Kedai Roti Miranti
Udara terasa sangat dingin sekali. Hujan turun deras
sejak sore dan sepertinya tidak akan segera berhenti. Malam semakin larut.
Miranti melihat keluar jendela dari kedai roti tuanya. Dia melihat hujan masih
turun dengan deras. Bunyi curah hujan terdengar berisik menimpa genting kedai
rotinya. Disaat hujan deras begini, mungkin orang-orang merasa malas keluar
rumah, pikir Miranti sedih. Dia melihat pada rak-rak tempat roti dikedainya
yang masih penuh dengan roti-rotinya yang baru dibakar. Biasanya, sebelum jam
delapan malam rotinya sudah hampir habis terjual. Namun sekarang rotinya belum
setengahnya dari yang dibuatnya yang terjual. Miranti merasa sedih sekali.
Namun dia menyadari beginilah yang namanya berjualan, ada kalanya ramai dengan pembeli namun ada kalanya juga
jualannya sepi tidak laku.
Miranti menghela napas dalam. Apa boleh buat, walaupun
rotinya masih banyak, namun dia akan menutup kedai rotinya. Hari telah malam
dan hujan turun semakin deras membuat udara terasa semakin dingin. Dia harus
segera menutup kedai rotinya dan berisitirahat sebab besok dia harus bangun
pagi-pagi sekali dan kembali disibukan dengan membuat roti yang akan dijualnya.
Dia mengerjakan semuanya sendiri. Dia tidak memiliki cukup banyak uang untuk
membayar upah pembantu bila dia harus memiliki pembantu yang akan membantu
pekerjaannya.
Miranti menutup pintu kedai rotinya, lalu dia menutup
jendela kedai rotinya. Namun baru saja dia selesai menutup jendela, tiba-tiba dari
luar ada yang mengetuk pintu kedainya dengan keras.
“Bukalah! Kami akan membeli roti.” Teriak sebuah suara
diantara derasnya suara curah hujan.
“Ya, bukalah pintunya! Kami merasa lapar sekali.” Kata
sebuah suara lain tidak kalah kerasnya dari suara yang pertama.
Miranti bergegas membuka pintu kedainya. Ada tiga orang
kakek bertubuh pendek gemuk berdiri didepan kedai rotinya. Ketiga kakek itu
terlihat basah kuyup diguyur hujan. Dihalaman, ada sebuah kereta yang ditarik
dua ekor kuda. Kereta itu membawa gelondongan-gelondongan kayu yang baru
ditebang dan telah dipotong-potong.
“Ah, akhirnya kau buka juga pintunya.” Kata kakek yang berbaju biru dengan gembira.
“Ah, akhirnya kau buka juga pintunya.” Kata kakek yang berbaju biru dengan gembira.
“Silahkan masuk.” Kata Miranti dengan ramah.
Ketiga kakek itu segera masuk dan menempati sebuah
meja. Mereka duduk mengelilingi meja itu.
“Silahkan dipilih rotinya, tuan-tuan.” Kata Miranti.
“Ambilkan saja macam-macam roti yang kau buat dan
jangan lupa bawakan juga minuman panas untuk kami bertiga. Kami merasa lapar
dan kedinginan sekali.” Kata kakek yang berbaju kuning.
“Baiklah” Kata Miranti. Dia segera mengambil wadah roti
dan mengisinya dengan beraneka macam roti. Lalu Miranti menyeduh tiga cangkir
cokelat panas dan segera menghidangkannya bersama dengan roti pada ketiga kakek
itu.
Ketiga kakek itu segera saja menyantap roti dan meminum
cokelat panas yang dihidangkan Miranti.
“Ahhhh…… rotimu sangat enak sekali.” Puji kakek yang
berbaju hijau.
“Segelas cokelat panas ini sangat enak sekali. Tubuhku
rasanya kembali bertenaga.” Kata kakek berbaju biru.
“Perpaduan roti dan secangkir cokelat panas membuat
kekuatanku pulih kembali setelah seharian menebang pohon.” Kata kakek berbaju
kuning.
Miranti tersenyum mendengar ucapan ketiga tamunya itu.
Oh, rupanya mereka semua adalah para penebang kayu yang kemalaman dari hutan.
Ketiga penebang kayu itu lalu berdiri dengan perasaan
puas.
“Saatnya kami pulang. Hujan rupanya telah berhenti
sehingga kami bisa meneruskan kembali perjalanan pulang. Nah, berapa yang harus
kami bayar untuk semua roti dan cokelat panasmu itu?” Tanya kakek berbaju
hijau.
Miranti segera menghitung semua roti dan cokelat panas
yang telah disantap ketiga tamunya. Kakek berbaju biru mengeluarkan tempat
uangnya. Dia mengeluarkan beberapa keping uang dan menyerahkannya pada Miranti.
Miranti melongo menerima pembayaran dari kakek itu. Bukan keping-keping uang biasa, tapi ada
lima keping emas yang berkilauan yang diberikan kakek itu kepadanya.
“Tuan…..” kata Miranti tergagap. “Jumlah emas ini
terlalu banyak untuk membayar roti dan minuman tadi.”
“Tidak apa-apa. Ambil saja semuanya. Kau gadis yang
baik yang telah menolong kami bertiga dari kelaparan dan dinginnya udara
diluar.” Ujar kakek itu.
Lalu ketiga kakek itu bersiap akan pergi.
“Tunggu!” kata Miranti bergegas. Lalu dengan cepat dia membungkus semua roti yang masih ada di
kedainya dan dimasukannya kedalam karung. Lalu diserahkannya pada kakek berbaju
biru.
“Bawalah semua roti ini untuk bekal diperjalanan.
Tuan-tuan pasti nanti akan merasa lapar kembali.” Ucap Miranti.
“Oh, terima kasih. Belum pernah aku bertemu gadis
sebaik engkau.” Kata kakek berbaju biru itu. Kakek berbaju kuning lantas memanggul karung berisi roti itu lalu
menaruhnya didalam gerobak.
Ketiga kakek itu
lalu naik kedalam gerobak. Gerobak itu perlahan pergi meninggalkan kedai roti.
Miranti masih berdiri diluar kedainya sambil memperhatikan kepergian gerobak
itu yang bergerak perlahan melintasi rerumputan dan semakin menjauh.
Miranti menutup pintu kedainya. Hujan sudah berhenti, rumput-rumput kelihatan basah bekas disiram hujan. Miranti menutup
pintu kedainya. Dia melihat rak-rak rotinya telah kosong melompong. Miranti
merasa gembira sekali, akhirnya rotinya terjual habis semuanya.
Esok harinya Miranti pergi ke pasar. Dia menjual kelima
keping emas itu kepada tukang emas. Miranti sangat gembira sekali. Dia mendapat
uang yang banyak sekali dari hasil penjualan kelima keping emas itu. Miranti
lalu belanja segala macam kebutuhan untuk pembuatan roti jualannya. Dia menyewa
sebuah gerobak yang ditarik kuda untuk membawa belanjaannya ke pondoknya.
Sementara sebagian besar uangnya akan dia pergunakan untuk membangun kedai
rotinya yang telah tua dan lapuk.
Beberapa
waktu kemudian kedai roti tua itu telah berubah menjadi sebuah kedai roti yang
cantik. Miranti sangat gembira sekali karena dia sekarang tidak lagi
mengerjakan semuanya sendirian. Dia memiliki tiga orang pembantu yang
membantunya membuat roti dan melayani pembeli. Pelanggannya pun kini semakin
bertambah banyak. Ditengah-tengah jualannya yang semakin laris, Miranti tidak
melupakan ketiga kakek itu yang telah
menjadi tamunya disuatu malam dan membuat hidupnya berubah. Ketiga kakek itu
tak pernah singgah lagi ke kedai rotinya namun Miranti selalu mengenang
kebaikan ketiga kakek itu. (Foto dr google)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar