Jumat, 07 Maret 2014

Merak Ngariung











 
Puteri Laras  berwajah cantik. Kecantikannya  terkenal ke seantero negeri sehingga banyak  pangeran yang ingin mempersuntingnya. Namun hingga usia dewasanya sang puteri belum juga menjatuhkan pilihan. Hal itu sangat merisaukan ayahandanya. Raja sudah sangat ingin puteri tunggalnya itu segera menikah. Namun Laras seakan tidak menghiraukan kerisauan ayahnya. Dia tetap menjalani kehidupannya sehari-hari dengan penuh kegembiraan. Salah satu kegemaran sang puteri adalah membatik yang dipelajarinya dari salah seorang abdi dalem. Hampir setiap hari Laras menghabiskan waktunya dengan membatik. Hasil membatiknya sangat halus sekali sehingga  dikagumi banyak orang.
Suatu hari Laras sangat ingin sekali berjalan-jalan ke desa,  hal yang kerap dilakukannya apabila dia tengah merasa jenuh berada dilingkungan istana. Yang menemaninya adalah kedua pelayannya yang setia yaitu Nyai Selendang  dan Nyai Sinjang. Ketiganya menaiki kereta yang ditarik oleh dua ekor kuda. Beragam pemandangan sepanjang perjalanan sangat dinikmati oleh  Laras. Sesekali keretanya berhenti untuk menyapa para petani yang tengah bekerja keras di sawah. Atau berhenti sejenak untuk membeli beragam penganan yang dijajakan oleh penduduk. Laras  sangat senang sekali dengan makanan yang terbuat dari singkong, ubi dan jagung.
Setelah kereta cukup jauh  meninggalkan istana,  akhirnya Laras  ingin  mengaso. Kebetulan ada sebuah pohon besar yg rindang dipinggir jalan.
“Kita mengaso dulu dibawah pohon itu.” kata Laras pada kusir kereta.
Kusir menghentikan kereta dan berhenti didekat pohon besar dan rindang ditepi jalan itu.
“Keluarkan semua bekal kita dan kita makan disana. Jangan lupa makanan yang kita beli tadi dijalan dibawa pula untuk kita nikmati.” Kata   Laras pada Nyai Sinjang  dan Nyai Selendang.
“Baik, tuan puteri.” Sahut Nyai Sinjang dan Nyai Selendang sambil bergegas mengeluarkan perbekalan mereka.
Nyai Sinjang menggelar tikar dibawah pohon. sementara Nyai Selendang dibantu oleh kusir kereta membawa makanan dari dalam kereta dan ditaruh diatas tikar yang sudah digelar.
“Aih, sejuk sekali tempat ini. Rasanya nyaman sekali menikmati hembusan angin yang sejuk.” Kata  Laras sambil duduk diatas tikar. Nyai Sinjang dan Nyai Selendang beserta kusir langsung makan dengan lahap. Rupanya mereka sudah sangat lapar sekali setelah menempuh perjalanan yang cukuk jauh.
Ketika mereka tengah menikmati makanan, mendadak terlihat oleh sang puteri ada seekor merak yang sangat cantik agak jauh dari tempat duduknya. Ekornya melebar seperti sebuah kipas yang sangat indah sekali.
“Aih, merak yang sangat cantik sekali. Aku ingin menangkapnya.” Seru puteri sambil bergegas berdiri dan menghambur menuju kearah merak itu. Melihat kedatangan sang puteri, merak itu mencoba lari. Merak itu menuju sebuah gubuk tidak jauh dari sana. Puteri Laras mengikutinya. Dan mendadak dia tertegun ketika melihat seorang pemuda tengah membatik dengan tekun diamben gubuk itu. Sang puteri berjalan diam-diam menghampiri pemuda itu dan dia tertegun melihat keindahan batik pemuda itu. Batik dengan motif merak yang cantik. Ada tiga ekor merak pada batik itu. Ketiga merak itu seperti tengah berkumpul. Salah seekor merak ekornya mengembang indah sekali. Itulah merak jantannya. Sementara kedua ekor merak lainnya adalah merak betina. Laras sungguh sangat terpesona melihat keindahan batik itu. Baru kali ini dia melihat seorang pembatik yg membatik dengan sangat indah sekali.
“Oh, batik yang sangat indah sekali.” Cetus Laras tanpa sadar.
Pemuda itu menoleh dengan terkejut dan baru menyadari kehadiran sang puteri dibelakangnya.
“Oh, kau mengejutkan aku.” Tegur  pemuda itu. Suaranya halus dan sopan. “Siapakah engkau?”
“Maafkan aku bila kahadiranku mengejutkanmu.” Kata  Laras. “Aku menyukai batik. Aku sendiri suka membatik. Namun belum pernah aku menemukan seorang pembatik yang sepandai dirimu.”
Pemuda itu tersenyum. “Batik ini masih belum selesai. Tapi aku memiliki beberapa lembar batik yang sudah aku selesaikan.”
“Oh, aku ingin melihatnya.” Kata  Laras.
Pemuda itu mengajak sang puteri masuk kedalam gubuknya. Dia membuka sebuah lemari tua dan mengeluarkan beberapa lembar batik. Laras terbelalak melihat lembar demi lembar batik ditangannya. Batik itu semuanya sangat cantik sekali. Dan semuanya bermotifkan merak-merak yang cantik.
“Semua motif batik saya ini namanya batik motif Merak Ngariung.” Pemuda itu menjelaskan.
“Merak Ngariung?” ulang sang puteri.
“Ya, merak ngariung artinya merak yang tengah berkumpul.” Pemuda itu tersenyum penuh arti.
“Oh, maukah engkau mengajari aku membatik diistanaku?” Tanya sang puteri penuh harap.
Pemuda itu hanya tersenyum. “Maafkan hamba, tuan puteri. Hamba tidak bisa.” Sahut pemuda itu.
Oh, alangkah kecewanya sang puteri dengan penolakan pemuda itu. “Bolehkah aku membeli batikmu ini?” Tanya sang puteri.
“Kalau puteri suka, silahkan ambil yang mana yang puteri sukai tanpa harus membayarnya.” Kata pemuda itu.
Laras memilih selembar batik yang paling disukainya. Pada saat itu datanglah seorang wanita menghampiri mereka. Wanita itu membawa sebuah bakul berisi cucian yang basah. Rupanya wanita itu baru selesai mencuci pakaian. Wajahnya cantik dan ramah. Dia tersenyum ramah pada Laras.
“Ini istriku, Nila. Namaku sendiri Andang.” Kata pemuda itu yang bernama Andang sambil memperkenalkan istrinya yang baru datang.
“Aku sangat suka dengan batik buatan suamimu.” Kata Laras pada Nila.
“Ambillah bila kau menyukainya.” Kata Nila.
“Apakah kalian berdua penduduk desa ini?”
“Bukan, kami hanya tinggal untuk sementara saja.” Sahut Andang.
“Mainlah ke istanaku. Aku sangat gembira bila kalian bisa datang berkunjung.” Undang Laras.
“Terima kasih atas undanganmu. Namun kami tidak bisa bepergian kemana-mana.” Ucap Andang.
Oh, alangkah kecewanya Laras mendengar jawaban Andang. Akhirnya Laras kembali ke tempat makannya tadi.
Setelah kembali ke istana, Laras  selalu teringat pada Andang. Oh, rupanya sang puteri sudah jatuh cinta Andang. Namun sayangnya Andang sudah memiliki istri. Laras mencoba mengenyahkan rasa cintanya pada pemuda itu dalam hatinya. Namun kenyataannya selama hampir dua bulan lamanya Laras tidak juga bisa melupakan pemuda itu. Akhirnya sang puteri tak kuasa lagi menahan perasaannya. Dia menceritakan pertemuannya dengan pemuda yang telah memikat hatinya itu kepada Nyai Sinjang  dan Nyai Selendang. Tanpa sepengetahuan sang puteri, Nyai Sinjang  dan Nyai Selendang bergegas menceritakan kembali hal itu kepada raja dan permaisuri.
“Apa? Seorang pembatik?  Dan sudah memiliki istri pula? Tidak. Anakku seorang puteri raja, tidak mungkin menikah dengan seorang pembatik yang sudah punya istri pula.” Ujar raja dengan suara geram.
“Apa salahnya apabila puteri kita menikah dengan seorang pembatik?” tukas permaisuri. “Bila puteri kita mencintai pemuda itu, sebaiknya kita memberikan restu.”
“Tidak.” Sahut Raja. “Aku tidak akan memberikan restu bila puteriku ingin menikah dengan seorang pembatik.”
Puteri Laras yang mendengarkan percakapan itu merasa sangat sedih sekali. Demi cintanya pada pemuda itu dia rela meninggalkan istananya.  Diam-diam Laras  keluar dari istana dan berjalan menuju desa dimana pemuda itu berada. Dua hari kemudian tibalah Laras ditempat dimana dia bertemu dengan pemuda pembatik itu.
“Oh kau akhirnya kembali lagi kemari.” Kata Andang  tanpa menyembunyikan perasaan bahagianya. Rupanya pemuda itu pun telah jatuh cinta kepada Laras.
“Ketahuilah, bahwa sebenarnya aku adalah seorang pangeran yang sedang menyepi disini. Sudah bertahun-tahun lamanya kami menikah namun istriku tidak kunjung hamil juga sehingga kami memutuskan untuk menyepi disini. Kami baru akan kembali ke istana apabila istriku telah hamil.”
Laras menceritakan kejadian diistananya. Pemuda itu merasa gembira sekali. “Aku yakin ayahmu pasti akan memberikan restu kepada kita. Ketahuilah bahwa akupun telah jatuh cinta kepadamu sejak pertama kali kita bertemu tempo hari.” Kata Andang.
Apa yang dikatakan Andang  ternyata benar. Tidak lama kemudian datanglah rombongan raja menyusul ke desa itu. Raja akhirnya memberikan restu kepada Laras untuk menikah dengan Andang. Akhirnya puteri laras menikah dengan Andang. Tidak lama kemudian puteri Laras hamil. Beberapa bulan kemudian puteri Nila pun hamil. Bukan main gembiranya pangeran Andang  melihat kedua istrinya hamil hampir bersamaan. Selama istrinya hamil, pangeran Andang menyelesaikan beberapa helai batik. Dan motif batik itu terkenal dengan nama motif merak ngariung yang melambangkan berkumpulnya pangeran Andang dengan puteri Laras dan Puteri Nila.
Setelah kedua puteranya lahir, pangeran Andang pulang kembali ke istana ayahnya sambil membawa kedua istrinya dan kedua puteranya. 






Tidak ada komentar:

Posting Komentar