Minggu, 05 Januari 2014

Miranda dan Kebun Kopi






Miranda melihat langit yang gelap. Ah, pasti sebentar lagi hujan akan turun, pikirnya. Miranda tengah bekerja digudang kecil dibelakang rumahnya. Gudang itu berantakan. Hujan angin yang kencang beberapa hari lalu telah memporakporandakan gudang dibelakang rumahnya dan beberapa rumah penduduk. Beruntung gubuknya masih bisa bertahan tidak hancur disapu angin kencang.
“Miranda!Miranda!” terdengar suara seseorang memanggilnya. Tak lama kemudian seorang gadis masuk kedalam gudang. Rosa, adalah tetangganya. Mereka berdua sama-sama anak petani.
“Miranda, langit sangat gelap, aku khawatir hujan dengan angin yang kencang akan datang lagi. Aku khawatir dengan gubukku yang sudah tua akan rubuh diterjang angin kencang.” Kata Rosa.
“Rosa, berdo’alah. Hanya ini yang bisa kita lakukan.” Sahut Miranda. “Kau lihat sendiri, gudang ini sudah hancur. Aku sendiri khawatir dengan keadaan gubukku yang sudah tua. Namun aku hanya bisa berdoa semoga gubukku selamat dari terjangan angin topan.”
Rosa membantu Miranda membereskan gudangnya. Tiba-tiba Rosa berseru.
“Miranda! Lihatlah, aku menemukan sebuah karung. Penuh dengan biji-biji kopi.”
Miranda menghampiri Rosa. Dia membuka karung itu yang penuh berisi biji kopi.
“Ah, aku tidak tahu bila di gudang ini masih ada sesuatu yang berharga yang tersimpan.” Ucap Miranda dengan penuh harap.
Rosa menatap Miranda. “Apa yang akan kau lakukan dengan sekarung biji kopi ini?”
Miranda tersenyum. “Aku akan menyemainya menjadi bibit kopi. Rosa, orangtuaku meninggalkan sepetak kebun. Selama ini kebun itu terbengkalai tak terurus. Bila aku berhasil menyemai benih-benih kopi itu menjadi bibit kopi, aku akan menanamnya.”
Rosa kelihatan gembira sekali. “Kau betul, Miranda. Kau bisa menanam kopi. Selama ini kau hanya kerja serabutan saja kesana kemari. Sekarang saatnya engkau bekerja dikebun milikmu sendiri.”
Miranda menatap Rosa. “Rosa, aku pasti tidak akan bisa mengerjakan sendiri rencanaku ini. Aku membutuhkan bantuanmu. Maukan engkau bekerja denganku?”
“Tentu saja, Miranda. Aku akan senang sekali bila aku bisa bekerja membantumu.” Sahut Rosa.
“Rosa, kau tidak bekerja begitu saja tentu saja.” Ucap Miranda. “Kau lihat kopi ini ada sekarung. Dari sekarung kopi ini kita bisa mendapatkan bibit kopi yang cukup banyak. Sebagian akan kita tanam dikebunku dan sebagian lagi akan kita tanam dikebunmu. Dengan demikian kita berdua bekerja sama.”
Rosa mengangguk setuju. “Aku gembira sekali mendengarnya, Miranda. Kau tahu sendiri selama ini kehidupanku sangat susah. Aku harus bekerja keras sepanjang hari agar dapat bisa makan. Bila usaha kita bertanam kopi berhasil, siapa tahu kehidupan kita akan berubah.”
“Ya, Rosa. Mulai besok kita akan mulai bekerja.”
Esok harinya kedua gadis itu mulai bekerja. Mereka memilih biji-biji kopi yang masih bagus dan membuang biji-biji kopi yang rusak. Lalu biji-biji kopi itu mulai disiangi dan dijadikan bibit. Berminggu-mingu kedua gadis itu bekerja. Setelah bibit itu tumbuh dengan baik, mereka memindahkannya dan menanamnya di kebun mereka. Sambil menunggu kebun kopi mereka berbuah, Miranda terpikir untuk membuka warung kopi didepan gubuknya. Miranda dan Rosa bekerja keras. Ternyata warung minum kopi mereka banyak yang menyukainya dan banyak yang mampir. Miranda dan Rosa kini tak lagi bekerja serabutan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Mereka sudah menjadi petani kopi dan penjual minuman kopi. Pertemanan mereka berjalan sekian lamanya hingga akhirnya mereka masing-masing menikah dan memiliki keluarga sendiri.

--- 0 ---

Tidak ada komentar:

Posting Komentar