Puteri
Laras berwajah cantik.
Kecantikannya terkenal ke seantero
negeri sehingga banyak pangeran yang
ingin mempersuntingnya. Namun hingga usia dewasanya sang puteri belum juga
menjatuhkan pilihan. Hal itu sangat merisaukan ayahandanya. Raja sudah sangat
ingin puteri tunggalnya itu segera menikah. Namun Laras seakan tidak
menghiraukan kerisauan ayahnya. Dia tetap menjalani kehidupannya sehari-hari
dengan penuh kegembiraan. Salah satu kegemaran sang puteri adalah membatik yang
dipelajarinya dari salah seorang abdi dalem. Hampir setiap hari Laras
menghabiskan waktunya dengan membatik. Hasil membatiknya sangat halus sekali
sehingga dikagumi banyak orang.
Suatu
hari Laras sangat ingin sekali berjalan-jalan ke desa, hal yang kerap dilakukannya apabila dia tengah
merasa jenuh berada dilingkungan istana. Yang menemaninya adalah kedua
pelayannya yang setia yaitu Nyai Selendang dan Nyai Sinjang. Ketiganya menaiki kereta
yang ditarik oleh dua ekor kuda. Beragam pemandangan sepanjang perjalanan
sangat dinikmati oleh Laras. Sesekali
keretanya berhenti untuk menyapa para petani yang tengah bekerja keras di sawah.
Atau berhenti sejenak untuk membeli beragam penganan yang dijajakan oleh
penduduk. Laras sangat senang sekali
dengan makanan yang terbuat dari singkong, ubi dan jagung.
Setelah
kereta cukup jauh meninggalkan istana, akhirnya Laras ingin
mengaso. Kebetulan ada sebuah pohon besar yg rindang dipinggir jalan.
“Kita
mengaso dulu dibawah pohon itu.” kata Laras pada kusir kereta.
Kusir
menghentikan kereta dan berhenti didekat pohon besar dan rindang ditepi jalan
itu.
“Keluarkan
semua bekal kita dan kita makan disana. Jangan lupa makanan yang kita beli tadi
dijalan dibawa pula untuk kita nikmati.” Kata Laras pada Nyai Sinjang dan Nyai Selendang.
“Baik,
tuan puteri.” Sahut Nyai Sinjang dan Nyai Selendang sambil bergegas
mengeluarkan perbekalan mereka.
Nyai
Sinjang menggelar tikar dibawah pohon. sementara Nyai Selendang dibantu oleh
kusir kereta membawa makanan dari dalam kereta dan ditaruh diatas tikar yang
sudah digelar.
“Aih,
sejuk sekali tempat ini. Rasanya nyaman sekali menikmati hembusan angin yang
sejuk.” Kata Laras sambil duduk diatas
tikar. Nyai Sinjang dan Nyai Selendang beserta kusir langsung makan dengan
lahap. Rupanya mereka sudah sangat lapar sekali setelah menempuh perjalanan
yang cukuk jauh.
Ketika
mereka tengah menikmati makanan, mendadak terlihat oleh sang puteri ada seekor
merak yang sangat cantik agak jauh dari tempat duduknya. Ekornya melebar
seperti sebuah kipas yang sangat indah sekali.
“Aih,
merak yang sangat cantik sekali. Aku ingin menangkapnya.” Seru puteri sambil
bergegas berdiri dan menghambur menuju kearah merak itu. Melihat kedatangan
sang puteri, merak itu mencoba lari. Merak itu menuju sebuah gubuk tidak jauh
dari sana. Puteri Laras mengikutinya. Dan mendadak dia tertegun ketika melihat
seorang pemuda tengah membatik dengan tekun diamben gubuk itu. Sang puteri
berjalan diam-diam menghampiri pemuda itu dan dia tertegun melihat keindahan
batik pemuda itu. Batik dengan motif merak yang cantik. Ada tiga ekor merak
pada batik itu. Ketiga merak itu seperti tengah berkumpul. Salah seekor merak
ekornya mengembang indah sekali. Itulah merak jantannya. Sementara kedua ekor
merak lainnya adalah merak betina. Laras sungguh sangat terpesona melihat
keindahan batik itu. Baru kali ini dia melihat seorang pembatik yg membatik
dengan sangat indah sekali.
“Oh,
batik yang sangat indah sekali.” Cetus Laras tanpa sadar.
Pemuda
itu menoleh dengan terkejut dan baru menyadari kehadiran sang puteri
dibelakangnya.
“Oh,
kau mengejutkan aku.” Tegur pemuda itu.
Suaranya halus dan sopan. “Siapakah engkau?”
“Maafkan
aku bila kahadiranku mengejutkanmu.” Kata
Laras. “Aku menyukai batik. Aku sendiri suka membatik. Namun belum
pernah aku menemukan seorang pembatik yang sepandai dirimu.”
Pemuda
itu tersenyum. “Batik ini masih belum selesai. Tapi aku memiliki beberapa
lembar batik yang sudah aku selesaikan.”
“Oh,
aku ingin melihatnya.” Kata Laras.
Pemuda
itu mengajak sang puteri masuk kedalam gubuknya. Dia membuka sebuah lemari tua
dan mengeluarkan beberapa lembar batik. Laras terbelalak melihat lembar demi
lembar batik ditangannya. Batik itu semuanya sangat cantik sekali. Dan semuanya
bermotifkan merak-merak yang cantik.
“Semua
motif batik saya ini namanya batik motif Merak Ngariung.” Pemuda itu
menjelaskan.
“Merak
Ngariung?” ulang sang puteri.
“Ya,
merak ngariung artinya merak yang tengah berkumpul.” Pemuda itu tersenyum penuh
arti.
“Oh,
maukah engkau mengajari aku membatik diistanaku?” Tanya sang puteri penuh
harap.
Pemuda
itu hanya tersenyum. “Maafkan hamba, tuan puteri. Hamba tidak bisa.” Sahut
pemuda itu.
Oh,
alangkah kecewanya sang puteri dengan penolakan pemuda itu. “Bolehkah aku
membeli batikmu ini?” Tanya sang puteri.
“Kalau
puteri suka, silahkan ambil yang mana yang puteri sukai tanpa harus membayarnya.”
Kata pemuda itu.
Laras
memilih selembar batik yang paling disukainya. Pada saat itu datanglah seorang
wanita menghampiri mereka. Wanita itu membawa sebuah bakul berisi cucian yang
basah. Rupanya wanita itu baru selesai mencuci pakaian. Wajahnya cantik dan
ramah. Dia tersenyum ramah pada Laras.
“Ini
istriku, Nila. Namaku sendiri Andang.” Kata pemuda itu yang bernama Andang
sambil memperkenalkan istrinya yang baru datang.
“Aku
sangat suka dengan batik buatan suamimu.” Kata Laras pada Nila.
“Ambillah
bila kau menyukainya.” Kata Nila.
“Apakah
kalian berdua penduduk desa ini?”
“Bukan,
kami hanya tinggal untuk sementara saja.” Sahut Andang.
“Mainlah
ke istanaku. Aku sangat gembira bila kalian bisa datang berkunjung.” Undang
Laras.
“Terima
kasih atas undanganmu. Namun kami tidak bisa bepergian kemana-mana.” Ucap
Andang.
Oh,
alangkah kecewanya Laras mendengar jawaban Andang. Akhirnya Laras kembali ke
tempat makannya tadi.
Setelah
kembali ke istana, Laras selalu teringat
pada Andang. Oh, rupanya sang puteri sudah jatuh cinta Andang. Namun sayangnya
Andang sudah memiliki istri. Laras mencoba mengenyahkan rasa cintanya pada
pemuda itu dalam hatinya. Namun kenyataannya selama hampir dua bulan lamanya
Laras tidak juga bisa melupakan pemuda itu. Akhirnya sang puteri tak kuasa lagi
menahan perasaannya. Dia menceritakan pertemuannya dengan pemuda yang telah
memikat hatinya itu kepada Nyai Sinjang dan Nyai Selendang. Tanpa sepengetahuan sang
puteri, Nyai Sinjang dan Nyai Selendang
bergegas menceritakan kembali hal itu kepada raja dan permaisuri.
“Apa?
Seorang pembatik? Dan sudah memiliki
istri pula? Tidak. Anakku seorang puteri raja, tidak mungkin menikah dengan
seorang pembatik yang sudah punya istri pula.” Ujar raja dengan suara geram.
“Apa
salahnya apabila puteri kita menikah dengan seorang pembatik?” tukas
permaisuri. “Bila puteri kita mencintai pemuda itu, sebaiknya kita memberikan
restu.”
“Tidak.”
Sahut Raja. “Aku tidak akan memberikan restu bila puteriku ingin menikah dengan
seorang pembatik.”
Puteri
Laras yang mendengarkan percakapan itu merasa sangat sedih sekali. Demi
cintanya pada pemuda itu dia rela meninggalkan istananya. Diam-diam Laras keluar dari istana dan berjalan menuju desa
dimana pemuda itu berada. Dua hari kemudian tibalah Laras ditempat dimana dia
bertemu dengan pemuda pembatik itu.
“Oh
kau akhirnya kembali lagi kemari.” Kata Andang tanpa menyembunyikan perasaan bahagianya.
Rupanya pemuda itu pun telah jatuh cinta kepada Laras.
“Ketahuilah, bahwa
sebenarnya aku adalah seorang pangeran yang sedang menyepi disini. Sudah
bertahun-tahun lamanya kami menikah namun istriku tidak kunjung hamil juga
sehingga kami memutuskan untuk menyepi disini. Kami baru akan kembali ke istana
apabila istriku telah hamil.”
Laras
menceritakan kejadian diistananya. Pemuda itu merasa gembira sekali. “Aku yakin
ayahmu pasti akan memberikan restu kepada kita. Ketahuilah bahwa akupun telah
jatuh cinta kepadamu sejak pertama kali kita bertemu tempo hari.” Kata Andang.
Apa
yang dikatakan Andang ternyata benar.
Tidak lama kemudian datanglah rombongan raja menyusul ke desa itu. Raja
akhirnya memberikan restu kepada Laras untuk menikah dengan Andang. Akhirnya
puteri laras menikah dengan Andang. Tidak lama kemudian puteri Laras hamil.
Beberapa bulan kemudian puteri Nila pun hamil. Bukan main gembiranya pangeran
Andang melihat kedua istrinya hamil
hampir bersamaan. Selama istrinya hamil, pangeran Andang menyelesaikan beberapa
helai batik. Dan motif batik itu terkenal dengan nama motif merak ngariung yang
melambangkan berkumpulnya pangeran Andang dengan puteri Laras dan Puteri Nila.
Setelah
kedua puteranya lahir, pangeran Andang pulang kembali ke istana ayahnya sambil
membawa kedua istrinya dan kedua puteranya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar