Rabu, 01 April 2015

Majun, Sang Pencari Ikan.



Majun, Sang Pencari Ikan.

Majun adalah seorang pencari ikan. Dia sering menjala ikan di sungai dan ikan hasil tangkapannya dijual kepasar. Majun memiliki tujuh orang anak yang masih kecil-kecil. Istri Majun, Minah, seorang wanita yang baik dan sabar. Uang hasil penjualan ikan dipergunakan dengan sebaik-baiknya untuk kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Berapapun uang hasil penjualan ikan yang didapat Majun  selalu diaturnya dengan sebaik-baiknya sehingga bisa mencukupi kebutuhan hidup mereka sehari-hari yang sangat sederhana.
Suatu hari Majun menjala ikannya seperti biasanya. Namun dia merasakan keanehan. Hingga sore hari tak seekorpun ikan yang berhasil ditangkapnya. Setiap kali jalanya diangkat, tak seekor ikanpun yang masuk kedalam jalanya. Majun terus berusaha mencari ikan. Dia mengayuh sampannya hingga jauh ke tengah sungai dan menebarkan kembali jalanya dengan penuh kesabaran, namun usahanya tak pernah berhasil. Hingga waktunya pulang tak seekorpun ikan yang berhasil ditangkapnya dan bisa dibawanya ke pasar untuk dijual.
Majun merasa sedih. Dia membayangkan istri dan ketujuh anaknya yang tentunya sudah menunggunya dengan perut lapar. Akhirnya Majun pulang dengan langkah gontai. Dia berjalan melintasi pasar. Walaupun hari sudah mulai beranjak sore namun keadaan pasar masih cukup ramai. Ketika melintasi tukang ikan dimana dia menjual ikan hasil tangkapannya, tukang ikan itu melihatnya.
"Hai, Majun. Kemarilah. Mana ikan hasil tangkapanmu hari ini?" teriak tukang ikan itu ketika melihat Majun berjalan dari kejauhan dan tidak singgah ke jongko ikannya seperti biasanya.
Majun berdiri dengan bingung. Namun akhirnya dia berjalan menghampiri tukang ikan itu.
"Hari ini tak seekor ikan pun yang berhasil kutangkap." kata Majun dengan sedih.
"Ah, kenapa?" sahut tukang ikan itu.
"Saya juga tidak tahu. Sudah beberapa kali saya pindah tempat dan menebar jala namun tak seekor ikanpun yang masuk kedalam jalaku." ucap Majun sambil pergi.
Ketika tiba dirumahnya, Majun melihat istri dan ketujuh anaknya yang masih kecil tengah menunggunya. Majun  merasa sedih karena dia pulang tanpa membawa apa-apa. Majun lalu menceritakan hal itu pada istrinya.
"Hari ini tak seekor ikanpun yang berhasil aku tangkap sehingga aku tak bisa pergi ke pasar menjual ikan dan membawa pulang uang." kata Majun.
Istrinya menatap suaminya. Matanya terlihat sabar. "Tidak apa-apa. Masih ada sisa beras sedikit lagi. Aku akan membuatkan bubur untuk anak-anak agar cukup untuk makan mereka semua." kata Minah.
Minah lalu mengambil beras dan membuat bubur dalam kuali. Anak-anaknya disuruhnya bersabar menunggu hingga bubur itu matang. Ketika bubur itu telah masak, Minah mengambil piring dan membagikan bubur itu pada semua anaknya yang segera memakan bubur encer itu dengan lahap.
Esok harinya kembali Majun mencari ikan di sungai seperti biasanya. Namun seperti hari kemarin tak seekor ikanpun berhasil ditangkapnya. Dan sore itu dia pulang dengan lunglai. Ketika melewati pasar, kembali tukang ikan itu memanggilnya, namun Majun terus saja pergi tanpa mempedulikan panggilan tukang ikan itu. Ketika kembali kerumahnya, seperti kemarin istri dan ketujuh anaknya tengah menunggunya. Kembali Majun berkata pada istrinya bahwa hari ini pun tak seekorpun ikan yang berhasil ditangkapnya.
"Tidak apa-apa. Aku masih menyisakan secangkir beras. Aku akan membuat bubur lebih encer lagi agar anak-anak kita bisa makan." kata Minah dengan sabar.
Demikianlah hampir sebulan lamanya Majun selalu pulang dengan tangan hampa. Dia merasa sedih. Namun Minah istrinya selalu menguatkan perasaannya. Ketika sudah tidak ada lagi sisa beras yang bisa dimakan, Minah pergi mencari singkong dan mengolah singkong itu menjadi makanan buat mereka sekeluarga.
Hari itu Majun kembali mencari ikan dan berharap kali ini dia akan berhasil mendapatkan ikan. Namun seperti hari-hari kemarin, kali ini pun Majun belum berhasil mendapatkan ikan. Majun merasa sedih sekali. Dia lalu pulang melewati pasar seperti biasanya. Ketika melewati pasar, dia melihat tukang ikan itu tengah berada di jongkonya seperti biasanya.
Ketika melihat Majun lewat, tukang ikan itu memanggilnya.
"Majun, kemarilah sebentar!" panggil tukang ikan itu.
Majun sejenak merasa ragu. Namun akhirnya dia menghampiri tukang ikan itu.
"Sudah sebulan lamanya aku belum juga berhasil menangkap ikan. Aku merasa heran, tak ada seekor ikanpun yang masuk kedalam jalaku. Sungai sangat sepi seakan tak ada penghuninya." kata Majun.
"Jangan kau bersedih, Majun. Mungkin saat ini belum rejekimu untuk mendapatkan ikan itu." kata tukang ikan itu. Lalu tukang ikan itu mengeluarkan uang dari dalam sakunya. "Majun, ambilah uang ini. Belilah beras dan segala macam kebutuhanmu untuk hari ini. Bawalah pulang, istri dan anak-anakmu pasti sudah menunggumu dirumah." kata tukang ikan itu.
Majur melihat uang yang cukup banyak yang dipegang tukang ikan itu.
"Ah, tidak, kawan. sudah sebulan ini tak seekor ikan pun yang aku jual kepadamu."
"Ambilah uang ini. Jangan khawatir, nanti pun akan ada lagi rejeki Allah untukmu dan untuk saya." kata tukang ikan itu sambil menyerahkan uang itu kepada Majun.
Majun mengucapkan banyak terima kasih pada tukang ikan itu. Lalu dia bergegas menuju pedagang beras. Dibelinya sekarung beras. Lalu dia pun membeli beberapa macam lauk pauk dan makanan lain untuk istri dan anak-anaknya.
Ketika tiba dirumahnya, istri dan anak-anaknya menyambut dengan gembira ketika melihat Majun memanggul sekarung beras dan tangan yang lainnya membawa bungkusan yang sangat besar.
Sambil menaruh bawaannya, Majun menceritakan kebaikan tukang ikan itu kepada istrinya.
"Alhamdulillah Ya Allah. Ada orang yang baik kepada kita, suamiku." kata Minah penuh rasa syukur.
"Sekarang segeralah menanak nasi dan membuat lauk pauknya. Kasihan anak-anak, mereka pasti sudah sangat kelaparan sekali." kata Majun.
Malam itu Majun dan anak istrinya makan dengan lahap sekali dan bergembira.
Demikianlah, hampir sebulan lamanya setiap kali Majun  pulang dengan tangan hampa dan lewat kedepan jongko tukang ikan itu, tukang ikan itu selalu memberi uang pada Majun untuk membeli makanan untuk keluarganya.
Suatu hari Majun kembali pergi ke sungai. Dia kini mengayuh sampannya jauh sekali ke tengah sungai. Majun  mulai menebar jalanya. Tiba-tiba jalanya terasa berat. Majun berdebar. Akhirnya hari ini dia berhasil menangkap ikan. Majun segera menarik jalanya. Dan dia terperangah kaget ketika melihat ikan yang sangat besar sekali yang terperangkap dalam jalanya. Ah, bukan main gembiranya perasaan Majun. Ikan itu pasti cukup mahal bila dijual kepasar. Majun  menarik jalanya. Namun ketika jalanya sudah hampir masuk kedalam sampannya, tiba-tiba dia mendengar suara.
"Manusia, jangan tangkap aku."
Majun menoleh ke kiri dan ke kanan. Tak ada seorang pun manusia didekatnya.
"Manusia yang baik, kembalikanlah aku kedalam sungai."
Kini Majun melihat bahwa yang bicara kepadanya adalah ikan yang tersangkut didalam jalanya.
"Tidak. Aku tak akan melepaskanmu. Aku akan menjualmu ke pasar." kata Majun.
"Manusia yang baik. Bila engkau melepaskan aku, aku akan menggantimu dengan lebih banyak ikan dan kau bisa menjual ikan-ikan itu setiap hari dan kau tak akan pernah kekurangan lagi." kata ikan itu.
Majun merasa ragu, dia tak percaya pada ucapan ikan itu.
"Percayalah padaku, aku adalah Raja Ikan. Aku akan memberimu cukup banyak hadiah yang bisa kau bawa pulang. Dan selain itu setiap hari bila engkau menjala disini, akan banyak ikan yang datang menghampirimu tanpa engkau susah payah menebar jalamu." kata ikan besar itu.
Majun masih termangu-mangu.
"Lepaskan aku sekarang, dan aku akan segera kembali kepadamu." kata ikan besar itu.
Akhirnya Majun  percaya pada ikan besar itu. Dia lalu melepaskan ikan itu dari jalanya. Ikan itu segera berenang dengan gembira dan meninggalkan Majun. Majun  termangu. Dia menyesal telah percaya pada ikan itu dan kini rejeki yang sudah ada ditangannya lepas begitu saja. Cukup lama Majun menunggu namun ikan itu tak datang kembali kepadanya. Akhirnya Majun mengayuh sampannya akan pulang. Namun tiba-tiba dia mendengar suara memanggilnya.
"Manusia, tunggulah. Bukankah aku bilang aku akan kembali kepadamu."
Majun menoleh. Ikan besar itu muncul. Dibelakangnya banyak sekali ikan-ikan yang mengiringinya. Ikan-ikan itu yang sangat banyak sekali berloncatan masuk kedalam sampan Majun, segera saja sampan Majun bergoyang-goyang karena sudah dipenuhi ikan-ikan yang bertumpuk-tumpuk memenuhi sampan.
"Apakah ikan-ikan yang memenuhi sampanmu itu sudah cukup banyak untuk kau jual?" tanya ikan besar itu.
"Ya, sudah cukup. Aku tak akan sanggup mengangkutnya ke pasar bila terlalu banyak." kata Majun.
"Tunggu, aku masih punya sesuatu lagi untukmu." kata ikan besar itu. Dia membuka mulutnya. Mulutnya penuh dengan sesuatu yang berkilauan.
"Ambilah intan berlian ini. Ini semua untukmu sebagai tanda terima kasih karena engkau sudah melepaskan aku." kata Raja Ikan itu. Majun melongo.
"Ambillah sehelai kain, aku akan memuntahkan intan berlian dalam mulutku ini keatas sehelai kain agar tidak berserakan." kata Raja Ikan itu.
Majun mengambil sehelai kain yang ada dalam sampannya. Lalu dibentangkan dihadapan mulut ikan besar itu. Raja Ikan itu memuntahkan seluruh intan berlian yang ada dalam mulutnya keatas helai kain itu. Setelah itu Raja Ikan itu segera berenang kedalam sungai dan tak kembali lagi. Majur segera membungkus intan berlian itu. 
Majur segera  mengayuh sampannya ketepi sungai. Majur membawa cerangka dan memasukan ikan-ikan itu kedalamnya. Lalu cerangka itu diangkutnya ke pasar. Tukang ikan itu menyambut kedatangan Majur dengan gembira.
"Ah, akhirnya engkau berhasil menjala ikan lagi, Majur." sambut tukang ikan itu dengan gembira ketika melihat Majur datang dengan membawa cerangka besar berisi banyak sekali ikan.
Majur lalu menjual ikan itu pada penjual ikan. Setelah menerima uang penjualan ikan dari tukang ikan itu, Majur lalu mengeluarkan intan berlian dalam buntelan kain. Dia menceritakan kejadian hari itu pada tukang ikan.
"Hari ini aku mendapatkan rejeki yang tak disangka-sangka. Aku akan membagi dua intan dan berlian ini denganmu karena engkau sudah membantu aku selama aku tengah berada dalam kesulitan." kata Majun.
Tukang ikan itu melongo melihat intan berlian yang berkilauan dalam buntelan kain yang dibawa Majun.
"Ah, Majun. Banyak sekali intan berlian ini. Apa yang kuberikan kepadamu tak sepadan dengan nilai intan berlian ini." kata tukang ikan itu.
"Ambilah setengahnya." kata Majun. Dia lalu membagi dua intan berlian itu dan menyerahkan setengahnya pada tukang ikan itu.
"Majun, terima kasih. Dengan penjulan intan berlian ini sebenarnya aku sudah tidak usah lagi jadi penjual ikan. Aku bisa membangun tambak ikan sendiri dan memulai usaha baru. Namun aku akan tetap menjadi penjual ikan karena dengan menjadi penjual ikan aku mendapatkan rejeki yang tak terduga banyaknya." kata tukang ikan itu sambil menangis.
"Ya, pergunakanlah hasil penjualan intan berlian ini dengan sebaik-baiknya. Aku sendiri akan tetap menjadi pencari ikan. Aku percaya rejekiku adalah menjadi pencari ikan." kata Majun.
Pulang kerumahnya Majun  menceritakan semua kejadian itu kepada istrinya. Minah berderai airmata mendengar cerita suaminya.
"Alhamdulillah, akhirnya Allah membukakan pintu rejeki untuk kita." kata Minah.
Esok harinya ketika Majun kembali ke sungai itu, ternyata ucapan Raja Ikan itu benar. Majun tidak usah menembarkan jalanya lagi karena ketika sampannya tiba ditengah sungai, ikan-ikan yang banyak sekali jumlahnya berloncatan masuk kedalam sampan Majun sehingga Majun bisa membawa banyak sekali ikan untuk dijualnya kepasar. Majun merasa gembira sekali. Rejekinya akhirnya datang juga setelah dicari dengan susah payah dan penuh ketawakalan. Pertemanannya dengan tukang ikan itu terus berlanjut hingga mereka usia tua dan sudah tidak sanggup lagi bekerja. Namun keduanya bahagia karena hasil jerih payah mereka selagi muda tidak sia-sia. Mereka hidup sejahtera walaupun sederhana. 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar