Permaisuri raja sudah berbulan-bulan lamanya
menderita sakit. Kepalanya sering terasa pusing. Tubuhnya sering terasa lemas
tak bertenaga. Tabib-tabib istana sudah berusaha mengobati sang permaisuri
namun sakit permaisuri tak kunjung sembuh juga. Raja merasa sangat gundah
gulana. Raja sangat mencintai permaisuri dan merasa khawatir dengan kondisi
kesehatan istrinya itu. Raja memiliki seorang putera mahkota yang bernama
pangeran Andi yang akan segera dipersiapkan untuk menggantikan dirinya menjadi
raja. Namun sayangnya sang pangeran belum juga memiliki seorang istri yang akan
mendampinginya apabila kelak diangkat menjadi raja. Raja dan permaisuri sudah
sering mengingatkan pangeran Andi agar
segera memiliki istri namun rupanya pangeran Andi belum juga menemukan gadis
yang cocok dengannya.
Suatu hari permaisuri sangat ingin
berjalan-jalan keluar istana menghirup udara pegunungan.
“Mungkin aku tengah merasa jenuh dengan
keadaan di istana. Aku ingin berjalan-jalan keluar istana melihat pemandangan
diluar istana. Aku ingin berjalan-jalan ke pegunungan dan menghirup udara segar
pegunungan.” Kata permaisuri kepada raja.
Raja segera memerintahkan dua orang pengawal
dan dua orang dayang untuk menemani sang permaisuri berjalan-jalan.
Kereta kuda yang ditarik dua ekor kuda hitam
berpacu meninggalkan istana. Udara sangat cerah. Langit biru bersih. Sepanjang
perjalanan dengan tatapan sayu akibat sakit yang dideritanya, permaisuri
melayangkan tatapannya keluar jendela kereta. Kereta berpacu dengan cepat makin
lama semakin jauh meninggalkan istana. Pemandangan yang dilihat permaisuri
sepanjang jalan tak ada satupun yang menarik perhatiannya. Kereta kuda terus
berlari melintasi perkampungan, hutan, lembah dan perbukitan yang hijau. Ketika
telah tiba diperbukitan, sang permaisuri terlihat mulai tertarik dengan
pemandangan disekitar perbukitan yang hijau dan indah penuh bunga-bunga
beraneka warna yang tengah bermekaran. Rumput-rumput menghijau terhampar
bagaikan hamparan permadani yang luas sekali. Bunga-bunga beraneka jenis dan
warna menghiasi perbukitan, terlihat indah dengan warna-warnanya yang cerah
diantara hijaunya perbukitan dan sejuknya udara perbukitan.
Tatapan sang permaisuri tiba-tiba tertambat
pada sebuah pondok kayu yang berada dilereng bukit.
“Ah, pondok kepunyaan siapakah itu?” seru
permaisuri pada salah seorang dayangnya. “Pondok kayu yang sangat indah sekali.
Penuh dengan bunga-bunga indah yang bermekaran.”
“Ya, betul. Pondok yang indah sekali.” Ucap
salah seorang dayang yang ikut merasa tertarik melihat keindahan pondok kayu
itu.
Permaisuri meminta kusir menghentikan laju
kereta. Kereta berhenti. Tatapan mata permaisuri terlihat sangat senang melihat
pondok kayu itu yang penuh dengan bunga-bunga yang tengah bermekaran. Pondok
kayu itu terdiri dari dua tingkat. Ada beberapa jendela tinggi pada pondok kayu
itu. Pada masing-masing jendela, dibawahnya ditaruh pot-pot bunga berwarna-warni,
terlihat sangat indah sekali.
“Aku ingin tahu pondok milik siapakah itu.
Coba kita kesana.” Kata permaisuri.
Kereta kuda melaju lagi menaiki bukit dan tak
lama kemudian kereta kuda itu sudah tiba didepan pondok kayu itu. Permaisuri
keluar dari kereta kuda. Dia merasa senang melihat pondok kayu yang terlihat
asri dan terawat dengan baik. Pastinya pemiliknya sangat telaten merawat
pondoknya. Udara pegunungan yang sejuk dan segar membuat permaisuri merasa
tubuhnya terasa lebih segar. Dia memanggil Mirna, salah seorang dayangnya.
“Mirna, cobalah kau ketuk pintu pondok itu.
Siapakah pemiliknya. Apakah bisa aku menyewa pondok ini untuk beristirahat
selama beberapa hari? Aku merasa kerasan bila aku tinggal di pondok ini.” Ucap
permaisuri.
Mirna segera mengetuk pintu pondok itu. Tak
lama kemudian keluarlah seorang gadis yang cantik membukakan pintu pondok.
Rambutnya hitam panjang tebal dan dikepang menjadi satu dibelakang. Kulitnya
kuning langsat bersinar, terlihat sehat.
Pakaiannya sederhana seperti biasanya gadis desa pegunungan, berupa rok
panjang terbuat dari kain sederhana. Gadis cantik itu terlihat sangat keheranan melihat ada orang
asing yang mengetuk pintu pondoknya.
“Oh, darimanakah nyonya ini?” Tanya gadis
itu.
“Kami dari istana….” Kata Mirna. Namun belum
juga Mirna menyelesaikan ucapannya,
gadis itu sudah berjongkok dan member hormat dengan raut wajah ketakutan.
“Berdirilah.” Kata Mirna sambil tersenyum.
“Kami membawa ibunda permaisuri. Ibunda permaisuri merasa tertarik melihat pondok ini. Siapakah pemilik
pondok ini?”
“Hamba sendiri pemilik pondok ini, Nyonya.”
Sahut gadis itu.
“Baiklah. Siapakah namamu?”
“Melani, Nyonya.”
Mirna kembali lagi ke kereta menemui
permaisuri dan melaporkan sudah bertemu dengan pemilik pondok itu yang ternyata
pemiliknya adalah seorang gadis muda. Permaisuri berkenan turun dan menemui
gadis pemilik pondok itu.
“Oh, tuanku Yang Mulia. Maafkanlah hamba sama
sekali tidak tahu apabila tuanku berkenan singgah ke pondok hamba yang
sederhana ini.” Melani menekuk lututnya memberi hormat pada permaisuri raja
yang baru kali ini dilihatnya.
Permaisuri tersenyum lembut. Dia merasa
terkesan dengan kecantikan dan kesantunan gadis pegunungan itu.
“Bangunlah. Aku merasa tertarik melihat
pondokmu ini yang sangat cantik penuh dengan bunga-bunga yang sangat cantik.
Apakah boleh apabila aku tinggal dan menyewa pondokmu untuk beberapa hari?”
Tanya permaisuri.
“Tentu saja, Yang Mulia. Silahkan Yang Mulia
tinggal disini, tidak usah menyewa apabila Yang Mulia berkenan ingin tinggal
disini.” Kata Melani. “Mari masuk Yang Mulia. Namun hamba mohon maaf apabila
keadaan di pondok hamba ini segalanya teramat sangat sederhana.”
Permaisuri diiringi kedua dayangnya masuk
kedalam pondok itu. Melani segera menyajikan minuman teh hangat yang diberi
irisan jeruk dan gula. Rasa teh hangat itu asam manis. Dia pun menyajikan
beberapa buah roti lengkap dengan selai stroberi dan keju.
“Mari silahkan dinikmati makanan dan minuman
pedesaan ini, Yang Mulia.” Ucap Melani. Bukan hanya menyuguhi permaisuri,
Melani juga menyuguhi makanan dan minuman yang sama buat pengawal, dayang dan
kusir yang ikut duduk di pondok kayunya.
“Oh, kau gadis yang cekatan.” Kata permaisuri
sambil menikmati minuman. Ah, terasa segar sekali. Permaisuri meminum minumannya sampai habis. Terasa nikmat sekali.
Permaisuri merasa tubuhnya mendadak terasa sangat segar sekali. Lalu permaisuri
mengambil sepotong roti dan keju.
“Hem, roti ini sangat enak sekali. Lembut dan
harum. Dan keju ini rasanya enak sekali. Dimana kau membeli roti dan keju ini,
Melani?” Tanya permasuri.
“Hamba membuatnya sendiri, Yang Mulia.” Sahut
Melani sambil tersenyum malu.
“Ah, rupanya kau memang gadis yang rajin
sekali, Melani.” Permasuri tersenyum.
Sambil menghidangkan makanan dan minuman pada
permasuri dan pengiringnya, Melani sibuk naik turun tangga dilantai atas
membenahi kamar-kamar yang akan ditempati permaisuri dan para pengiringnya. Tak
lama Melani telah selesai dengan pekerjaannya.
“Yang Mulia, silahkan berisitirahat dikamar
yang telah hamba sediakan dilantai atas. Barangkali Yang Mulia merasa lelah dan
ingin beristirahat.” Kata Melani.
“Terima kasih, Melani. Betul, aku ingin
beristirahat dulu.” Sahut permaisuri sambil beranjak mengikuti Melani menaiki
tangga kayu menuju kamar dilantai atas. Mirna mengikuti permaisuri sambil
membawa segala kebutuhan permaisuri yang dibawa dari istana.
Melani membukakan pintu kamar. Permaisuri
merasa senang melihat kamar itu. Didalam kamar berlantai kayu itu hanya ada
sebuah dipan sederhana dan sebuah meja kecil dengan kursi kayu. Melani
menunjukan kamar mandi yang berada dikamar itu pada permaisuri. Permaisuri
merasa senang melihat kamar mandi kecil yang bersih itu. Jendela kamar
yang tinggi ditutup oleh gorden sederhana dengan motif bunga. Permaisuri
membuka jendela. Udara segar pegunungan bertiup masuk kedalam kamar. Permaisuri
melihat dibawah jendela ada tempat berbentuk kotak persegi panjang dimana
diletakan pot-pot bunga kecil berjejer rapi.
“Selamat beristirahat, Yang Mulia.” Kata
Melani sambil menutup pintu kamar.
Melani menyediakan dua kamar lagi dilantai
bawah untuk ditempati pengawal dan dayang istana. Setelah itu Melani menyibukan
diri di dapur memasak untuk makan malam nanti. Sore hari, permaisuri baru
keluar kamar. Permaisuri terlihat lebih
segar. Permaisuri turun dari lantai atas dan melihat Melani tengah sibuk
menyiapkan masakan untuk makan malam.
“Ah, kami merepotkanmu, Melani.” Kata
permaisuri ketika melihat kesibukan Melani didapur. Sayur mayur segar dan
buah-buahan bertumpuk didapur. Dari dalam kuali yang mengepul panas, tercium
aroma daging sapi yang tengah dimasak.
“Sama sekali tidak, Yang Mulia. Saya merasa
mendapat kehormatan dengan kedatangan Yang Mulia ke pondok saya ini.” Sahut
Melani sambil membuka pembakaran roti dan mengeluarkan roti yang telah matang.
Bau harum roti mengisi dapur kecil itu.
“Mirna dan Lena, kedua dayangku, akan
membantumu.” Kata permaisuri sambil memanggil kedua dayangnya yang segera saja
ikut sibuk didapur membantu Melani. Sementara kedua pengawal dan kusir kereta
tengah berjalan-jalan diluar pondok menikmati pemandangan pegunungan di sore
hari yang sejuk.
Malam pun tiba. Udara pegunungan di malam
hari terasa sangat dingin sekali. Permaisuri membungkus dirinya dengan mantel
tebal. Pengawal sibuk menyalakan perapian ditungku perapian diruangan tengah
agar udara didalam pondok itu terasa hangat. Sementara Melani bersama Mirna dan
Lena sibuk menyiapkan makan malam. Makan malam terasa nikmat sekali. Sop daging
sapi yang panas berisi potongan wortel dan kentang. Daging sapi saus kecap. Sayur
jamur dan brokoli. Roti-roti yang baru keluar dari pembakaran. Sayur mayur
segar dan buah-buahan menemani makan malam itu. Permaisuri makan dengan lahap
sekali. Sudah lama sekali permaisuri tidak pernah lagi makan selahap ini.
Esok paginya permaisuri merasa tubuhnya
terasa semakin segar. Semalam tidurnya terasa nyeyak sekali. Dia lalu
berjalan-jalan disekitar pondok itu. Kakinya menginjak rumput-rumput lembut
yang menutupi tanah. Ketika permaisuri kembali ke pondok itu, dia merasa
tubuhnya terasa jauh lebih segar. Ah, rasanya aku kini telah sembuh, pikir
permaisuri.
Empat hari lamanya permaisuri tinggal di
pondok kayu itu. Dia memberi uang pada Melani untuk membeli segala macam
kebutuhan selama dia tinggal di pondok itu termasuk juga untuk segala macam
makanan dan minuman yang disediakan Melani untuk dirinya dan pengiringnya.
“Aku merasa sangat kerasan tinggal di
pondokmu ini, Melani. Masakanmu pun sangat lezat sekali. Keju buatanmu sangat
lezat sekali. Aku baru melihat sendiri bagaimana caranya membuat keju. Kau
gadis yang serba bisa, Melani.”
Hari kelima, tiba-tiba datang seseorang yang
menunggang kuda dan dipacu dengan cepat. Kuda itu lalu berhenti didepan pondok
kayu itu. Penunggangnya lalu turun dan mengetuk pintu pondok itu.
Melani membukakan pintu pondok itu.
“Maaf, apakah ibuku tinggal disini?” Tanya
pemuda itu.
“Ibumu?” Melani melongo.
“Oh, anakku. Kau kemari akan menjemput ibu?
Sayangnya ibu masih merasa kerasan tinggal disini dan belum ingin pulang
kembali ke istana.” Permaisuri muncul dari dalam pondok dan bicara pada pemuda
itu.
“Ya, Bu. Ayah meminta saya untuk menjemput
ibu.” Kata pemuda itu sambil mencium tangan permaisuri. Oh, rupanya pemuda itu
adalah pangeran mahkota yang akan menjemput ibundanya.
“Pulanglah dan ajaklah ayahmu kemari. Kita
sekeluarga akan beristirahat disini selama beberapa hari lagi.” Kata
permaisuri.
Pangeran Andi kembali ke istana. Esoknya
pangeran Andi kembali bersama ayahanda raja. Ternyata raja pun merasa kerasan
melihat pondok itu. Akhirnya raja dan pengeran Andi ikut menginap selama
beberapa hari di pondok kayu itu dan menikmati kesegaran udara pegunungan.
Setelah tinggal lebih dari seminggu, akhirnya
permaisuri pamitan dan mengucapkan banyak terima kasih karena Melani telah
melayani dirinya, raja, pangeran Andi serta para pengiring dengan baik.
Permaisuri menghadiahi perhiasan berupa seuntai kalung mutiara yang indah dan uang pada Melani sebagai ucapan terima
kasih. Akhirnya permaisuri beserta rombongan pulang kembali ke istana dalam
keadaan sehat. Beberapa waktu kemudian pangeran Andi datang kembali ke pondok
kayu itu akan menjemput Melani dan
membawanya ke istana. Rupanya pangeran Andi dan Melani telah saling jatuh cinta
selama pertemuan di pondok kayu itu. Akhirnya mereka menikah dan hidup bahagia.
Sesekali raja, permaisuri, pangeran Andi dan Melani menghabiskan waktu senggang
di pondok kayu itu yang telah menjadi tempat istirahat keluarga kerajaan.
foto diambil dari google
Tidak ada komentar:
Posting Komentar