Sudah hampir setahun lamanya
pangeran mahkota ditimpa penyakit lumpuh. Sepanjang hari pangeran Zenni hanya bisa
berbaring. Tabib dari berbagai penjuru negeri sudah didatangkan untuk mengobatinya
namun pangeran belum sembuh juga. Tubuhnya semakin kurus dan kulitnya semakin
pucat. Raja dan permaisuri hampir setiap hari menangis memikirkan keadaan sang
pangeran.
Sementara itu disuatu lembah
yang indah, yang letaknya sangat jauh
dari istana, ada sebuah pondok sederhana namun terlihat indah sekali. Keindahan
pondok itu terletak pada bunga mawar
biru yang merambati dinding-dinding pondok kecil itu sehingga kelihatan indah
sekali. Dihalaman pondok itu seorang gadis tampak tengah menyirami bunga-bunga
mawar biru. Pada saat itu seorang lelaki melintas dan menyapa gadis itu.
“Selamat pagi Miranda.
Cantik sekali bunga-bungamu.” Sapa lelaki itu.
Gadis itu menoleh. “Oh,
paman Joni. Iya, paman, kebetulan sekarang matahari bersinar bagus sehingga
bunga-bunga mawarku berbunga indah sekali.” Sahut Miranda sambil tersenyum
manis.
“Bagaimana dengan keadaan
ayahmu, Miranda? Apakah keadaannya sudah membaik?”
“Iya, paman. Ayah sudah
mulai berangsur-angsur pulih kembali keadaannya.”
“Oh, syukurlah. Tabib
manakah yang telah menyembuhkannya?”
“Ayah tidak diobati oleh
tabib, paman. Saya mengobati ayah dengan ramuan mawar biru.”
“Ramuan mawar biru?”
“Ya. Saya tak sengaja
mencoba membuat ramuan dari mawar biru ini. Kelopak mawar biru ini diseduh lalu
airnya diminumkan dan ternyata ayah berangsur-angsur sembuh.”
“Oh, kalau begitu kenapa
engkau tidak mencoba mengobati pangeran mahkota? Sudah hampir setahun putra mahkota terbaring
sakit. Seluruh tubuhnya lumpuh. Sudah
banyak tabib istana yang berusaha mengobati sang pangeran namun hingga sekarang
pangeran tidak juga kunjung sembuh.”
“Oh begitukah? Ah, istana
sangat jauh. Saya punya ayah dan ibu yang sudah tua yang harus saya rawat.”
Paman Joni tidak mendesak. Dia tahu bagaimana berbaktinya gadis itu pada
kedua orangtuanya. Akhirnya paman Joni
pergi sendiri ke istana akan memberitahukan
pada pihak istana bahwa ada seorang gadis yang bisa menyembuhkan sang pangeran.
Pegawai istana segera memberitahu Raja dengan kedatangan salah seorang penduduk
dari pelosok yang member kabar adanya
seorang tabib yang bisa menyembuhkan sang pangeran. Raja dan permaisuri bangkit
kembali harapannya mendengar berita yang dibawa pengawal itu.
“Bawa gadis itu ke istana.”
Perintah Raja.
“Mohon maaf, tuanku, gadis
itu tidak bisa kemari. Gadis itu tinggal bersama dengan kedua orangtuanya yang
telah tua dan dia tak mau meninggalkan kedua orangtuanya.” Kata paman Joni.
“Dimanakah gadis itu
tinggal?” Tanya permaisuri.
“Di Lembah Naga.”
“Lembah Naga? Apakah lembah
itu masih termasuk wilayah kerajaan?” Tanya permaisuri.
“Ya, tuanku. Wilayah itu
masih termasuk wilayah kerajaan tuanku.” Sahut paman Joni yang disambut dengan anggukan Raja.
“Kalau begitu, kita bawa saja
sang pangeran kesana dan diobati disana.” Usul Raja yang langsung disepakati
oleh permaisuri dan penasehat raja.
Pada keesokan segala sesuatunya dipersiapkan. Pangeran
Zenni ditidurkan didalam kereta yang ditarik dengan dua ekor kuda. Selain kusir
kereta, ada tiga orang pengawal setia dan kepercayaan Raja yang mengawal sang
pangeran. Nama ketiga pengawal itu adalah Bun, Ben, dan Bon. Paman Joni ikut serta bersama rombongan. Dia
diberi seekor kuda dan menaiki kudanya sendiri. Menjelang dini hari rombongan
tiba di pondok di Lembah Naga itu.
Bukan main terkejutnya
Miranda dipagi buta ada yang mengetuk pintu dan mendengar ringkik kuda dihalaman rumah. Namun
ketakutannya agak memudar ketika dia mendengar suara paman Jodi yang sudah
dikenalnya.
“Bukalah pintunya, Miranda.
Ini aku paman Joni.” Panggil paman Joni dari luar.
“Oh, paman Jodi. Ada apa
sepagi ini kemari?” Tanya Miranda sambil
membuka pintu. Dan dia tertegun melihat ada tandu dan tiga orang berkuda dihalaman pondoknya.
“Siapakah mereka, paman Jodi?” Tanya Miranda.
“Persilahkan mereka masuk,
Miranda. Mereka membawa sang pangeran yang tengah sakit untuk kau obati.”
“Oh.” Miranda sejenak
tertegun. Namun kemudian dia bergegas mempersilahkan para tamunya masuk dan
menyediakan sebuah kamar kecil kosong untuk tempat berbaring sang pangeran. Ayah
dan ibu Miranda yang telah tua ikut terbangun menyambut kedatangan para
tamunya. Sementara Miranda sendiri langsung sibuk menjerang air dan memasak
untuk menjamu para tamunya. Dia membuat minuman yang segar terbuat dari jahe.
Dan memasak sop daging kambing.
“Oh, kau seorang gadis yang
cekatan, Miranda.” Puji Bun ketika menikmati minuman jahe hangat dan sop daging
kambing yang disuguhkan Miranda.
“Disini hanyalah sebuah kampung
terpencil, tuanku. Hanya ini yang bisa saya sajikan untuk para tuanku
sekalian.” Kata Miranda yang masih kelihatan sibuk membuatkan minuman yang
terbuat dari seduhan mawar biru buat sang pangeran. Mata sang pangeran
memperhatikan Miranda yang membantunya meminumkan rambuan yang dibuatnya.
“Siapakah engkau?” Tanya
sang pangeran dengan suara lemah.
“Saya Miranda, tuanku.”
Sahut Miranda sambil tersenyum.
“Minuman apa yang kau buat
ini? Rasanya manis namun ada kesatnya.”
“Minumlah. Minuman itu
adalah ramuan yang saya buat untuk kesembuhan tuanku.”
“Terima kasih. Kau baik
sekali.” Kata sang pangeran. Tak lama kemudian pangeran sudah tertidur lelap.
Sementara Bun, Ben dan Bon pun tertidur lelap di ambin pondok itu.
Esok paginya Miranda sudah
bangun kembali dan menyiapkan beragam hidangan untuk para tamunya.
“Ah, kami jadi merepotkanmu,
Miranda.” Kata Ben. “Kebetulan kami pun membawa cukup banyak bekal. Kami
membawa daging asap, ikan kering, buah-buahan kering dan segala
macam makanan. Semuanya bisa kau masak untuk kami selama kami dan pangeran
berada disini.”
“Dengan senang hati.” Sahut
Miranda.
Begitulah, selama keberadaan
sang pangeran dipondoknya Miranda sangat sibuk sekali. Setiap hari dia membuat ramuan untuk sang pangeran. Dari
hari ke hari pangeran menunjukan perbaikan. Jari-jari kakinya mulai bisa
digerakan. Bun, Ben dan Bon merasa gembira melihat perkembangan kesehatan
pangeran Zenni. Mereka mencoba membantu sang pangeran menapakan kakinya ke
tanah. Dan ternyata pangeran sudah bisa berdiri walaupun belum bisa berjalan.
“Oh, pangeran sebentar lagi
akan sembuh dan pulih seperti sediakala.” Kata Ben gembira.
“Pangeran akan berkuda
kembali seperti dulu.” Kata Bun.
“Dan kita akan berburu
kembali setiap akhir pekan.” Kata Bon.
Sebulan sudah pangeran tinggal
di pondok Miranda. Kini sang pangeran kakinya terlihat semakin kuat apabila
berdiri walaupun belum bisa berjalan. Siang itu sang pangeran ingin
berjalan-jalan keluar.
“Kaki pangeran belum kuat
untuk berjalan.” Kata Ben.
“Aku ingin melihat-lihat
keindahan Lembah Naga ini.” Kata pangeran.
“Baiklah. Aku dan Bon akan
memapah tuanku.” Kata Bun.
Akhirnya Bun dan Bon memapah
pangeran Zenni berjalan-jalan di Lembah Naga. Hari semakin sore namun sang
pangeran dan ketiga pengawalnya belum juga kembali. Langit terlihat mendung.
Tak lama kemudian hujan turun dengan derasnya. Miranda tengah sibuk didapur memasak
untuk makan malam. Mendadak terdengar suara halilintar menggelegar keras
sekali. Miranda terpekik kaget. Dia
bergegas menutup jendela dapur. Namun mendadak dia tertegun ketika melihat
keluar. Dia melihat seseorang dengan langkah terhuyung-huyung berjalan menuju pondoknya. Olala, bukankah itu
sang pangeran? Pikir Miranda. Bukan main
terkejutnya Miranda. Bergegas dia membuka pintu dapur. Sang pangeran sudah
berada didepan pintu dapur.
Miranda memperhatikan kaki
sang pangeran. “Pangeran sudah bisa berjalan!” seru Miranda.
“Ya, Miranda.” Sahut
Pangeran Zenni dengan nafas terengah-engah namun raut wajahnya terlihat
gembira. “Aku tadi mengajak Bun, Ben dan
Bon jalan-jalan. Aku ingin melihat keindahan
Lembah Naga ini. Saat kembali, mendadak
hujan turun. Mendadak ada suara halilintar menggelegar. Aku kaget. Mendadak saja aku bisa berjalan dan
meninggalkan Bun, Ben dan Bon. Mereka masih berada dibelakang.” Kata sang
pangeran.
Miranda hanya bisa melongo
dengan takjub. Pada saat itu dia melihat Bun, Ben dan Bon berlarian menuju
pondok.
“Pangeran sudah sembuh.”
Kata Bun, Ben dan Bon berkali-kali.
“Yah, aku telah sembuh. Aku
kini bisa berjalan lagi. Terima kasih, Miranda.” Kata pangeran Zenni.
Miranda tersenyum. Dia ikut
gembira melihat kesembuhan sang pangeran. Malam itu mereka semua makan dengan
gembira. Seakan merayakan kesembuhan sang pangeran. Sop daging kambing, bebek bakar
bumbu jahe, kentang goreng dan sekeranjang anggur merah menemani makan malam mereka. Dua hari kemudian sang pangeran dan ketiga pengawalnya pamit pulang kembali ke istana.
Namun dua minggu kemudian sang pangeran serta
ketiga pengawalnya datang
kembali ke pondok di Lembah Naga itu. Dalam rombongan itu turut serta Raja dan
Permaisuri. Rombongan dari istana itu datang untuk meminang Miranda. Rupanya
sang pangeran sudah jatuh hati kepada Miranda dan ingin mempersunting gadis
yang telah mengobatinya itu. Oh, bukan main bahagianya perasaan Miranda karena
dia pun telah jatuh hati pada sang pangeran.
Tidak lama kemudian
diselenggarakan pesta pernikahan sang pangeran dan Miranda di Lembah Naga.
Dihiasi dengan bunga-bunga mawar biru yang semarak. Setelah pernikahan di
Lembah Naga itu, Miranda dan kedua orangtuanya diboyong ke istana. Miranda dan
Pangeran Zenni hidup bahagia bersama.
--- 0 ---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar