Senin, 06 April 2015
Liburan Di Tepi Pantai.
Liburan Di Tepi Pantai.
"Heeehhhhh....... anginnya kencang sekali. Sebaiknya kututup saja pintu pondok ini." kata Emma sambil bergegas menutup pintu jendela.
"Ya, tutup saja. Anginnya memang kencang sekali. Sebentar lagi pasti hujan turun. Sejak tadi langit sudah mendung sekali." kata Sarah. "Perutku terasa lapar. Ayo kita membuat makanan."
Emma dan Sarah adalah dua saudara sepupu. Mereka sedang berlibur bersama. Orangtua Sarah memiliki sebuah pondok ditepi pantai. Pada saat sedang musim liburan biasanya orangtua Sarah menyewakan pondok itu pada wisatawan. Namun kali ini karena Sarah ingin berlibur dipantai, pondok itu tidak disewakan. Sarah mengajak Emma berlibur bersama di pantai. Mereka sudah tiga hari berlibur dan berjalan-jalan menikmati keindahan pantai.
Namun sore ini mereka enggan keluar rumah. Apalagi cuaca mendung. Sebentar lagi pasti hujan turun.
"Apa yang akan kita masak?" tanya Emma. "Aku tidak mau udang atau ikan laut. Sejak kita kemari hampir setiap kali makan lauknya udang dan ikan laut terus."
"Coba kulihat, apa yang ada didapur." kata Sarah sambil pergi ke dapur. Pondok itu memiliki dua kamar, ruang tamu dan dapur yang berdampingan dengan kamar mandi. sebuah pondok kecil yang terbuat dari kayu.
Emma mengikuti Sarah kedapur. Sarah membuka kulkas. Dia meringis. Hanya ada seikat kangkung yang mereka beli dipasar kemarin.
"Hanya ada kangkung." kata Sarah.
"Ditumis saja, yuk. Tumis kangkung enak banget." ucap Emma.
"Kau yang menumisnya ya, aku yang akan menanak nasi." kata Sarah sambil mengambil secangkir beras. Secangkir beras itu cukup buat makan mereka berdua.
"Baik." Kata Emma. "Yang jelas aku belum mau lagi makan udang dan ikan laut."
"Haaa, rupanya kau sudah bosan dengan makanan laut." Sarah tertawa.
"Bukan bosan, hanya saja sejak kita kemari hampir setiap hari kita makan makanan laut." kata Emma sambil mulai memotong-motong kangkung sementara Sarah mulai menanak nasi.
Sarah membuka kembali kulkas. "Ada melon. Kau mau jus melon?"
"Ya. Jangan terlalu encer dan jangan terlalu manis." sahut Emma.
Kedua gadis itu sibuk menyiapkan makanan. Tiba-tiba mereka mendengar kegaduhan diluar. Orang-orang berteriak-teriak dengan keras seakan tengah terjadi sesuatu hal yang sangat menakutkan.
"Ada apa?" tanya Emma kaget sambil memburu jendela dan membukanya. Dia melihat orang-orang berlarian dan saling berteriak.
"Tsunami! Tsunami! Tsunami!"
"Saraaaahhhhhhhh...... tsunami! Cepat keluaaaaarrrrrrrr......" teriak Emma ketakutan.
Kedua gadis itu bergegas meninggalkan jendela dan memburu pintu. Mereka berhamburan keluar pondok dan ikut berlarian menjauhi pantai menyelamatkan diri bersama orang-orang lain yang berlarian mencari tempat yang aman. Seperti mimpi rasanya dari kejauhan mereka melihat ombak yang tinggi dan dalam sekejap menyapu apapun yang ada ditepi pantai.
Emma dan Sarah berpegangan tangan sambil berlarian sekuat tenaga menjauhi pantai.
"Emmaaaaaaaa..... cepat larinyaaaaa......." teriak Sarah.
"Saraaaaaahhhhhhhh.....tunggu akuuuuuuuuu....." teriak Emma ketakutan.
Keadaaan pantai yang semula tenang dan dipenuhi wisatawan mendadak menjadi kacau dan semuanya lari kalang kabut menyelamatkan diri menjauhi pantai.
"Lariiiiiiii.....lariiiiiiiiiiii!!!!!" teriak orang-orang.
Keadaan menjadi tak menentu. Mereka semua bingung akan lari kemana karena orang-orang berhamburan berlarian tak tentu arah.
Emma dan Sarah berpegangan tangan lari secepat-cepatnya menjauhi pantai.
"Naik keatas pohon!" teriak Emma ketika dia melihat sebatang pohon yang besar.
"Aku tak bisa naik pohon." sahut Sarah sambil menangis.
"Aku yang akan naik duluan." kata Emma sambil bergegas memanjat pohon. Ketika dia sudah memijak pada dahan, dia melihat kebawah.
"Ayo Sarah. Kamu pasti bisa naik. Pijak dengan kuat. Aku akan menarikmu keatas." teriak Emma.
Sarah berusaha memanjat pohon. Didorong rasa takut, ternyata dia bisa memanjat pohon. Ketika dia tiba didahan yang pertama, Emma bergegas naik kedahan yang kedua.
"Pegang erat-erat pohonnya, Sarah. Peluk pohonnya!" teriak Emma.
Sarah memeluk pohon sambil menangis keras. Dibawah pohon mereka melihat orang-orang masih ramai berlarian kesana kemari penuh ketakutan. Mendadak saja kedua gadis itu merasakan pohon yang mereka naiki berguncang dengan keras dan air laut menghantam pohon itu.
"Saraaaahhhhhhh..... peluknya pohonnya keras-keras!!!!" teriak Emma. Suaranya nyaris hilang ditelan ombak yang menghantam mereka.
Sesaat Emma dan Sarah seakan tak menyadari apa yang terjadi. Antara sadar dan tidak mereka merasakan pohon yang mereka naiki seakan mau tumbang. Suara-suara orang-orang yang semula terdengar jelas kini seakan tak jelas lagi. Kedua gadis itu tetap bertahan diatas pohon sambil memeluk pohon dengan kencang walaupun air laut menghantam mereka dengan keras sekali. Entah berapa lamanya mereka berdua berada diatas pohon itu. Ketika mereka membuka matanya dan memperhatikan keadaan disekeliling mereka, keadaan sudah jauh berubah dari tadi. Keadaan disekitar pantai menjadi begitu mengerikan. Rumah-rumah rusak dihantam tsunami. Warung-warung yang semula banyak berdiri disepanjang pantai semuanya sudah roboh, rata dengan tanah. Kayu dan segalanya berserakan. Air sudah mulai surut lagi. Dan banyak manusia yang bergelimpangan sudah menjadi mayat. Pemandangan yang mereka lihat sangat mengerikan sekali.
Emma dan Sarah tetap berada diatas pohon dalam keadaan basah kuyup. Keduanya bertatapan sambil berurai air mata. Mereka bersyukur, ternyata mereka selamat.
"Alhamdulillah, kita selamat, Sarah." kata Emma sambil menangis. "Ayo kita turun."
"Aku takut." sahut Sarah sambil menangis dan tak mau melepaskan pelukannya pada pohon.
"Tsunami sudah berhenti. Ayo kita turun. Kita harus melihat pondokmu, Sarah." bujuk Emma.
Akhirnya Sarah mau turun. Kedua gadis itu berlarian menuju pondok mereka. Dan yang mereka dapati pondok itu sudah rata dengan tanah. Keduanya menangis sambil berpelukan.
"Kita harus segera pulang, Sarah." kata Emma.
"Ya. Tapi apakah masih ada barang kita yang masih bisa diselamatkan?" tanya Sarah sambil menuju bekas pondoknya yang tinggal puing-puing. Ternyata semuanya telah habis disapu tsunami. Kembali kedua gadis itu menangis.
Sepanjang malam itu mereka melihat kesibukan yang luar biasa disekitar pantai. Bantuan datang dari mana-mana. Mereka juga mendapatkan jatah makanan. Mereka ikut berbaur bersama yang lainnya. Malam seakan begitu lama namun akhirnya pagi datang menjelang.
"Bagaimana kita bisa pulang, Emma? Semua barang kita sudah tak tersisa." kata Sarah.
Emma memasukan tangannya kedalam saku celana panjangnya. Dia mengeluarkan kembali tangannya. Dia menatap Sarah. "Sarah, ternyata aku masih memiliki uang. Sebagian uangku aku simpan dalam saku celanaku." seru Emma. Dia menghitung uangnya yang basah.
"Cukupkah untuk kita pulang kerumah?" tanya Sarah.
"Ya. Cukup. Ayo kita cari kendaraan umum. Kita pulang sekarang." seru Emma.
Kedua gadis itu segera berlari meninggalkan daerah pantai menuju kejalanan besar dimana banyak kendaraan yang hilir mudik. Mereka menumpang kendaraan umum. Sepanjang perjalanan keduanya hanya diam seakan baru bangun dari mimpi buruk.
Ketika tiba dirumah Sarah, kedua orangtua Sarah tidak ada karena begitu kemarin sore mendapat berita adanya tsunami di pantai segera pergi ke pantai akan mencari Sarah dan Emma. Sementara Emma begitu tiba dirumahnya disambut dengan tangisan ayah dan ibunya.
"Ah, Alhamdulillah kau sudah pulang. Bagaimana kau dan Sarah bisa menyelamatkan diri dari tsunami?" tanya ayah dan ibunya.
"Tunggulah. Nanti aku ceritakan. Sekarang aku akan menelepon ayah dan ibu Sarah dan memberitahu kalau aku dan Sarah sudah pulang kerumah dengan selamat." kata Emma.
Ayah dan ibu Sarah sangat gembira menerima telepon dari Emma. "Ya, tadi Sarah sudah menelepon dan mengatakan kalian selamat dan sudah pulang kembali kerumah." kata ayah Sarah. "Kami akan segera kembali pulang."
Sepanjang hari itu Emma sibuk bercerita tentang kejadian yang dialaminya pada ayah dan ibunya sambil menyaksikan berita di televisi mengenai tsunami. Sarah pun sama halnya dengan Emma, dia sibuk bercerita pada ayah dan ibunya bagaimana mereka memanjat pohon dan menyelamatkan diri dari tsunami sambil menyaksikan juga berita di televisi. Hampir semua saluran televisi menyiarkan berita mengenai tsunami.
Malam itu Sarah menelepon Emma. "Emma, kamu masih mau aku ajak berlibur lagi dipantai?" tanya Sarah.
Emma tersenyum getir. "Untuk saat ini, tidak, Sarah. Aku masih trauma."
"Sama. Aku juga masih merasa trauma. Aku ngeri melihat ombak yang tinggi menyapu pantai....." Sarah berdesah.
"Aku ngeri melihat keadaan disekitar pantai yang porak poranda....." ucap Emma sambil memejamkan matanya membayangkan kejadian kemarin sore dialaminya.
"Aku masih merasa ngeri mendengarkan teriakan orang-orang yang berlarian ketakutan......"
"Aku bahkan masih merasakan bagaimana tsunami menghantam pohon yang kita naiki dan merasakan guncangan yang sangat keras......"
"Selamat tidur, Emma....."
"Selamat tidur, Sarah....."
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar