tuan puteri.
Dua tahun kemudian seorang pangeran lahir. Pura dan Joyo sangat bahagia, namun suatu hari Joyo mengingatkan sahabatnya pada janjinya untuk kembali kerumah setelah tiga tahun.
Puteri, pangeran kecil, Pura dan Joyo pamitan kepada raja dan permaisuri akan pulang kembali ke kerajaan mereka.
Pada suatu malam ketika mereka semua sedang tidur, Joyo terbangun oleh sebuah suara. “Joyo! Joyo! Sahabatmu, isterinya dan puteranya sedang dalam bahaya. Hantu-hantu buah kelapa, sekarang berada di istana sahabatmu dan ketiga binatang suci kerasukan hantu. Mereka akan membunuh sahabatmu, tuan puteri dan pangeran kecil jika mereka tiba di istana. Pergilah sebelum temanmu terbangun. Bunuhlah ketiga binatang itu meskipun hal itu merupakan larangan, tetapi kau akan segera digantung akibat pelanggaran ini. Bagaimanapun hal ini satu-satunya cara untuk melindungi sahabatmu.”
Joyo melompat ke punggung kudanya dan memacunya secepat angin.
Ketika Pura terbangun pagi harinya, Joyo sudah pergi. Pura tidak mengerti apa sebabnya, dia menjadi sangat sedih namun mereka melanjutkan kembali perjalanan.
Pada saat itu Joyo memasuki halaman istana dan tanpa berbicara dia mengeluarkan keris dan membunuh ketiga binatang itu.
Raja dan permaisuri serta semua orang merasa heran. Mereka semuanya takut kalau negara akan ditimpa bencana. Mereka memasukan Joyo kedalam penjara dan raja memerintahkan orang durhaka itu dihukum gantung.
Ketika Pura memasuki ibukota kerajaan, setiap orang merasa  sangat bahagia. Raja dan permaisuri menyambut kedatangan anak mereka, menantu dan pangeran kecil.
Namun di lapangan Pura melihat persiapan untuk hukuman mati.
“Siapakah yang akan digantung?” tanya Pura.
“Joyo, sahabatmu.” Jawab orang itu dan seseorang bercerita kepada Pura apa yang telah terjadi.
“Oh Joyo, sahabatku!” teriak Pura.
Dia berlutut dan memohonkan ampun untuk sahabatnya itu namun raja berkata, “Ini adalah peraturan kerajaan kita. Siapapun yang membunuh seekor binatang akan dihukum.”
Pada saat itu Joyo berdiri siap untuk mendapatkan hukuman. Pura memohon maaf kepadanya karena dia tidak dapat menolongnya dan memintanya untuk menceritakan kepadanya alasan dari perbuatannya. Dia merangkul sahabatnya dan menangis. “Joyo, sahabatku. Aku akan  menemanimu apabila kau tidak menceritakan kepadaku apa sebabnya.”
Joyo menceritakan  kepada Pura apa yang telah terjadi, juga tentang suara di danau. Namun tiba-tiba Joyo  berubah menjadi patung.
Sekarang Pura mengerti betapa setianya Joyo. Pura merasa sangat sedih dan tak seorang pun dapat menghiburnya, baik raja maupun permaisuri.
Pada suatu malam Pura tidak dapat tidur sebab dia selalu teringat kepada sahabatnya yang sekarang telah menjadi batu di lapangan.
Tiba-tiba sebuah suara memanggilnya, “Pura, jika kau sangat mencintai sahabatmu, pergilah kepadanya di lapangan bersama anakmu dan bunuhlah anakmu dipangkuan sahabatmu. Lalu dia akan berubah menjadi manusia kembali.”
Sangat sukar bagi Pura untuk memutuskan namun kemudian dia membuat sebuah keputusan. “Aku akan menyerahkan anakku sebab sahabatku telah menyelamatkan kami semua.” Lalu Pura membawa puteranya  yang sedang tertidur lelap ke lapangan.
Disana berdiri patung Joyo, tidak bergerak.
“Ini aku, sahabatku.” Kata Pura. “Aku telah datang kesini untuk menyerahkan puteraku sehingga kau akan menjadi manusia kembali.”
Sambil berkata begitu, dia meletakan bayi yang sedang tertidur lelap itu dipangkuan patung dan mengangkat tangannya untuk menikam anaknya, namun tiba-tiba tangannya ditangkap oleh Joyo yang telah menjadi manusia kembali.
Sambil menangis kedua sahabat itu saling berpelukan, mereka merasa sangat bahagia. Tiba-tiba mereka mendengar sebuah suara, “Pura, Joyo! Kalian telah diuji namun kalian berdua telah lulus ujian. Selalulah setia dan hiduplah dengan damai.”


--- 0 ---


Dari Buku Cerita Anak-Anak Jaman Dulu






Tidak ada komentar:

Posting Komentar