Senin, 09 Juli 2018

Miranda dan Pangeran Roma






Pangeran Roma baru kembali ke istana setelah berkelana selama setahun lamanya. Ayahnya menyuruhnya segera pulang  untuk mempersiapkan rencana pernikahannya dengan puteri Hera. Pangeran Roma sudah lama dijodohkan dengan puteri Hera namun pangeran Roma tidak menyukai gadis pilihan orangtuanya. Namun walaupun dia tidak mencintai puteri Hera,  dia tidak berani menolak karena tidak ingin mengecewakan ayah dan ibunya.
Pagi itu pangeran Roma baru bangun dari tidurnya. Dia membuka jendela kamarnya. Sinar mentari yang hangat  menyinari kamar tidurnya. Pangeran Roma melihat ke taman istana.  Matanya melihat seorang gadis tengah asyik menyiram bunga ditaman. Gadis itu mengenakan gaun panjang yang sederhana. Rambutnya yang hitam bergelombang diikat menjadi satu dengan sebuah pita berwarna hijau. Wajahnya cantik sekali. Pangeran Roma tertegun. Baru sekarang dia melihat gadis itu. Pada saat itu Messy, pelayan istana masuk kekamarnya dengan membawa baki berisi sarapan pagi untuk pangeran Roma.
“Siapakah gadis yang tengah  menyiram  bunga itu?” tanya pangeran Roma pada Messy. Matanya seakan tak berkedip menyaksikan gadis cantik  itu yang tengah asyik menyiram bunga sambil bersenandung lembut dan tidak menyadari dirinya tengah diperhatikan oleh pangeran Roma.
Messy melihat keluar. “Namanya Miranda, tuan.” Katanya.
“Gadis itu cantik sekali. Aku baru sekarang melihatnya. Apakah dia pelayan istana?”
“Ya, tuan. Dia baru sebulan bekerja di istana. dia mendapat tugas menyiram bunga di taman.”
“Suaranya sepertinya merdu sekali. Aku bisa mendengarkan senandungnya.”
“Ya, tuan. Suaranya merdu sekali. Tapi sayang, kedua matanya buta.”
“Apa? Buta?” tanya sang pangeran Roma terkejut.
“Ya, tuan. Dia buta sejak kecil.”
“Tapi dia sangat cekatan sekali mengurus bunga-bunga ditaman. Dia tidak kelihatan seperti orang buta.”
“Ya, tuan. Dia  memang rajin dan cekatan. Dan dia sudah terbiasa sejak kecil mengurus bunga. Ayahnya dulu adalah tukang bunga yang sering mendapat tugas untuk menghias istana dengan bunga-bunga bila ada pesta-pesta atau perayaan-perayaan di istana.” kata Messy. Ketika pangeran Roma tidak bicara lagi, bergegas Messy keluar kamar dan menutup pintu kamar.
Pangeran Roma lalu keluar dan menuju  taman istana. Beberapa saat dia berdiri dibelakang gadis itu. Seakan menyadari ada seseorang dibelakangnya, Miranda menoleh. Matanya seakan menatap sang pangeran. Namun pangeran tahu Miranda tidak bisa melihatnya.
“Selamat pagi, Miranda.” Sapa pangeran Roma lembut.
“Selamat pagi, tuan.” Sahut Miranda. Dia tersenyum  simpul. Cantik sekali. Sang pangeran merasa senang melihat senyuman Miranda yang tulus dan lembut.
“Kau tahu, siapakah aku ini?” tanya sang pangeran.
“Tidak, tuan. Saya tidak bisa melihat.” Sahut Miranda jujur.
“Kau bisa menebak siapakah aku ini?”
“Tidak.  Tapi aku akan mencoba menebak. Apakah tuan tinggal di istana ini?” tanya Miranda.
“Ya.” Sahut pangeran Roma sambil tersenyum.
“Apakah tuan salah seorang pegawai di istana ini?”
“Tidak.”
“Apakah tuan masih ada hubungan kerabat dengan pihak istana?”
“Ya.”
Mendadak Miranda mundur dengan wajah ketakutan. “Oh, tuan. Maafkan hamba. Tolong jangan ganggu hamba. Hamba sedang bekerja. Bila tuan mengajak hamba  bercakap-cakap dan ketahuan oleh kepala pegawai istana, saya pasti  dipecat.”
“Tidak, Miranda. Kau tak usah takut. Aku tidak akan mengganggumu dan tak akan ada orang yang bisa memecatmu.” Ucap pangeran Roma menenangkan Miranda yang ketakutan.
“Oh tuan,  jangan sok berani. Tuan belum tahu bagaimana galaknya kepala pegawai istana kepada pegawai yang melanggar aturan.”
“Mirandai, bagaimanapun galaknya kepala pegawai istana, dia tidak akan berani memecatmu karena kau sedang bercakap-cakap dengan pangeran Roma. Aku nanti akan menghukum  kepala pegawai istana itu bila dia berani memecatmu.”
“Apa? Pangeran Roma?” Mendadak wajah Miranda bersemu merah. Dia sudah mendengar nama pangeran Roma. Akhirnya dia bisa mengetahui dengan siapa dia berbicara.  Karena matanya buta, dia tidak bisa mengetahui dengan siapa dia bicara.  Siasatnya berhasil. “Untuk apa tuan menemui saya dan mengajak saya bercakap-cakap?”
“Miranda, kau bekerja cekatan sekali. Aku baru kali ini melihatmu. Tadi aku memperhatikanmu tengah menyiram bunga. Aku senang melihatmu berada dilingkungan istanaku.”
“Benarkah, tuan?” tanya Miranda dengan wajah senang.
“Ya.” Sahut pangeran sambil tersenyum.
Sejak saat itu hampir setiap hari Miranda bertemu dengan pangeran Roma. Pangeran Roma selalu menemui Miranda setiap kali Miranda tengah menyiram bunga.  Miranda merasa senang sekali karena pangeran Roma sangat baik kepadanya. Karena hampir setiap hari bertemu, akhirnya  Miranda  jatuh cinta pada sang pangeran. Namun perasaan cintanya itu dipendamnya baik-baik. Dia menyadari dirinya hanyalah seorang pelayan istana dan kedua matanya buta. Tidak mungkin pangeran jatuh cinta kepadanya.
Suatu hari Miranda menyiram bunga dengan perasaan sedih. Sudah seminggu pangeran Roma tidak pernah menemuinya lagi ditaman. Tadi pagi dia mendengar percakapan antara pelayan bahwa tidak lama lagi pangeran Roma akan melangsungkan pernikahannya dengan puteri Hera. Oh, bukan main terkejut dan sedihnya perasaan Miranda. Ternyata selama ini cintanya bertepuk sebelah tangan saja kepada pangeran Roma. Pangeran Roma sudah akan menikah dengan wanita lain, seorang puteri yang pastinya serasi sebagai pendamping pangeran Roma.
Miranda merasa sedih sekali. Akhirnya dia memutuskan pergi dari istana tanpa pamit pada siapapun. Dia lari kedalam hutan dan menangis dengan perasaan sedih. Selama ini hidupnya seakan selalu menderita. Dia tidak bisa melihat apapun yang kata orang sangat indah. Dia tidak bisa melihat matahari meskipun dia dapat merasakan hangatnya sinar mentari. Dia tidak bisa melihat keindahan bunga-bunga yang disiramnya setiap hari meskipun tangannya bisa meraba kelembutan bunga-bunga itu.
Ketika tengah menangis, mendadak sebuah suara menyapanya lembut.
“Miranda, janganlah menangis.  Apakah yang membuatmu bersedih seperti itu?”
Miranda mengangkat wajahnya. “Siapakah engkau?”
“Aku adalah peri hutan ini, Miranda. Janganlah takut, aku akan menolongmu.”
Miranda menceritakan kesedihannya. Peri itu merasa iba mendengar cerita Miranda.
“Miranda, didepanmu ada sebuah telaga. Basuhlah wajahmu dengan air telaga itu.”
Miranda mengikuti perintah peri itu. Dia berjalan kedepan. Lalu berjongkok. Benar saja, tangannya menyentuh air yang sejuk dan dingin dari sebuah telaga. Dia segera membasuh wajahnya dengan air telaga itu. Mendadak dia bisa melihat keadaan disekelilingnya. Juga peri hutan yang baik hati itu yang tengah tersenyum melihatnya.
“Aku bisa melihat. Aku bisa melihat.” Ucap Miranda gembira.
Peri itu tersenyum. “Ya, Miranda. Sekarang kau bisa melihat. Penglihatan itu sebagai hadiah karena kesabaran dan ketabahanmu dalam menjalani hidupmu. Selamat tinggal Miranda, semoga engkau mendapatkan kebahagiaan.” Peri itu lalu pergi.
Miranda segera mencari jalan keluar dari dalam hutan itu. Ketika tengah berjalan, mendadak dia  mendengar suara derap kuda. Tidak lama kemudian seorang penunggang kuda tiba dihadapannya.  Ternyata pangeran Roma yang datang.
“Miranda, mengapa engkau pergi dari istana? Aku mencarimu kesana kemari. Ternyata engkau ada disini.” Kata pangeran Roma yang kelihatan gembira ketika melihat Miranda.
Miranda hanya diam. Dia menatap wajah pangeran Roma. Perasaannya kembali sedih. Ketika matanya masih buta dia sudah jatuh cinta pada pangeran Roma. Apalagi sekarang setelah dia bisa melihat. Pangeran Roma ternyata sangat tampan sekali.
Pangeran Roma turun dari kudanya dan memegang kedua tangan Miranda.
“Miranda, aku tidak jadi menikah dengan puteri Hera.” Kata pangeran Roma. “Aku mencintaimu, Miranda. Walaupun ayah dan ibu semula kecewa dengan batalnya pernikahanku dengan Hera, namun akhirnya ayah dan ibu menghormati pilihanku. Aku hanya ingin menikah denganmu.”
“Apakah engkau tidak malu dengan keadaan mataku yang buta?” tanya Miranda lirih.
“Tidak, Miranda. Aku mencintaimu dengan setulus hati. Aku ingin menikah denganmu.”
Miranda merasa terharu mendengar ucapan pangeran Roma. Ternyata cintanya tidak bertepuk sebelah tangan. Ternyata pangeran Roma pun mencintainya seperti dirinya mencintai pangeran Roma. Bukan main bahagianya perasaan Miranda.  “Pangeran, aku sekarang bisa melihat.”
Miranda menceritakan pertemuannya dengan Peri tadi di hutan.
“Benarkah? Coba tebak, aku sekarang memakai baju apa?” tanya pangeran Roma.
Miranda tersenyum memperhatikan baju pangeran Roma. “Bajumu warnanya cokelat.”
“Dan sepatuku berwana apa?” pangeran Roma menguji lagi.
“Hitam.” Sahut Miranda.
“Kudaku bulunya berwarna apa?”
“Putih.”
“Oh Miranda, engkau benar-benar bisa melihat. Aku sangat senang sekali.” Ucap pangeran Roma gembira.
Pangeran Roma lalu mengajak Miranda pulang ke istana. Tidak lama kemudian dilangsungkan pernikahan pangeran Roma dengan Miranda. Keduanya hidup bahagia dan saling mencintai.
--- 0 ---

Tidak ada komentar:

Posting Komentar