Siuuuttt!!!!
“Aduuuuuh!”
Puteri Tatina memekik. Kakinya menginjak sesuatu yang licin sehingga
dia tergelincir dan terjatuh. Brrruuukk! Tatina terduduk dengan keras. Dia
meringis kesakitan. Sebuah kulit pisang tergeletak dibelakang tubuhnya. Rupanya
tadi dia telah menginjak sebuah kulit pisang.
“Ah,
kemanakah petugas kebersihan taman istana sehingga ada kulit pisang disini?”
gerutu Tatina sambil bangkit.
Tatina
segera memanggil petugas kebersihan dan memarahinya. Petugas kebersihan datang
tergopoh-gopoh dan memohon maaf atas kelalaiannya. Dia bergegas membersihkan kulit pohon pisang lalu
bergegas pula pergi lagi karena takut diomeli puteri Tatina lebih lama lagi.
Sementara
itu Tatina segera pergi keruangan kerja
perdana menteri. Setelah mengetuk pintu dia segera masuk. Perdana menteri
tengah duduk dibelakang meja kerjanya sambil menulis. Ketika melihat kedatangan Tatina, perdana
menteri segera bangkit dari kursinya dan
menyambutnya.
“Selamat
siang, tuan puteri. Silahkan duduk.” Sambut perdana menteri.
“Terima
kasih, paman perdana menteri.” Sahut Tatina. Dia lalu duduk dihadapan perdana
menteri. “Paman Perdana Mentri, tolong
segera buatkan peraturan baru.”
“Peraturan
baru? Peraturan apa?” Tanya perdana mentri.
“Buatlah
peraturan bahwa mulai sekarang penduduk negeri dilarang lagi menanam pohon
pisang.” Ujar Tatina dengan serius.
“Astaga.”
Perdana menteri tertawa mendengar ucapan Tatina. “Kenapa tuan puteri
menghendaki dibuat peraturan seperti itu?’
Sambil
bersungut Tatina menceritakan kejadian yang baru saja menimpanya. Perdana
menteri mengangguk-anggukan kepalanya, memahami kekesalan Tatina dengan kejadian yang menimpanya.
“Baiklah,
tuan puteri. Paman akan mencoba membuat peraturan itu namun tentunya semua peraturan
yang akan diumumkan pada seluruh rakyat harus atas persetujuan Yang Mulia Paduka Raja,
tuan puteri.” Ucap perdana menteri.
“Oleh karena itu sebaiknya tuan puteri menghadap paduka raja untuk membicarakan
hal ini.”
“Baiklah.”
Sahut Tatina. Maka pergilah Tatina menemui ayahnya diruang kerjanya. Dia yakin
ayahnya akan mengabulkan permintaannya karena selama ini tak pernah sekalipun
ayahnya menolak permintaannya. Tatina mengetuk pintu ruang kerja ayahnya. Ketika dia
masuk, kelihatan ayahnya tengah duduk menulis dibelakang meja kerjanya. Oh,
ayah dan perdana menteri kelihatannya sama sibuknya, pikir Tatina.
“Ada
apa, Tatina?” Tanya ayahnya ketika melihat puterinya masuk.
“Ayah,
buatlah peraturan baru.” Kata Tatina.
“Peraturan
baru mengenai apa?” Tanya ayahnya.
“Buatlah
peraturan baru bahwa mulai hari ini
seluruh penduduk negeri ini dilarang lagi menanam pohon pisang.”
“Astaga,
ada-ada saja kau ini.” Gerutu Raja. “Ayah
sedang sibuk dengan pekerjaan. Masih banyak urusan penting yang harus segera
diselesaikan. Pergi sana jangan mengganggu ayah.”
“Ayah,
dengarkan dulu. Aku tadi terpeleset gara-gara menginjak kulit pisang. Aku jatuh
terduduk. Pantatku sakit.” Seru Tatina.
Raja
menatap Tatina dengan marah. “Kamu ini
cengeng sekali, Tatina. Dan kamu juga egois. Hanya mementingkan kepentingan
dirimu sendiri saja. Hanya karena kejadian sepele seperti itu engkau memaksa
ayah untuk membuat peraturan baru yang
jelas akan merugikan dan menyengsarakan rakyat ayah sendiri yang sebagian besar
adalah petani.” Kata raja dengan suara gusar.
Bukan
main marahnya raja pada Tatina. “Tatina, suatu saat kelak engkau akan menjadi
ratu menggantikan ayah. Kau harus memiliki sikap dan pandangan yang bijak, Tatina.
Jangan mudah terpengaruh oleh hal-hal kecil. Bila kelak kau sudah menjadi Ratu,
akan banyak urusan-urusan penting yang harus kau kerjakan dan kau selesaikan.
Bukan mengurus hal-hal sepele yang tidak penting.”
Raja
lalu menulis sebuah surat dan ditanda-tanganinya. Surat itu lalu diserahkan
kepada Tatina yang menerimanya dengan bingung.
“Ini
Surat Perintah untukmu. Baca surat ini dan jalankan perintah raja.” Kata raja
dengan tegas.
Tatina
membaca surat itu. Dia terbelalak kaget.
Surat itu adalah surat perintah atas nama Yang Mulia Paduka Raja agar dia
berkelana selama seminggu dan jangan kembali sebelum hitungan hari tepat satu
minggu.
“Ayah,
apa artinya ini?” teriak Tatina.
“Ayah
menghukum kamu.” Kata ayahnya tegas. “Pergilah. Bawalah bekal secukupnya dan
kembalilah setelah tepat satu minggu.”
“Tapi
ayah……”
“Tidak
ada tapi. Pergilah dan pelajari apa saja yang kau saksikan selama seminggu
perjalananmu itu.”
Dengan
perasaan sedih terpaksa Tatina berkemas akan berangkat meninggalkan istana sambil membawa bekal secukupnya. Dia
menunggang kuda poni kesayangannya, hadiah dari ayahnya. Hatinya sedih dihukum
ayahnya namun apa boleh segalanya sudah terlanjur terjadi. Sambil berurai
airmata Tatina menunggang kudanya meninggalkan istana raja. Tak akan seorang
pun yang mengenalnya bahwa dirinya adalah seorang puteri raja. Dia telah
mengganti gaunnya dengan baju seorang pengembara dengan sepatu boot yang biasa
dikenakannya bila dia tengah ikut berburu bersama para pengawal istana.
Setelah
cukup jauh menempuh perjalanan, akhirnya Tatina berhenti dibawah sebuah pohon untuk
beristirahat. Dia mengeluarkan bekalnya dan mulai menikmati bekal makanan dan
minuman yang dibawanya dari istana. Kudanya diikat pada batang pohon sambil makan rumput.
Sambil
memakan rotinya Tatina melihat tidak jauh dari tempatnya ada kebun
pisang. Beberapa orang petani tengah sibuk bekerja memetik pisang. Setelah
pisang-pisang itu terkumpul mereka menaruhnya kedalam gerobak besar.
“Akan
dibawa kemanakah pisang-pisang itu?” Tanya Tatina pada salah seorang penduduk
yang lewat.
“Akan
dibawa ke pasar dan dijual.” Sahut penduduk itu.
Ketika
Tatina menengok kesebelah lain, beberapa
petani lain pun tengah sibuk dikebunnya memetik pisang. Mereka semuanya tengah
tekun bekerja, tidak peduli dengan sengatan sinar mentari yang saat itu tengah
bersinar dengan teriknya. Mereka kelihatan penuh semangat melihat buah pisang
berbuah bagus melimpah. Tatina teringat pada permintaannya pada ayahnya. Ah,
seandainya ayahnya mengabulkan permintaannya, berapa banyak petani pisang yang
akan merasa sedih karena sudah kehilangan mata pencahariannya. Tatina mulai
menyadari kekeliruannya.
Setelah
rasa lelahnya reda, Tatina segera
melanjutkan kembali perjalanannya. Kuda poninya pun kini terasa bugar lagi
setelah mendapatkan makanan dan minuman yang cukup. Setelah cukup jauh menempuh
perjalanan, akhirnya Tatina tiba pada sebuah perkampungan. Pada salah satu
tempat dia melihat onggokan kulit pisang yang menggunung.
“Ah,
mengapa banyak sekali kulit pisang disini hingga menggunung?” Tanya Tatina pada salah seorang penduduk yang lewat.
“Kulit
pisang itu nanti akan diangkut dan dijadikan pupuk. Pada beberapa rumah disini,
beberapa penduduk memiliki usaha rumah yaitu membuat sale pisang, keripik pisang dan dodol
pisang. Usaha makanan buatan penduduk sini sangat enak dan sangat laku. Dengan
adanya usaha pembuatan makanan olahan dari pisang itu banyak penduduk yang
mendapatkan pekerjaan dengan mendapatkan upah.” Kata penduduk itu.
Tatina
menghela napas dalam. Seandainya ayahnya
dan paman perdana menteri mengabulkan permintaannya membuat undang-undang yang melarang seluruh
penduduk dinegerinya ini menanam pohon pisang, entah bagaimana jadinya
kehidupan rakyat dinegerinya ini. Ayahnya benar, sebagian besar rakyat mereka hidup
sebagai petani. Mereka bukan hanya menggarap sawah saja dengan bertanam padi
dan palawija, namun banyak pula diantara mereka yang menjadi petani pisang. Pisang-pisang
yang diolah itu kemudian menjadi pula sumber penghasilan sebagian penduduk
negeri. Hanya gara-gara dia tergelincir oleh sebuah kulit pisang, dia ingin
ayahnya membuat undang-undang yang akan merugikan dan menyengsarakan rakyat
banyak. Tatina merasa malu dengan
dirinya sendiri yang egois dan hanya mementingkan dirinya sendiri.
Tatina
kembali melanjutkan perjalanannya. Berbeda dengan saat berangkat meninggalkan
istana perasaannya terasa sedih, kini dia melanjutkan perjalanannya dengan
perasaan gembira. Dia ingin melihat sendiri kehidupan rakyat dinegerinya dengan
mata kepalanya sendiri. Hukuman dari ayahnya kini disyukurinya. Bila dia tidak
dihukum seperti ini mungkin dia tidak akan pernah melakukan perjalanan seperti
ini dimana dia bisa melihat langsung kehidupan penduduk dinegeri ayahnya ini.
Sambil duduk mencangklong diatas kuda poninya, Tatina menyaksikan kegiatan
penduduk yang dijumpainya. Para petani yang sibuk bekerja disawah. Para
peternak yang sibuk mengurus sapi dan dombanya. Para petani sayuran yang sibuk
mengurus kebun sayurnya. Semuanya membuat Tatina semakin menyadari bahwa
dirinya selama ini masih belum mengetahui apa-apa tentang kehidupan penduduk
dinegeri ayahnya ini.
Selama
seminggu berkelana Tatina banyak
menemukan pelajaran berharga untuk bekal hidupnya. Dia melihat secara langsung
kehidupan rakyat ayahnya. Bagaimana rakyat bekerja keras untuk menghidupi
dirinya dan keluarganya. Tatina berkali-kali meneteskan airmatanya terharu
menyaksikan betapa kerasnya perjuangan
rakyatnya. Ya, aku berjanji akan merubah sifatku yang mudah marah oleh hal-hal
sepele, pikir Tatina Bila kelak aku menggantikan
ayahku menjadi seorang ratu, aku ingin menjadi seorang ratu yang adil dan
bijaksana. Juga menjadi seorang ratu yang dicintai oleh seluruh rakyat. Setelah
seminggu melakukan perjalanan, akhirnya Tatina pulang kembali ke istana. Ayahnya menyambut
kedatangannya dan tersenyum ketika mendengar Tatina menceritakan pengalamannya. Raja yakin Tatina akan belajar banyak dari
pengalaman-pengalamannya.
--- 0 ---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar