Miranda
melihat langit yang gelap. Ah, pasti sebentar lagi hujan akan turun, pikirnya.
Miranda tengah bekerja digudang kecil dibelakang rumahnya. Gudang itu
berantakan. Hujan angin yang kencang beberapa hari lalu telah memporakporandakan
gudang dibelakang rumahnya dan beberapa rumah penduduk. Beruntung gubuknya
masih bisa bertahan tidak hancur disapu angin kencang.
“Miranda!Miranda!”
terdengar suara seseorang memanggilnya. Tak lama kemudian seorang gadis masuk
kedalam gudang. Rosa, adalah tetangganya. Mereka berdua sama-sama anak petani.
“Miranda,
langit sangat gelap, aku khawatir hujan dengan angin yang kencang akan datang
lagi. Aku khawatir dengan gubukku yang sudah tua akan rubuh diterjang angin
kencang.” Kata Rosa.
“Rosa,
berdo’alah. Hanya ini yang bisa kita lakukan.” Sahut Miranda. “Kau lihat
sendiri, gudang ini sudah hancur. Aku sendiri khawatir dengan keadaan gubukku
yang sudah tua. Namun aku hanya bisa berdoa semoga gubukku selamat dari
terjangan angin topan.”
Rosa
membantu Miranda membereskan gudangnya. Tiba-tiba Rosa berseru.
“Miranda!
Lihatlah, aku menemukan sebuah karung. Penuh dengan biji-biji kopi.”
Miranda
menghampiri Rosa. Dia membuka karung itu yang penuh berisi biji kopi.
“Ah,
aku tidak tahu bila di gudang ini masih ada sesuatu yang berharga yang
tersimpan.” Ucap Miranda dengan penuh harap.
Rosa
menatap Miranda. “Apa yang akan kau lakukan dengan sekarung biji kopi ini?”
Miranda
tersenyum. “Aku akan menyemainya menjadi bibit kopi. Rosa, orangtuaku meninggalkan
sepetak kebun. Selama ini kebun itu terbengkalai tak terurus. Bila aku berhasil
menyemai benih-benih kopi itu menjadi bibit kopi, aku akan menanamnya.”
Rosa
kelihatan gembira sekali. “Kau betul, Miranda. Kau bisa menanam kopi. Selama
ini kau hanya kerja serabutan saja kesana kemari. Sekarang saatnya engkau
bekerja dikebun milikmu sendiri.”
Miranda
menatap Rosa. “Rosa, aku pasti tidak akan bisa mengerjakan sendiri rencanaku
ini. Aku membutuhkan bantuanmu. Maukan engkau bekerja denganku?”
“Tentu
saja, Miranda. Aku akan senang sekali bila aku bisa bekerja membantumu.” Sahut
Rosa.
“Rosa,
kau tidak bekerja begitu saja tentu saja.” Ucap Miranda. “Kau lihat kopi ini
ada sekarung. Dari sekarung kopi ini kita bisa mendapatkan bibit kopi yang
cukup banyak. Sebagian akan kita tanam dikebunku dan sebagian lagi akan kita
tanam dikebunmu. Dengan demikian kita berdua bekerja sama.”
Rosa
mengangguk setuju. “Aku gembira sekali mendengarnya, Miranda. Kau tahu sendiri
selama ini kehidupanku sangat susah. Aku harus bekerja keras sepanjang hari
agar dapat bisa makan. Bila usaha kita bertanam kopi berhasil, siapa tahu
kehidupan kita akan berubah.”
“Ya,
Rosa. Mulai besok kita akan mulai bekerja.”
Esok
harinya kedua gadis itu mulai bekerja. Mereka memilih biji-biji kopi yang masih
bagus dan membuang biji-biji kopi yang rusak. Lalu biji-biji kopi itu mulai
disiangi dan dijadikan bibit. Berminggu-mingu kedua gadis itu bekerja. Setelah
bibit itu tumbuh dengan baik, mereka memindahkannya dan menanamnya di kebun
mereka. Sambil menunggu kebun kopi mereka berbuah, Miranda terpikir untuk
membuka warung kopi didepan gubuknya. Miranda dan Rosa bekerja keras. Ternyata
warung minum kopi mereka banyak yang menyukainya dan banyak yang mampir.
Miranda dan Rosa kini tak lagi bekerja serabutan untuk memenuhi kebutuhan hidup
mereka. Mereka sudah menjadi petani kopi dan penjual minuman kopi. Pertemanan
mereka berjalan sekian lamanya hingga akhirnya mereka masing-masing menikah dan
memiliki keluarga sendiri.
--- 0
---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar