Suatu hari permaisuri sangat ingin berjalan-jalan
keluar istana menghirup udara pegunungan.
“Mungkin aku tengah merasa jenuh dengan keadaan di
istana. Aku ingin berjalan-jalan keluar istana melihat pemandangan diluar
istana. Aku ingin berjalan-jalan ke pegunungan dan menghirup udara segar
pegunungan.” Kata permaisuri kepada raja.
Raja segera memerintahkan dua orang pengawal dan dua
orang dayang untuk menemani sang permaisuri berjalan-jalan.
Kereta kuda yang ditarik dua ekor kuda hitam berpacu
meninggalkan istana. Udara sangat cerah. Langit biru bersih. Sepanjang
perjalanan dengan tatapan sayu akibat sakit yang dideritanya, permaisuri
melayangkan tatapannya keluar jendela kereta. Kereta berpacu dengan cepat makin
lama semakin jauh meninggalkan istana. Pemandangan yang dilihat permaisuri
sepanjang jalan tak ada satupun yang menarik perhatiannya. Kereta kuda terus
berlari melintasi perkampungan, hutan, lembah dan perbukitan yang hijau. Ketika
telah tiba diperbukitan, sang permaisuri terlihat mulai tertarik dengan
pemandangan disekitar perbukitan yang hijau dan indah penuh bunga-bunga
beraneka warna yang tengah bermekaran. Rumput-rumput menghijau terhampar
bagaikan hamparan permadani yang luas sekali. Bunga-bunga beraneka jenis dan
warna menghiasi perbukitan, terlihat indah dengan warna-warnanya yang cerah
diantara hijaunya perbukitan dan sejuknya udara perbukitan.
Tatapan sang permaisuri tiba-tiba tertambat pada sebuah pondok kayu yang berada dilereng bukit.
Tatapan sang permaisuri tiba-tiba tertambat pada sebuah pondok kayu yang berada dilereng bukit.
“Ah, pondok kepunyaan siapakah itu?” seru permaisuri
pada salah seorang dayangnya. “Pondok kayu yang sangat indah sekali. Penuh
dengan bunga-bunga indah yang bermekaran.”
“Ya, betul. Pondok yang indah sekali.” Ucap salah
seorang dayang yang ikut merasa tertarik melihat keindahan pondok kayu itu.
Permaisuri meminta kusir menghentikan laju kereta.
Kereta berhenti. Tatapan mata permaisuri terlihat sangat senang melihat pondok
kayu itu yang penuh dengan bunga-bunga yang tengah bermekaran. Pondok kayu itu
terdiri dari dua tingkat. Ada beberapa jendela tinggi pada pondok kayu itu.
Pada masing-masing jendela, dibawahnya ditaruh pot-pot bunga berwarna-warni,
terlihat sangat indah sekali.
“Aku ingin tahu pondok milik siapakah itu. Coba kita
kesana.” Kata permaisuri.
Kereta kuda melaju lagi menaiki bukit dan tak lama
kemudian kereta kuda itu sudah tiba didepan pondok kayu itu. Permaisuri keluar
dari kereta kuda. Dia merasa senang melihat pondok kayu yang terlihat asri dan
terawat dengan baik. Pastinya pemiliknya sangat telaten merawat pondoknya.
Udara pegunungan yang sejuk dan segar membuat permaisuri merasa tubuhnya terasa
lebih segar. Dia memanggil Mirna, salah seorang dayangnya.
“Mirna, cobalah kau ketuk pintu pondok itu. Siapakah
pemiliknya. Apakah bisa aku menyewa pondok ini untuk beristirahat selama
beberapa hari? Aku merasa kerasan bila aku tinggal di pondok ini.” Ucap
permaisuri.
Mirna segera mengetuk pintu pondok itu. Tak lama
kemudian keluarlah seorang gadis yang cantik membukakan pintu pondok. Rambutnya
hitam panjang tebal dan dikepang menjadi satu dibelakang. Kulitnya kuning
langsat bersinar, terlihat sehat.
Pakaiannya sederhana seperti biasanya gadis desa pegunungan, berupa rok
panjang terbuat dari kain sederhana. Gadis cantik itu terlihat sangat keheranan melihat ada orang
asing yang mengetuk pintu pondoknya.
“Oh, darimanakah nyonya ini?” Tanya gadis itu.
“Kami dari istana….” Kata Mirna. Namun belum juga Mirna menyelesaikan ucapannya, gadis itu
sudah berjongkok dan member hormat dengan raut wajah ketakutan.
“Berdirilah.” Kata Mirna sambil tersenyum. “Kami
membawa ibunda permaisuri. Ibunda permaisuri
merasa tertarik melihat pondok ini. Siapakah pemilik pondok ini?”
“Hamba sendiri pemilik pondok ini, Nyonya.” Sahut gadis
itu.
“Baiklah. Siapakah namamu?”
“Melani, Nyonya.”
Mirna kembali lagi ke kereta menemui permaisuri dan
melaporkan sudah bertemu dengan pemilik pondok itu yang ternyata pemiliknya
adalah seorang gadis muda. Permaisuri berkenan turun dan menemui gadis pemilik
pondok itu.
“Oh, tuanku Yang Mulia. Maafkanlah hamba sama sekali
tidak tahu apabila tuanku berkenan singgah ke pondok hamba yang sederhana ini.”
Melani menekuk lututnya memberi hormat pada permaisuri raja yang baru kali ini
dilihatnya.
Permaisuri tersenyum lembut. Dia merasa terkesan dengan
kecantikan dan kesantunan gadis pegunungan itu.
“Bangunlah. Aku merasa tertarik melihat pondokmu ini
yang sangat cantik penuh dengan bunga-bunga yang sangat cantik. Apakah boleh
apabila aku tinggal dan menyewa pondokmu untuk beberapa hari?” Tanya
permaisuri.
“Tentu saja, Yang Mulia. Silahkan Yang Mulia tinggal
disini, tidak usah menyewa apabila Yang Mulia berkenan ingin tinggal disini.”
Kata Melani. “Mari masuk Yang Mulia. Namun hamba mohon maaf apabila keadaan di
pondok hamba ini segalanya teramat sangat sederhana.”
Permaisuri diiringi kedua dayangnya masuk kedalam
pondok itu. Melani segera menyajikan minuman teh hangat yang diberi irisan
jeruk dan gula. Rasa teh hangat itu asam manis. Dia pun menyajikan beberapa
buah roti lengkap dengan selai stroberi dan keju.
“Mari silahkan dinikmati makanan dan minuman pedesaan
ini, Yang Mulia.” Ucap Melani. Bukan hanya menyuguhi permaisuri, Melani juga
menyuguhi makanan dan minuman yang sama buat pengawal, dayang dan kusir yang
ikut duduk di pondok kayunya.
“Oh, kau gadis yang cekatan.” Kata permaisuri sambil
menikmati minuman. Ah, terasa segar sekali. Permaisuri meminum minumannya sampai habis. Terasa nikmat sekali.
Permaisuri merasa tubuhnya mendadak terasa sangat segar sekali. Lalu permaisuri
mengambil sepotong roti dan keju.
“Hem, roti ini sangat enak sekali. Lembut dan harum.
Dan keju ini rasanya enak sekali. Dimana kau membeli roti dan keju ini,
Melani?” Tanya permasuri.
“Hamba membuatnya sendiri, Yang Mulia.” Sahut Melani
sambil tersenyum malu.
“Ah, rupanya kau memang gadis yang rajin sekali,
Melani.” Permasuri tersenyum.
Sambil menghidangkan makanan dan minuman pada permasuri
dan pengiringnya, Melani sibuk naik turun tangga dilantai atas membenahi
kamar-kamar yang akan ditempati permaisuri dan para pengiringnya. Tak lama
Melani telah selesai dengan pekerjaannya.
“Yang Mulia, silahkan berisitirahat dikamar yang telah
hamba sediakan dilantai atas. Barangkali Yang Mulia merasa lelah dan ingin
beristirahat.” Kata Melani.
“Terima kasih, Melani. Betul, aku ingin beristirahat
dulu.” Sahut permaisuri sambil beranjak mengikuti Melani menaiki tangga kayu
menuju kamar dilantai atas. Mirna mengikuti permaisuri sambil membawa segala
kebutuhan permaisuri yang dibawa dari istana.
Melani membukakan pintu kamar. Permaisuri merasa senang
melihat kamar itu. Didalam kamar berlantai kayu itu hanya ada sebuah dipan
sederhana dan sebuah meja kecil dengan kursi kayu. Melani menunjukan kamar
mandi yang berada dikamar itu pada permaisuri. Permaisuri merasa senang melihat
kamar mandi kecil yang bersih itu.
Jendela kamar yang tinggi ditutup
oleh gorden sederhana dengan motif bunga. Permaisuri membuka jendela. Udara
segar pegunungan bertiup masuk kedalam kamar. Permaisuri melihat dibawah
jendela ada tempat berbentuk kotak persegi panjang dimana diletakan pot-pot
bunga kecil berjejer rapi.
“Selamat beristirahat, Yang Mulia.” Kata Melani sambil
menutup pintu kamar.
Melani menyediakan dua kamar lagi dilantai bawah untuk
ditempati pengawal dan dayang istana. Setelah itu Melani menyibukan diri di
dapur memasak untuk makan malam nanti. Sore hari, permaisuri baru keluar kamar.
Permaisuri terlihat lebih segar. Permaisuri
turun dari lantai atas dan melihat Melani tengah sibuk menyiapkan masakan untuk
makan malam.
“Ah, kami merepotkanmu, Melani.” Kata permaisuri ketika
melihat kesibukan Melani didapur. Sayur mayur segar dan buah-buahan bertumpuk
didapur. Dari dalam kuali yang mengepul panas, tercium aroma daging sapi yang
tengah dimasak.
“Sama sekali tidak, Yang Mulia. Saya merasa mendapat
kehormatan dengan kedatangan Yang Mulia ke pondok saya ini.” Sahut Melani
sambil membuka pembakaran roti dan mengeluarkan roti yang telah matang. Bau
harum roti mengisi dapur kecil itu.
“Mirna dan Lena, kedua dayangku, akan membantumu.” Kata
permaisuri sambil memanggil kedua dayangnya yang segera saja ikut sibuk didapur
membantu Melani. Sementara kedua pengawal dan kusir kereta tengah
berjalan-jalan diluar pondok menikmati pemandangan pegunungan di sore hari yang
sejuk.
Malam pun tiba. Udara pegunungan di malam hari terasa
sangat dingin sekali. Permaisuri membungkus dirinya dengan mantel tebal.
Pengawal sibuk menyalakan perapian ditungku perapian diruangan tengah agar
udara didalam pondok itu terasa hangat. Sementara Melani bersama Mirna dan Lena
sibuk menyiapkan makan malam. Makan malam terasa nikmat sekali. Sop daging sapi
yang panas berisi potongan wortel dan kentang. Daging sapi saus kecap. Sayur
jamur dan brokoli. Roti-roti yang baru keluar dari pembakaran. Sayur mayur
segar dan buah-buahan menemani makan malam itu. Permaisuri makan dengan lahap
sekali. Sudah lama sekali permaisuri tidak pernah lagi makan selahap ini.
Esok paginya permaisuri merasa tubuhnya terasa semakin
segar. Semalam tidurnya terasa nyeyak sekali. Dia lalu berjalan-jalan disekitar
pondok itu. Kakinya menginjak rumput-rumput lembut yang menutupi tanah. Ketika
permaisuri kembali ke pondok itu, dia merasa tubuhnya terasa jauh lebih segar.
Ah, rasanya aku kini telah sembuh, pikir permaisuri.
Empat hari lamanya permaisuri tinggal di pondok kayu
itu. Dia memberi uang pada Melani untuk membeli segala macam kebutuhan selama
dia tinggal di pondok itu termasuk juga untuk segala macam makanan dan minuman
yang disediakan Melani untuk dirinya dan pengiringnya.
“Aku merasa sangat kerasan tinggal di pondokmu ini,
Melani. Masakanmu pun sangat lezat sekali. Keju buatanmu sangat lezat sekali.
Aku baru melihat sendiri bagaimana caranya membuat keju. Kau gadis yang serba
bisa, Melani.”
Hari kelima, tiba-tiba datang seseorang yang menunggang
kuda dan dipacu dengan cepat. Kuda itu lalu berhenti didepan pondok kayu itu.
Penunggangnya lalu turun dan mengetuk pintu pondok itu.
Melani membukakan pintu pondok itu.
“Maaf, apakah ibuku tinggal disini?” Tanya pemuda itu.
“Ibumu?” Melani melongo.
“Oh, anakku. Kau kemari akan menjemput ibu? Sayangnya
ibu masih merasa kerasan tinggal disini dan belum ingin pulang kembali ke
istana.” Permaisuri muncul dari dalam pondok dan bicara pada pemuda itu.
“Ya, Bu. Ayah meminta saya untuk menjemput ibu.” Kata pemuda
itu sambil mencium tangan permaisuri. Oh, rupanya pemuda itu adalah pangeran
mahkota yang akan menjemput ibundanya.
“Pulanglah dan ajaklah ayahmu kemari. Kita sekeluarga
akan beristirahat disini selama beberapa hari lagi.” Kata permaisuri.
Pangeran Andi kembali ke istana. Esoknya pangeran Andi
kembali bersama ayahanda raja. Ternyata raja pun merasa kerasan melihat pondok
itu. Akhirnya raja dan pengeran Andi ikut menginap selama beberapa hari di
pondok kayu itu dan menikmati kesegaran udara pegunungan.
Setelah tinggal lebih dari seminggu, akhirnya
permaisuri pamitan dan mengucapkan banyak terima kasih karena Melani telah
melayani dirinya, raja, pangeran Andi serta para pengiring dengan baik.
Permaisuri menghadiahi perhiasan berupa seuntai kalung mutiara yang indah dan uang pada Melani sebagai ucapan terima
kasih. Akhirnya permaisuri beserta rombongan pulang kembali ke istana dalam
keadaan sehat. Beberapa waktu kemudian pangeran Andi datang kembali ke pondok
kayu itu akan menjemput Melani dan
membawanya ke istana. Rupanya pangeran Andi dan Melani telah saling jatuh cinta
selama pertemuan di pondok kayu itu. Akhirnya mereka menikah dan hidup bahagia.
Sesekali raja, permaisuri, pangeran Andi dan Melani menghabiskan waktu senggang
di pondok kayu itu yang telah menjadi tempat istirahat keluarga kerajaan. (foto diambil dari google)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar