Pangeran Roma baru kembali ke istana setelah berkelana selama setahun
lamanya. Ayahnya menyuruhnya segera pulang
untuk mempersiapkan rencana pernikahannya dengan puteri Hera. Pangeran
Roma sudah lama dijodohkan dengan puteri Hera namun pangeran Roma tidak
menyukai gadis pilihan orangtuanya. Namun walaupun dia tidak mencintai puteri
Hera, dia tidak berani menolak karena
tidak ingin mengecewakan ayah dan ibunya.
Pagi itu pangeran Roma baru bangun dari tidurnya. Dia membuka jendela
kamarnya. Sinar mentari yang hangat menyinari
kamar tidurnya. Pangeran Roma melihat ke taman istana. Matanya melihat seorang gadis tengah asyik
menyiram bunga ditaman. Gadis itu mengenakan gaun panjang yang sederhana.
Rambutnya yang hitam bergelombang diikat menjadi satu dengan sebuah pita
berwarna hijau. Wajahnya cantik sekali. Pangeran Roma tertegun. Baru sekarang
dia melihat gadis itu. Pada saat itu Messy, pelayan istana masuk kekamarnya
dengan membawa baki berisi sarapan pagi untuk pangeran Roma.
“Siapakah gadis yang tengah menyiram
bunga itu?” tanya pangeran Roma pada Messy. Matanya seakan tak berkedip
menyaksikan gadis cantik itu yang tengah
asyik menyiram bunga sambil bersenandung lembut dan tidak menyadari dirinya
tengah diperhatikan oleh pangeran Roma.
Messy melihat keluar. “Namanya Miranda, tuan.” Katanya.
“Gadis itu cantik sekali. Aku baru sekarang melihatnya. Apakah dia
pelayan istana?”
“Ya, tuan. Dia baru sebulan bekerja di istana. dia mendapat tugas
menyiram bunga di taman.”
“Suaranya sepertinya merdu sekali. Aku bisa mendengarkan senandungnya.”
“Ya, tuan. Suaranya merdu sekali. Tapi sayang, kedua matanya buta.”
“Apa? Buta?” tanya sang pangeran Roma terkejut.
“Ya, tuan. Dia buta sejak kecil.”
“Tapi dia sangat cekatan sekali mengurus bunga-bunga ditaman. Dia tidak
kelihatan seperti orang buta.”
“Ya, tuan. Dia memang rajin dan
cekatan. Dan dia sudah terbiasa sejak kecil mengurus bunga. Ayahnya dulu adalah
tukang bunga yang sering mendapat tugas untuk menghias istana dengan
bunga-bunga bila ada pesta-pesta atau perayaan-perayaan di istana.” kata Messy.
Ketika pangeran Roma tidak bicara lagi, bergegas Messy keluar kamar dan menutup
pintu kamar.
Pangeran Roma lalu keluar dan menuju taman istana. Beberapa saat dia berdiri
dibelakang gadis itu. Seakan menyadari ada seseorang dibelakangnya, Miranda
menoleh. Matanya seakan menatap sang pangeran. Namun pangeran tahu Miranda
tidak bisa melihatnya.
“Selamat pagi, Miranda.” Sapa pangeran Roma lembut.
“Selamat pagi, tuan.” Sahut Miranda. Dia tersenyum simpul. Cantik sekali. Sang pangeran merasa
senang melihat senyuman Miranda yang tulus dan lembut.
“Kau tahu, siapakah aku ini?” tanya sang pangeran.
“Tidak, tuan. Saya tidak bisa melihat.” Sahut Miranda jujur.
“Kau bisa menebak siapakah aku ini?”
“Tidak. Tapi aku akan mencoba
menebak. Apakah tuan tinggal di istana ini?” tanya Miranda.
“Ya.” Sahut pangeran Roma sambil tersenyum.
“Apakah tuan salah seorang pegawai di istana ini?”
“Tidak.”
“Apakah tuan masih ada hubungan kerabat dengan pihak istana?”
“Ya.”
Mendadak Miranda mundur dengan wajah ketakutan. “Oh, tuan. Maafkan
hamba. Tolong jangan ganggu hamba. Hamba sedang bekerja. Bila tuan mengajak hamba
bercakap-cakap dan ketahuan oleh kepala
pegawai istana, saya pasti dipecat.”
“Tidak, Miranda. Kau tak usah takut. Aku tidak akan mengganggumu dan tak
akan ada orang yang bisa memecatmu.” Ucap pangeran Roma menenangkan Miranda
yang ketakutan.
“Oh tuan, jangan sok berani. Tuan
belum tahu bagaimana galaknya kepala pegawai istana kepada pegawai yang
melanggar aturan.”
“Mirandai, bagaimanapun galaknya kepala pegawai istana, dia tidak akan
berani memecatmu karena kau sedang bercakap-cakap dengan pangeran Roma. Aku
nanti akan menghukum kepala pegawai
istana itu bila dia berani memecatmu.”
“Apa? Pangeran Roma?” Mendadak wajah Miranda bersemu merah. Dia sudah
mendengar nama pangeran Roma. Akhirnya dia bisa mengetahui dengan siapa dia
berbicara. Karena matanya buta, dia
tidak bisa mengetahui dengan siapa dia bicara. Siasatnya berhasil. “Untuk apa tuan menemui
saya dan mengajak saya bercakap-cakap?”
“Miranda, kau bekerja cekatan sekali. Aku baru kali ini melihatmu. Tadi
aku memperhatikanmu tengah menyiram bunga. Aku senang melihatmu berada
dilingkungan istanaku.”
“Benarkah, tuan?” tanya Miranda dengan wajah senang.
“Ya.” Sahut pangeran sambil tersenyum.
Sejak saat itu hampir setiap hari Miranda bertemu dengan pangeran Roma.
Pangeran Roma selalu menemui Miranda setiap kali Miranda tengah menyiram bunga.
Miranda merasa senang sekali karena
pangeran Roma sangat baik kepadanya. Karena hampir setiap hari bertemu,
akhirnya Miranda jatuh cinta pada sang pangeran. Namun
perasaan cintanya itu dipendamnya baik-baik. Dia menyadari dirinya hanyalah
seorang pelayan istana dan kedua matanya buta. Tidak mungkin pangeran jatuh
cinta kepadanya.
Suatu hari Miranda menyiram bunga dengan perasaan sedih. Sudah seminggu
pangeran Roma tidak pernah menemuinya lagi ditaman. Tadi pagi dia mendengar
percakapan antara pelayan bahwa tidak lama lagi pangeran Roma akan melangsungkan
pernikahannya dengan puteri Hera. Oh, bukan main terkejut dan sedihnya perasaan
Miranda. Ternyata selama ini cintanya bertepuk sebelah tangan saja kepada
pangeran Roma. Pangeran Roma sudah akan menikah dengan wanita lain, seorang
puteri yang pastinya serasi sebagai pendamping pangeran Roma.
Miranda merasa sedih sekali. Akhirnya dia memutuskan pergi dari istana
tanpa pamit pada siapapun. Dia lari kedalam hutan dan menangis dengan perasaan
sedih. Selama ini hidupnya seakan selalu menderita. Dia tidak bisa melihat
apapun yang kata orang sangat indah. Dia tidak bisa melihat matahari meskipun
dia dapat merasakan hangatnya sinar mentari. Dia tidak bisa melihat keindahan
bunga-bunga yang disiramnya setiap hari meskipun tangannya bisa meraba
kelembutan bunga-bunga itu.
Ketika tengah menangis, mendadak sebuah suara menyapanya lembut.
“Miranda, janganlah menangis.
Apakah yang membuatmu bersedih seperti itu?”
Miranda mengangkat wajahnya. “Siapakah engkau?”
“Aku adalah peri hutan ini, Miranda. Janganlah takut, aku akan
menolongmu.”
Miranda menceritakan kesedihannya. Peri itu merasa iba mendengar cerita
Miranda.
“Miranda, didepanmu ada sebuah telaga. Basuhlah wajahmu dengan air
telaga itu.”
Miranda mengikuti perintah peri itu. Dia berjalan kedepan. Lalu
berjongkok. Benar saja, tangannya menyentuh air yang sejuk dan dingin dari
sebuah telaga. Dia segera membasuh wajahnya dengan air telaga itu. Mendadak dia
bisa melihat keadaan disekelilingnya. Juga peri hutan yang baik hati itu yang
tengah tersenyum melihatnya.
“Aku bisa melihat. Aku bisa melihat.” Ucap Miranda gembira.
Peri itu tersenyum. “Ya, Miranda. Sekarang kau bisa melihat. Penglihatan
itu sebagai hadiah karena kesabaran dan ketabahanmu dalam menjalani hidupmu.
Selamat tinggal Miranda, semoga engkau mendapatkan kebahagiaan.” Peri itu lalu
pergi.
Miranda segera mencari jalan keluar dari dalam hutan itu. Ketika tengah
berjalan, mendadak dia mendengar suara
derap kuda. Tidak lama kemudian seorang penunggang kuda tiba dihadapannya. Ternyata pangeran Roma yang datang.
“Miranda, mengapa engkau pergi dari istana? Aku mencarimu kesana kemari.
Ternyata engkau ada disini.” Kata pangeran Roma yang kelihatan gembira ketika
melihat Miranda.
Miranda hanya diam. Dia menatap wajah pangeran Roma. Perasaannya kembali
sedih. Ketika matanya masih buta dia sudah jatuh cinta pada pangeran Roma.
Apalagi sekarang setelah dia bisa melihat. Pangeran Roma ternyata sangat tampan
sekali.
Pangeran Roma turun dari kudanya dan memegang kedua tangan Miranda.
“Miranda, aku tidak jadi menikah dengan puteri Hera.” Kata pangeran
Roma. “Aku mencintaimu, Miranda. Walaupun ayah dan ibu semula kecewa dengan
batalnya pernikahanku dengan Hera, namun akhirnya ayah dan ibu menghormati
pilihanku. Aku hanya ingin menikah denganmu.”
“Apakah engkau tidak malu dengan keadaan mataku yang buta?” tanya
Miranda lirih.
“Tidak, Miranda. Aku mencintaimu dengan setulus hati. Aku ingin menikah
denganmu.”
Miranda merasa terharu mendengar ucapan pangeran Roma. Ternyata cintanya
tidak bertepuk sebelah tangan. Ternyata pangeran Roma pun mencintainya seperti
dirinya mencintai pangeran Roma. Bukan main bahagianya perasaan Miranda. “Pangeran, aku sekarang bisa melihat.”
Miranda menceritakan pertemuannya dengan Peri tadi di hutan.
“Benarkah? Coba tebak, aku sekarang memakai baju apa?” tanya pangeran
Roma.
Miranda tersenyum memperhatikan baju pangeran Roma. “Bajumu warnanya cokelat.”
“Dan sepatuku berwana apa?” pangeran Roma menguji lagi.
“Hitam.” Sahut Miranda.
“Kudaku bulunya berwarna apa?”
“Putih.”
“Oh Miranda, engkau benar-benar bisa melihat. Aku sangat senang sekali.”
Ucap pangeran Roma gembira.
Pangeran Roma lalu mengajak Miranda pulang ke istana. Tidak lama
kemudian dilangsungkan pernikahan pangeran Roma dengan Miranda. Keduanya hidup
bahagia dan saling mencintai.
---
0 ---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar